Seri Alat Dapur: Parud Sebagai Pengukur Kelapa (2)
Sebagian besar masyarakat masih percaya, bahwa rasa santan yang dihasilkan parud lebih berkualitas dibandingkan dengan hasil mesin giling kelapa.
Parud koleksi Museum Tembi Rumah Budaya Yogyakarta, foto: Suwandi
Kehadiran Parud dalam masyarakat Jawa dewasa ini boleh dikatakan tetap eksis, terutama di desa-desa. Sementara di sebagian kota besar, termasuk di pasar-pasar tradisional, parud sudah banyak tergantikan oleh mesin giling kelapa. Memang kehadiran mesin giling kelapa ini lebih efektif karena hemat tenaga dan waktu. Namun sebagian besar masyarakat masih percaya, bahwa rasa santan yang dihasilkan parud lebih berkualitas dibandingkan dengan hasil mesin giling kelapa. Itulah sebabnya, ada sebagian masyarakat yang terus menggunakan parutan kelapa untuk menghasilkan santan sayur.
Tidak hanya sebagai pengukur kelapa, ternyata parud juga bisa berfungsi untuk tlenan. Tlenan adalah alas kayu sebagai dasar atau landasan untuk meracik bumbu, misalnya memotong bumbu, sayuran, daging, dan sebagainya. Memang, salah satu sisi parud adalah kayu mulus tanpa kawat. Maka praktis parud juga sering dipakai sebagai pengganti tlenan, jika di dapur tidak dijumpai tlenan. Cara penggunaannya tinggal membalikkan parud pada sisi halus pada bagian atas..
Salah satu desa sentra produksi parud di DIY adalah Dusun Selorejo, Desa Sodo, Gunung Kidul. Di daerah ini ada sekitar 300 keluarga yang membuat kerajinan parud. Sementara pemasaran dilakukan hingga luar DIY. Di pasar-pasar tradisional, harga satu parud sekitar Rp 5.000. Parud kayu ini bisa tahan sampai 5 tahun.
Perajin parud di Desa Sodo Gunung Kidul, foto: desasodo.com
Pada parud yang masih baru, agar tidak begitu tajam dan membahayakan bagi para kaum hawa saat memarut kelapa, biasanya bagian paku kawat diberi daun pisang terlebih dahulu dan kemudian baru digilas dengan alat pipisan. Alat pipisan terbuat dari batu berbentuk silinder, berdiameter 7-10 cm dan panjang sekitar 15-20 cm. Parud termasuk alat masak yang tajam dan sering melukai para penghuni dapur jika mereka tidak hati-hati saat mengukur kelapa.
Jika parud kelapa sudah tidak tajam lagi, dan gigi-gigi kawatnya sudah banyak yang lepas, maka penggunaannya hanya tinggal sebagai tlenan, atau dibuang begitu saja.
Suwandi
Sumber: Buku “Dapur dan Alat-Alat Memasak Tradisional DIY”, Sumintarsih, dkk, Departemen P&K, 1990/1991; Kamus “Baoesastra Djawa”, WJS. Poerwadarminta, 1939, JB. Wolters’ Uitgevers-Maatschappij NV Groningen Batavia; desasodo.com; wawancara, dan pengalaman pribadi
Artikel ini merupakan Hak Cipta yang dilindungi Undang Undang - Silahkan Mencopy Content dengan menyertakan Credit atau link website https://tembi.net - Rumah Sejarah dan Budaya
Baca Juga Artikel Lainnya :
- Kukusan, Tempat untuk Menanak Nasi (Alat Dapur-12)(29/04)
- Tempuran Sungai Bedog-Progo, di Yogyakarta, Salah Satu Petilasan Ki Ageng Mangir(25/04)
- Kendhi, Tempat Air Pelepas Dahaga (2) (Alat Dapur-11)(11/04)
- Kendhi, Tempat Air Pelepas Dahaga (Alat Dapur-11)(04/04)
- Cowek, Spesialis untuk Melumatkan Bumbu dan Sambal (2)(28/03)
- Cowek, Spesialis untuk Melumatkan Bumbu dan Sambal (Alat Dapur-10)(21/03)
- Si Kaset yang Sudah Berada di Ambang Purnabakti(15/03)
- DOLANAN UDHING-2 (PERMAINAN ANAK TRADISIONAL-72)(20/12)
- DOLANAN UDHING-1 (PERMAINAN ANAK TRADISIONAL-72)(13/12)
- DOLANAN LUMPAT TALI-2 (PERMAINAN ANAK TRADISIONAL-71)(06/12)