Warung-Warung di Bawah Pohon

Warung-Warung di Bawah Pohon

Nama warung makan di Yogya kebanyakan memakai nama pemiliknya, yang biasanya diawali dengan pak atau bu. Lainnya --sepertinya ini kecenderungan di banyak tempat-- memakai nama yang terkait dengan makanan atau asosiasinya. Ada pula nama warung yang menggambarkan lokasi. Di antara kekhasan yang disebut terakhir ini adalah lokasi di bawah pohon, ‘ngisor uwit’. Kata ‘ngisor’ biasa disingkat jadi ‘sor’.

Warung yang memakai nama ‘Sor’ cukup sering ditemui. Pohon-pohon yang diacu sebagai nama umumnya tergolong pohon-pohon yang rindang dan meneduhkan, seperti beringin, sawo, dan semacamnya. Jadilah nama ‘Sor Ringin’ dan ‘Sor Sawo’. Sebuah warung kopi di Jalan Wahidin, misalnya, menyebut dirinya sebagai Warung Kopi ‘Soringin’.

Ada pula warung soto sapi di Jalan Suprapto, Ngampilan, yang bernama Sate Sapi ‘Sor Sawo’. Di depan warung pak Narno ini tumbuh sebatang pohon sawo. Menurut warga, pohon sawo ini sudah ada sejak tahun 1980-an ketika lokasi ini masih berupa rel kereta api dan belum ada jalan besar. Warung pak Narno sendiri baru buka sekitar 5 tahunan yang lalu.

Warung-Warung di Bawah Pohon

Warung lainnya memakai nama ‘Sor Talok’ karena terletak di bawah pohon talok seperti warung sate Suharto di Jalan Ring Road Timur Manding. Nama ini, kata pak Harto (46 tahun), diberikan oleh para pelanggannya. Sebelumnya ia membuka warung yang memakai namanya, Harto, di selatan perempatan Manding, yang lantas tutup akibat gempa pada tahun 2006. Pada 2007, pria Lampung ini membuka warung di lokasi yang baru, dekat dengan Dusun Code, tempat asal istrinya. Ia hanya mencantumkan warung sate sebagai identitas warungnya. Saat itu pohon talok di sisi warungnya berusia sekitar 3 tahun tapi sudah tumbuh menjadi pohon yang rindang. Beberapa pembeli yang tetap setia dengan sate kambingnya mengusulkan nama ‘Sor Talok’, yang lantas dijadikan nama resminya. Kini dahan pohon tersebut telah melebar, dan kian meneduhkan.

Fungsi pohon yang meneduhkan menjadi alasan Tri Wiyoto (44 tahun) untuk memilih nama warungnya. Warung susu sapi pak Tri terletak di halaman Rumah Sakit Panembahan Senopati, Jebugan. Ia menamakan warungnya sebagai Kedai Susu Segar ‘Sor Klengkeng’. Di ruangan terbuka, disediakan sebuah meja panjang untuk pembelinya di bawah pohon kelengkeng yang rimbun. Duduk di situ dijamin nyaman karena sebaran udara yang lepas, dan tentu saja, teduh karena naungan rimbunan daunnya yang melebar.

Warung-Warung di Bawah Pohon

Kata pak Tri, nama itu dipilihnya karena keteduhan yang diberikan pohon kelengkeng. “Pohonnya besar dan bentuknya seperti payung, jadi membuat teduh,” jelasnya. Malah menurut pak Tri, saking rimbunnya, daun-daunnya bisa menahan tetesan gerimis hujan.

Pohon kelengkeng ini memang cukup besar. Ketika pak Tri, yang berasal dari Sukaharjo, tiba di tempat ini sekitar 21 tahun yang lalu, pohon ini sudah ada. Ia menduga usia pohon ini mungkin sekitar 25 tahun lebih. Pak Tri sangat mengenal pohon tersebut karena ia termasuk salah satu tenaga kesehatan di rumah sakit ini. Lelaki yang juga ahli massage ini membuka warungnya sejak pukul 5 sore hingga pukul 2 atau 3 dinihari. Minum susu hangat di tempat ini pada malam hari rasanya nyaman dan ‘isis’.

Pemberian nama pohon pada warung cukup menarik karena semacam pengakuan atas eksistensi pohon itu, juga semacam apresiasi terhadap fungsi pohon tersebut. Biasanya tampilan warung-warung di bawah pohon ini sederhana, tidak mewah, kesannya malah lebih ‘gathuk’.

Warung-Warung di Bawah Pohon

Pohon juga sekaligus sebagai penanda letak. Di awal berdirinya mungkin seperti itu. Warung sate ‘Munggur’ di Jalan Godean ada pohon munggurnya. Atau warung sate pak Tris di Kronggahan, meski memakai nama resmi warung sate ‘Pak Tris’ tapi juga tetap dikenal dengan sebutan warung sate ‘sor ringin’. Pemberian nama pohon pada warung mungkin lanjutan dari jaman dulu sebagai bentuk praktis percakapan keseharian.

barata


Artikel Lainnya :


Bale Inap Bale Dokumentasi Bale Karya Bale Rupa Yogyakarta