Prosesi Pernikahan Agung Keraton Yogyakarta

Rangkaian prosesi adat pernikahan akan diawali dengan acara Nyantri, yaitu acara menyambut kedatangan pengantin di lingkungan keraton. Bagi pengantin laki-laki diselenggarakan di bangunan Gadri di kompleks Kasatriyan yang ada di timur halaman keraton sisi dalam.

Upacara adat perkawinan keraton Yogyakarta, perkawinan Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hayu putri Sultan Hamengku Buwana X ke-4 dengan lelaki asal Kudus Kanjeng Pangeran Haryo (KPH) Notonegoro, 18 Oktober 2013, foto: Hugo M Satyapara
Pemasangan bleketepe

Bagi keraton kesaklaran adat pernikahan salah satunya terletak pada kesunyian suasana selama prosesi dijalankan. Hal tersebut terkait dengan nilai filosofi keberadaan keraton berikut isi keseluruhannya. Secara fisik bangunan keraton merupakan replika makro kosmos dalam perspektif kosmogoni.

Gedhong Prabayeksa yang dulu menjadi tempat tinggal seorang sultan yang bertahta merupakan replika dari Gunung Mahameru yang menjadi pusat alam semesta. Bangsal Kencana adalah representasi keraton Dewa Indra, pemimpin para Dewa di Suralaya.

Pun adat tradisi budayayang berlaku di dalamnya merupakan representasi adat budayayang berlaku di surga para dewa, baik dalam segi busana, tutur kata, senitari maupun dalam hal tata upacara. Terlebih secara filosofis, keberadaan seorang sultan di dunia nyata ini tiada lain menjadi wakil dari Hyang Maha Agung dalam menghadirkan tata kelola dunia layaknya tata kelola yang ada di surganya para dewa.

Hal tersebut menjadikan seorang sultan sebagai centre of the universe. Di situlah letak makna filosofis hakiki yang dicoba untuk terus dipertahankan keberadaannya. Hal tersebut menjadi penting, karena secara prinsip menjadi bagian dari jati diri budayaJawa.

Upacara adat perkawinan keraton Yogyakarta, perkawinan Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hayu putri Sultan Hamengku Buwana X ke-4 dengan lelaki asal Kudus Kanjeng Pangeran Haryo (KPH) Notonegoro, 18 Oktober 2013, foto: Hugo M Satyapara
Pendongan, pengantin putri dibopong oleh penganti pria
dan seorang bangsawan, foto: Repro dok keraton

Rangkaian prosesi adat pernikahan akan diawali dengan acara Nyantri, yaitu acara menyambut kedatangan pengantin di lingkungan keraton. Bagi pengantin laki-laki diselenggarakan di bangunan Gadri di kompleks Kasatriyan yang ada di timur halaman keraton sisi dalam. Untuk pengantin perempuan berada di bangsal Sekar Kedaton yang ada di sisi barat daya Gedhong Prabayeksa.

Acara siraman. Inti acara adalah memandikan pengantin dengan air bunga, simbol penyucian raga dan jiwa. Siraman dilakukan lebih dulu pada pengantin perempuan di kompleks Bangsal Sekar Kedaton, kemudian disusul siraman padapengantin laki-laki di Gedhong Kompa, masih si lingkungan Kasatriyan.

Acara majang dan tarub di beberapa tempat. Majang berarti menghiasi dengan aneka macam kain seperti sindur, bangun tulak, pandhan binethot, pancing tawa dan juga aneka macam lurik (kluwung, sulur ringin, gedhong madu, pliwatan, tuluhwatu, pali, dringin), pethakan serta lotrek. Tempat yang dihiasi yaitu Bangsal Prabayeksa, Sekar Kedatonan dan Kasatriyan. Disiapkan juga janur plangki dan kembar mayang.

Sedangkan tarub berarti menghiasi beberapa tempat dengan janur, dan aneka macam perlengkapan seperti tebu, pisang, dedaunan maupun buah kelapa. Lokasinya antara lain di Tratag Pagelaran, Bangsal Pacikeran, Tarub Agung, Regol Brajanala, Bangsal Ponconiti, Regol Keben, Bangsal Trajumas, Regol Danapertapa, Kuncung Tratag Bangsal Kencana, Regol Kasatriyan, Bangsal Kasatriyan, Gedhong Kompa, Srikaton, Purworukmi maupun Regol Kemagangan. Juga pemasangan bleketepe di atas Kuncung Tratag Bangsal Kencana.

Upacara adat perkawinan keraton Yogyakarta, perkawinan Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hayu putri Sultan Hamengku Buwana X ke-4 dengan lelaki asal Kudus Kanjeng Pangeran Haryo (KPH) Notonegoro, 18 Oktober 2013, foto: Hugo M Satyapara
Dhahar walimahan, perkawinan GKR Bandara

Acara Tantingan dan midodareni. Inti acara yang diadakan di Gedhong Prabayeksa sisi timur itu adalah pernyataan kesanggupan pengantin putri untuk menikah di hadapan sultan dan petugas keagamaan. Dilanjutkan penandatangan surat nikah yang sudah disiapkan kepala kantor KUA Kecamatan keraton. Sedangkan pada acara Midodareni, sultan memeriksa kesiapan acara dan melihat keadaan pengantin perempuan dan laki-laki.

Acara Ijab Kabul bagi pengantin laki-laki di Masjid Panepen yang ada di sisi barat Gedhong Prabayeksa. Dengan inti acara pernyataan kesanggupan pengantin laki-laki untuk menikah dan penandatangan surat nikah.

Acara Panggih di Bangsal Kencana sisi Timur, berupa prosesi bertemunya pengantin, yang didahului acara balang-balanganan (saling lempar) bantal. dilanjutkan memecah telur ayam Jawa oleh pemimpin upacara. Telur menjadi simbol awal mula adanya kehidupan. Kemudian pengantin perempuan mencuci kaki pengantin laki-laki, sebagai simbol sikap bakti istri kepada suami. Acara diakhiri dengan pondhongan. Pengantin laki-laki dibantu salah satu bangsawan mengangkat pengantin wanita dan berjalan menuju depan Gedhong Prabayeksa untuk menerima ucapan selamat dari para tamu yang hadir.

Acara Tampa Kaya dan Dhahar Walimahan berlangsung di Kompleks bangunan Kasatriyan. Dalam acara Tampa Kaya pengantin laki-laki memberikan kantung berisi uang simbol dari biaya hidup keluarga yang nantinya akan diberikan suami kepada istri. Sedangkan dalam acara Dhahar Walimahan, pengantin berdua masing-masing makan tiga sendok makananyang sudah disediakan. Jika diamati dengan seksama maka akan nampak beda dengan tradisi yang ada di luar tembok keraton. Karena di luar, pengantin berdua saling menyuapi.

Upacara adat perkawinan keraton Yogyakarta, perkawinan Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hayu putri Sultan Hamengku Buwana X ke-4 dengan lelaki asal Kudus Kanjeng Pangeran Haryo (KPH) Notonegoro, 18 Oktober 2013, foto: Hugo M Satyapara
Pengantin melakukan kirab dengan kereta, perkawinan GKR Bandara

Acara Pahargyan didahului acara kirab. Zaman dulu hanya berlaku bagi putri sulung Sultan dengan mengelilingi beteng keraton. Namun kini diberlakukan untuk putri Sultan yang lainnya. Dalam acara Pahargyan, selain disuguhi aneka makanan, para tamu juga disuguhi tari Bedhaya Manten dan Beksan Lawung.

Keseluruhan rangkaian prosesi adat pernikahan ditutup dengan acara Pamitan. Simbol pengantin mulai menapaki hidup sendiri di luar lingkungan keraton.

Naskah & foto:Hugo M Satyapara



Artikel ini merupakan Hak Cipta yang dilindungi Undang Undang - Silahkan Mencopy Content dengan menyertakan Credit atau link website https://tembi.net - Rumah Sejarah dan Budaya


Baca Juga Artikel Lainnya :




Bale Inap Bale Dokumentasi Bale Karya Bale Rupa Yogyakarta