Arjuna (4) Menghadapi Musuh Sakti

Sesampainya di hadapan Arjuna, masing-masing bidadari menggoda, merayu dan menyergap Arjuna dengan kelebihannya masing-masing. Ada yang memamerkan lentik jari-jemarinya, ada yang memamerkan kehalusan kulitnya, ada yang memamerkan keindahan rambutnya.

Arjuna (4) Menghadapi Musuh Sakti

Daitya Niwatakawaca, di kaki selatan Gunung Sumeru bentengnya
Ada maksudnya memorak-porandakan kediaman Batara Indra
Karunia kesaktian telah diperolehnya
Takkan binasa ia oleh dewa, yaksa, maupun asura
“Hanya saja, jika ada manusia sakti, kau mesti waspada”
Demikian padanya berujar Batara
Kalut-kemelut segenap resi sorgaloka
Tak putus merembuk perkara begini genting

Cuplikan teks tersebut diambil dari terjemahan Serat Arjunawiwaha tulisan Empu Kanwa pada tahun 1019 Masehi. Adalah sosok Ditya Niwatakawaca, karena memperoleh kesaktian yang tidak akan binasa oleh dewa dan raksasa, maka ia ingin memorak-porandakan kahyangan, tempat bersemayam Batara Indra. Hal tersebut dilakukan karena keinginan Niwatakawaca melamar bidadari Supraba ditolak.

Para dewa kalang kabut menghadapi amukan Niwatakawaca, karena raksasa tersebut mempunyai kesaktian yang luar biasa, dan hanya dapat dikalahkan oleh kesaktian manusia. Maka kemudian Batara Indra mencari manusia sakti yang dapat menyelamatkan kahyangan Kaendran dari tangan Niwatakawaca.

Ketika pandangan mata Batara Indra ditebarkan di dunia Marcapada, ia melihat cahaya terang memancar dari Gunung Indrakila, tempat Arjuna membangun tapa dengan gelar Begawan Ciptoning Mintaraga. Inilah manusia yang dicari. Namun sebelum memilih Arjuna menjadi jagonya dewa menghadapi Niwatakawaca, terlebih dahulu Batara Indra akan menguji Arjuna.

Ujian pertama, Indra mengutus tujuh bidadari yang sangat cantik yaitu: Supraba, Tilotama, Gagarmayang, Surendra, Warsiki, Tunjung Biru serta Leleng Mulat, untuk menggoda dan merayu Arjuna agar menghentikan tapanya. Sebelum menjalankan tugasnya, ketujuh bidadari yang sudah cantik tersebut bersolek agar kecantikannya menjadi sempurna.

Sesampainya di hadapan Arjuna, masing-masing bidadari menggoda, merayu dan menyergap Arjuna dengan kelebihannya masing-masing. Ada yang memamerkan lentik jari-jemarinya, ada yang memamerkan kehalusan kulitnya, ada yang memamerkan keindahan rambutnya, ada yang memamerkan bibirnya yang sensual, ada yang memamerkan lekuk-lekuk tubuhnya yang seksi, ada yang memamerkan matanya yang bak ‘damar kanginan’ pelita tertiup angin, ada pula yang memamerkan pesona payudaranya. Namun Arjuna bergeming dengan godaan mereka.

Maka dengan kecewa dan kesal bidadari-bidadari tersebut kembali ke kahyangan Kaendran dan melaporkan bahwa usaha mereka gagal. Arjuna tetap teguh bertahan pada tapa-bratanya. Batara Indra pun tersenyum dalam hati, dan semakin yakin dengan keteguhan dan kesaktian Arjuna.

Ujian kedua, Batara Indra memutuskan untuk menggodanya sendiri dengan menyamar menjadi seorang kakek tua renta. Sesampainya di mulut goa, tempat Arjuna bertapa, tiba-tiba turunlah hujan yang sangat deras. Kakek jelmaan itu pun menggigil kedinginan. Arjuna iba melihatnya, maka disuruhnya sang kakek masuk dalam goa untuk menghangatkan badan.

Merasa kehadiraannya diterima dengan baik oleh Sang Tapa, maka kakek tersebut memberanikan diri untuk bertanya, mengapa Arjuna melakukan tapa? Dengan penuh hormat Arjuna pun menjawab, bahwa tujuannya bertapa, untuk memohon senjata-senjata sakti kepada Batara Siwa agar dapat membantu Yudhistira kakaknya, dalam merebut kembali kerajaannya dari Korawa dan kemudian dapat mensejahterakan rakyatnya. Sebelum mendapatkan pusaka sakti dari Batara Siwa, Arjuna tidak akan menghentikan tapanya.

Setelah mengetahui alasan tersebut, Indra ikut berharap agar Batara Siwa memberikan pusaka sakti kepada Arjuna dan Indra pun kembali ke kahyangan surga.

Niwatakawaca mencium gelagat bahwa Indra akan mengutus Arjuna, maka ia menyuruh patih Mamangmurka untuk merusak petapaan di Gunung Indrakila dan membunuh Arjuna. Dengan menyamar menjadi seekor celeng (babi hutan), Mamangmurka mengacak-acak hutan, merusak taman pertapaan Indrakila, serta berniat menghampiri Arjuna untuk membunuhnya.

Melihat celeng bukan sembarang celeng yang hendak menyerangnya, dengan sigap Arjuna mengambil panah pusaka dan melepaskannya tepat mengenai jantung celeng perusak itu. Dalam sekejap celeng itu mati. Arjuna berniat mengambil anak panah yang menembus badan si celeng. Namun terkejutlah Arjuna, ada tangan lain yang juga berniat mencabut anak panah itu.

“Ini panahku!”

“Ini panahku!!”

Naskah & lukisan:Herjaka HS



Artikel ini merupakan Hak Cipta yang dilindungi Undang Undang - Silahkan Mencopy Content dengan menyertakan Credit atau link website https://tembi.net - Rumah Sejarah dan Budaya


Baca Juga Artikel Lainnya :




Bale Inap Bale Dokumentasi Bale Karya Bale Rupa Yogyakarta