Citraksi dan Citraksa, Gagap Berbicara dan Bertindak
11 Jan 2016
Dari seratus anak Dewi Gendari, hasil pernikahannya dengan Adipati Destarastra, dua diantaranya lahir kembar, yang diberi nama Citraksa dan Citraksi. Kedua tokoh ini tidak pernah menjadi tokoh utama dalam keseluhuran kisah Mahabarata, seperti halnya Duryudana dan Dursasana. Namun pada setiap pakeliran yang melibatkan Duryudana mereka berdua selalu ada.
Walaupun kemunculannya tidak berpengaruh langsung pada lakon yang dibeberkan, rupanya para dalang mempunyai kewajiban untuk memunculkan si kembar ini pada adegan jejer Hastinapura, ‘paseban njawi’ dan ‘perang gagal.’ Hal tersebut dikarenakan kedua tokoh ini mempunyai sifat bawaan yang lucu, berlagak sok tahu, sok pemberani, grusah-grusuh, bicaranya gagap, suaranya kecil dan ngotot, sehingga sang dalang memakai kekonyolan-kekonyolannya untuk bumbu pakeliran agar segar dan menghibur.
Salah satu contoh kekonyolan Citraksi dalam pakeliran yang dibawakan Ki Suparman, dalang Kondang dekade 70-an, kurang lebih demikian:
“Seger Man” (Man, adalah kebiasaan Citraksi memanggil Patih Sengkuni, pamannya)
“We lha bocah iki saka ngendi?
“Saking belik Man, adus… Seger!”
“Wong kancane padha perang dheweke malah adus”
“Pripun Man”
“Kanca-kancamu padha kalah perang. Saiki tak dhawuhi, kae Antasena dipateni”
“Sendika Man”
“Whe lha ana apa bocah iki, biasane yen lagi krungu jenenge Antasena wae wis muntir keweden. Lan golek alasan supaya ora perang karo Antasena. Lha iki mau kok langsung njranthal mangkat, nganeh-anehi”
“Pun Man… beres”
“Lho kok cepet Citraksi, Antasena wis kok pateni?”
“Nun?”
“Antasena wis kok pateni?”
“Paman wau dhawuh napa?”
“Citraksi, kanca-kancamu padha kalah, saiki kowe tak dhawuhi, kae Antasena dipateni”
“Adhuh Man… krungu kula, Citraksi kowe tak dhawuhi, kae wit nangka ditegori”
Masih banyak adegan yang mengundang tawa dari tokoh Citraksi dan Citraksa ini. Ada anggapan bahwa watak gagap bicara dan juga gagap bertindak yang dimiliki Citraksa Citraksi representasi dari para Kurawa, saudara-saudaranya yang berjumlah seratus, terutama para Kurawa yang tidak pernah muncul dalam pakeliran.
Dalam perang Baratayuda, setelah Abimanyu gugur, Arjuna mengamuk dan menewaskan banyak prajurit, termasuk Citraksa, Citraksi. Versi lain mengatakan bahwa Citraksi selamat. Karena saking takutnya melihat kedahsyatan Arjuna, ia dengan diam-diam meninggalkan medan perang. Hingga Baratayuda berakhir Citraksi masih hidup, ia berpindah-pindah tempat dari satu negara ke negara yang lain. Diantaranya adalah negara yang masih berdiri kokoh sesudah perang Baratayuda yaitu Mandraraka.
Herjaka HS
EDUKASI
Baca Juga
- 13-01-16
Buku berbahasa dan beraksara Jawa ini dikarang oleh orang Jepang T Murakami tahun 1945 (dalam naskah asli tertulis tahun Jepang 2605) yang...
more »
- 12-01-16
Foto tersebut adalah Gapura Bajang Ratu, salah satu sisa peninggalan Keraton Majapahit. Foto ini dibuat pada kisaran tahun 1930-an. Tampaknya...
more »
- 09-01-16
Rendi tidak menyangka sama sekali, ketika mengikuti kegiatan ontheling di Tembi bersama grupnya dari PT Unilever Jakarta...
more »
- 09-01-16
Denmas Bekel 9 Januari 2016
more »
- 08-01-16
Judul : Mereka yang Terlupakan. Memoar Rahmat Shigeru Ono. Bekas Tentara Jepang yang memihak Republik
Penulis : Eiichi...
more »
- 08-01-16
Pada Minggu 20 Desember 2015, Tembi Rumah Budaya mendapat kunjungan dari para pelajar SMP Al-Azhar Jakarta yang berjumlah 165 orang. Mereka...
more »
- 07-01-16
Situs Watu Wedok adalah salah satu situs atau petilasan yang berada di tengah perbukitan yang menjadi kawasan agrowisata Karangtengah, Imogiri,...
more »
- 06-01-16
Pepatah Jawa tersebut secara harafiah berarti memejamkan mata yang terbuka, menulikan telinga yang mendengar.
Pepatah ini secara lebih luas ingin...
more »
- 05-01-16
Getas Banjaran atau Getah Banjaran adalah sosok yang mempunyai ujud aneh dan tidak lazim. Bagaimana tidak aneh? Badannya raksasa tetapi kepalanya...
more »
- 05-01-16
Buku ini berisi foto-foto (beserta keterangannya) tentang perjuangan bangsa Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaan, terutama pada masa Agresi...
more »
Artikel Terbaru
- 13-01-16
Kenangan dan penghargaan atas keberadaan gunung bisa saja dilakukan melalui kuliner. Mengapa tidak ? hal itulah yang dilakukan Warung Dhahar (WD)...
more »
- 13-01-16
Buku berbahasa dan beraksara Jawa ini dikarang oleh orang Jepang T Murakami tahun 1945 (dalam naskah asli tertulis tahun Jepang 2605) yang...
more »
- 12-01-16
Foto tersebut adalah Gapura Bajang Ratu, salah satu sisa peninggalan Keraton Majapahit. Foto ini dibuat pada kisaran tahun 1930-an. Tampaknya...
more »
- 12-01-16
Nugroho, ganjaran, peparing atau anugerah adalah ‘kabegjan’ yang diberikan Tuhan kepada umatnya. Turunnya nugroho bukan karena prestasi...
more »
- 11-01-16
Dari seratus anak Dewi Gendari, hasil pernikahannya dengan Adipati Destarastra, dua diantaranya lahir kembar, yang diberi nama Citraksa dan...
more »
- 11-01-16
Pada Kamis Legi, 7 Januari 2016, waktu sore hari, Kadipaten Pura Paku Alaman Yogyakarta menggelar Kirab Ageng Kangjeng Gusti Pangeran Adipati Arya...
more »
- 11-01-16
Para tokoh tingkat nasional, yang kini sudah tiada, yang dulu pernah berproses di Yogyakarta, bisa ditemukan di dinding Waroeng Bu Ageng, Jalan...
more »
- 09-01-16
Perhitungan ini sering disebut perhitungan Panca Suda. Panca = 5 dan suda = kurang. Maksudnya 5 dikurangi 1 atau 5 kurang 1 sama dengan 4. Ada empat...
more »
- 09-01-16
Rendi tidak menyangka sama sekali, ketika mengikuti kegiatan ontheling di Tembi bersama grupnya dari PT Unilever Jakarta...
more »
- 09-01-16
Denmas Bekel 9 Januari 2016
more »