Goyang Puisi Dangdut di Taman Budaya Yogya

Pertunjukan Sastra Dangdut yang digelar oleh Dewan Teater Yogyakartaini, setidaknya bisa dimengerti sebagai upaya seniman teater untuk melakukan eksperimentasi dengan memadukan pembacaan puisidengan musik dangdut.

Joko Budhiarto dengan beberepa penyanyi dangdut dan seorang pesinden tampil dalam acara ‘Baca Puisik dan Orkes Dangdut di Taman Budaya Yogyakarta, foto: Tegoeg
Joko Budhiarto membaca puisidiiringi joget dangdut

Puisi dan musik dangdut dua hal yang berbeda. Keduanya memiliki karakter yang tidak sama. Namun, dalam perhelatan yang diberi tajuk ‘Baca Puisi dan Orkes Dangdut’ keduanya bisa dikolaborasikan, seperti dilakukan pada Kamis 30 Januari 2014 di panggung terbuka Taman Budaya Yogyakarta. Sejumlah puisidibacakan dipadukan dengan musik dangdut yang diiringi electone.

Para pembaca puisimemang bukan hanya penyair, melainkan ada pelawak dan pemain teater, juga wartawan. Tentu saja, ada yang tidak nyambung antara puisiyang dibacakan dengan musik atau lagu pengiringnya. Apalagi yang bergoyang bukan pembaca puisi, melainkan penyanyi dangdutnya.

Satu puisiyang berjudul ‘Megatruh’ karya penyair (alm) Angger Jati Wijaya, dibacakan oleh Dewo, yang dikenal sebagai pelawak sekaligus pembawa acara, dengan didampingi lagu dangdut yang lagi populer, ‘Kereta Malam’, sementara beberapa bait puisinya mengkritik soal korupsi.

Apalagi Dewo dalam membaca puisimengenakan tutup muka, laiknya seorang teroris tertangkap, sehingga yang terlihat hanya matanya. Bagi yang tidak mengenali, mungkin tidak akan tahu bahwa yang sedang membaca puisiadalah Dewo.

Dua pelawak sekaligus dikenal sebagai MC di Yogya, yang ikut membacakan puisinya ialah Bambang Gundul dan Sugeng Iwak Bandeng. Sudah bisa diduga, keduanya tidak bergoyang, melainkan membanyol, sehingga membaca puisisambil melawak dan menyulut efek lucu.

Jadi, antara puisidan musik dangdut berjalan sendiri, ditambah lagi dagelan. Sesungguhnya, memadukan puisi dengan musik dangdut tidak saling bisa ketemu, karena memang keduanya memiliki watak dan warna yang sulit untuk disatukan. Bukannya tidak boleh memadukan keduanya. Hanya saja, ketika dipaksakan, yang tampak seperti parodi, sehingga membaca puisikritik sosial dilengkapi goyang dangdut.

Kocil membaca <a href='https://tembi.net/en/news/berita-budaya/goyang-puisi-dangdut-di-taman-budaya-yogya-5566.html'> puisi</a>diiringi goyang penyanyi dangdut dalam acara ‘Baca Puisi dan Orkes Dangdut di Taman Budaya, foto: Tegoeh
Dewo membaca puisidengan muka tertutup

Selain dangdut, ada penampil yang membaca geguritan dengan dipadukan campursari seperti yang dilakukan Joko Budhiarto, seorang wartawan dari salah satu surat kabar di Yogya. Joko, demikian panggilannya, membaca puisilaiknya penyair membaca puisidengan membawa teks, dan penyanyi campursari melantunkan lagu sambil bergoyang.

Persis pula seperti apa yang dilakukan Kocil. Ia mengenakan topi sambil membaca puisi, dan seorang penyanyi melantunkan lagu dangdut sambil bergoyang. Yang menyanyi terus melantunkan lagu, yang membaca puisi seperti tak peduli, terus membaca puisi, meski disampingnya ada seorang menyanyi.

Jadi, yang terasa terlihat bukan kolaborasi antara pembacaan puisidan musik dangdut, tetapi pentas bersama di panggung yang sama.

Pertunjukan Sastra Dangdut yang digelar oleh Dewan Teater Yogyakartaini, setidaknya bisa dimengerti sebagai upaya seniman teater untuk melakukan eksperimentasi dengan memadukan pembacaan puisidengan musik dangdut.

Iman Budhi Santosa, penyair Yogya yang aktif sejak Persada Studi Klub asuhan Umbu Landu Paranggi, dan hingga kini masih produktif menulis puisi, secara berkelakar mengatakan, bahwa puisi dangdut mungkin serupa menu baru, semacam thiwul yang dipadu dengan spaghetti.

“Memadukan puisidengan dangdut, bagi saya pribadi, mengingatkan pada kicau kepodang diantara ritmis (rintih) kedasih yang membuat sebuah makam kuno tampak menyerupai museum tua sekaligus gedung pertunjukan kesenian modern bernama Taman Budaya pada sebuah zaman yang tidak harus dijelaskan melalui angka-angka,” kata Iman Budhi Santosa.

Dewo membaca <a href='https://tembi.net/en/news/berita-budaya/goyang-puisi-dangdut-di-taman-budaya-yogya-5566.html'> puisi</a>berjudul “Megatruh’ karya Angger Jati Wijaya dengan mengenakan penutup kepala dalam acara ‘Baca Puisi dan Orkes Dangdut di Taman Budaya Yogyakarta, foto: Tegoeh
Kocil membaca, penyanyi dangdut bergoyang

Ons Untoro
foto:Tegoeh



Artikel ini merupakan Hak Cipta yang dilindungi Undang Undang - Silahkan Mencopy Content dengan menyertakan Credit atau link website https://tembi.net - Rumah Sejarah dan Budaya


Baca Juga Artikel Lainnya :




Radio KombiRadio Kombi [ ON AIR ] Sign Up| Lost Password
What is Kombi?
Bale Inap Bale Dokumentasi Bale Karya Bale Rupa Yogyakarta