Tembi

Bale-dokumentasi-aneka-rupa»ALAT MEMBATIK: GAWANGAN DAN DHINGKLIK BATIK (8)

27 Jan 2009 10:48:00

Ensiklopedi

ALAT MEMBATIK: GAWANGAN DAN DHINGKLIK
BATIK (8)

Hampir dapat dipastikan, ketika seseorang pembatik yang umumnya adalah kaum wanita, ketika sedang melakukan proses membatik manual (batik tulis) memerlukan beberapa alat seperti canthing, gawangan, dhingklik, anglo, wajan kecil, dan sebagainya. Jika pada edisi sebelumnya sedikit banyak sudah diuraikan bab alat canthing, maka pada edisi kali ini mencoba membahas seputar alat membatik lain berupa gawangan dan dhingklik. Kedua alat ini termasuk juga penting keberadaannya dan harus ada ketika seseorang sedang melakukan kegiatan membatik. Kehadiran kedua alat ini sebenarnya untuk memudahkan proses membatik, khususnya saat membuat pola batik hingga menorehkan canthing berisi lilin atau malam ke kain yang sudah tergambar pola-pola batik.

Gawangan menurut pengertiannya adalah sebuah alat bantu dalam membatik berbentuk menyerupai gawang dengan dua kaki di kanan dan kiri yang berfungsi sebagai penyangga sebuah bilah atau pilar. Kadang-kadang jumlah pilar atau bilah lebih dari satu. Tinggi gawangan sekitar 50 cm dan panjang bilah sekitar 1 meter. Alat membatik ini biasanya terbuat dari bahan besi, kayu, atau bambu.Ketiga bahan tersebut sering dijumpai di sentra-sentra batik maupun di museum-museum yang mempunyai koleksi tentang perbatikan. Gawangan yang terbuat dari besi biasanya lebih awet, namun biaya pembuatan cukup mahal. Sebaliknya gawangan yang terbuat dari kayu atau bambu lebih cepat rusak, namun biaya pembuatan lebih murah. Di sentra-sentra kerajinan batik tulis, khususnya yang berada di pedesaan, kebanyakan ditemui gawangan yang terbuat dari kayu atau bambu. Sementara di sentra-sentra kerajinan batik tulis di perkotaan dengan modal besar, telah menggunakan gawangan terbuat dari besi.

Fungsi utama gawangan tentu saja sebagai tempat untuk menaruh kain yang akan diberi pola batik dan proses pembatikan awal, yakni menorehkan lilin atau malam ke kain dengan alat bantuan canthing. Kain yang akan diberi pola atau proses pembatikan pada umumnya disampirkan ke gawangan. Setelah itu pembatik bisa memulai dari ujung kain untuk kemudian memberi pola dan melakukan proses pembatikan awal. Demikian seterusnya hingga proses pembuatan pola dan pembatikan awal selesai dilakukan.

Sementara alat bantu membatik berupa dhingklik sebenarnya berfungsi sebagai tempat duduk bagi para pembatik. Fungsi alat dhingklik sama dengan kursi, sebagai tempat duduk, hanya saja dhingklik biasanya tidak ada sandarannya. Alat yang satu ini pun biasanya juga dibuat dari bahan kayu atau bambu. Tinggi dhingklik bervariasi, mulai dari 5 cm hingga 15 cm, disesuaikan dengan postur tinggi pembatik dan sedapat mungkin membuat nyaman bagi yang duduk. Dengan duduk di dhingklik ini memungkinkan para pembatik lebih leluasa melakukan membatik. Namun demikian, ada kalanya pembatik tidak duduk memakai dhingklik, tetapi duduk lesehan di lantai beralaskan tikar.

Jadi, hadirnya dua alat bantu membatik ini hanyalah suatu usaha untuk memudahkan proses membatik yang sering dilakukan oleh para perajin batik tulis yang sering dijumpai di sentra-sentra batik di berbagai tempat di Jawa. Bisa jadi, di tempat lain nama kedua alat tersebut berbeda.

Teks dan foto : Suwandi/tembi




Artikel Lainnya :



Bale Inap Bale Dokumentasi Bale Karya Bale Rupa Yogyakarta