Sastra Ambyar dalam Peringatan 3 Tahum Folk Mataram Institute
Author:editorTembi / Date:01-07-2014 / Suara saling saut terdengar mengomentari pembacaan puisi, bahkan pembaca bisa ikut komentar menimpali. Kisah sastra ambyar ini menjadi terasa unik, karena memberi kesan akrab, dan kehadiran puisi tidak terlalu penting.
Krisbudiman membaca puisi sambil
duduk di dalam almari
Folk Mataram Institute, yang lebih dikenal dengan singkatan FMI, merupakan komunitas Facebooker, yang mempunyai beragam aktivitas, dan tak bisa dipisahkan dari musik. Anggotanya dari beragam latar belakang dan mereka selalu akrab dalam setiap pertemuan. Ada istilah-sitilah yang unik untuk menandai perasahabatan dan istilah itu seolah khas ‘milik’ FMI, misalnya mitilihir, ambyar dan sebagainya.
Kata ambyar untuk menandai barang yang pecah berkeping-keping, sehingga ketika mendengar kata itu, kita segera bisa membayangkan. Tetapi, kata ambyar oleh FMI untuk menandai satu situasi yang cair, bahkan sangat cair sehinga satu sama lain dalam kerumunan menjadi terasa tak bersekat.
Pada peringatan 3 tahun FMI, yang diberi label ‘FMI Bertutur” Rabu malam 25 Juni 2013 di Sangkring, Nitiprayan, Ngestiharjo, Kasihan, Bantul, Yogyakarta, diisi dengan pembacaan puisi, dalam situasi yang santai, cair. Dalam istilah FMI sebagai ambyar, sehingga kita bisa menandai pembacaan puisinya sebagai sastra ambyar.
Pembacaan puisi yang dilakukan oleh anak-anak mempertegas situasi ambyar itu. Suara saling saut terdengar mengomentari pembacaan puisi, bahkan pembaca bisa ikut komentar menimpali. Kisah sastra ambyar ini menjadi terasa unik, karena memberi kesan akrab, dan kehadiran puisi tidak terlalu penting.
Anggap saja puisi hanya sampingan dari pergaulan yang akrab, cair dan tanpa sekat. Kultur yang terbuka dalam situasi ambyar, memberi penekanan pada kebersamaan dan yang lain hanyalah pelengkap. Karena itu, ketika puisi dibacakan, oleh anak-anak atau orang dewasa, sekadar untuk menandai bagaimana kebersamaan itu dijalankan.
Rudi Yesus membaca puisi sambil jegang
Maka, ketika Rudi Yesus, seorang penyair, membaca puisi dengan (agak) serius sambil duduk di kursi dan kakinya ditopangkan pada bagian kursi, yang dalam bahasa Jawa disebut jegang, dianggapnya sedang bermain-main. Keseriusan adalah bagian dari main-main.
Hal yang sama juga dilakukan oleh Krisbudiman, seorang penyair sekaligus pengajar di Pasca Sarjana UGM, membacakan dua puisi karyanya masing-masing berjudul ‘Fragmen prosa dari Bumen’ dan ‘Frgamen prosa dari Sopingen’, sambil duduk di dalam lemari kuno, dan cahaya lampu menyorot wajah Krisbudiman.
Ia membaca puisi tidak terlalu serius, bahkan cenderung bermain-main, atau malah memadukan antara serius dan main-main. Mungkin dia sadar, dalam situasi ambyar, tidak perlu tampil terlalu formal. Kaos merah yang dikenakan dan puisi yang dibacakan dengan santai memberikan pesan memadukan antara serius dan main-main,
Dari penampilan Krisbudiman dan Rudi Yesus, keduanya seperti hendak mengembalikan bagaimana puisi, sebagai karya sastra hendak ditampilkan di depan publik. Bahwa membaca puisi menganggap penting kehadiran puisi. Bukan yang penting malah kehadirannya itu sendiri. Kehadiran Kris dan Rudi, demikian panggilan keduanya penyair itu, seperti hendak membekukan situasi ambyar, tetapi sudah terlanjur berkeping, sehingga sulit untuk dikentalkan.
Yang khas dari penampilan ambyar seperti apa yang dilakukan Sumobagor. Ia sungguh menempatkan kehadiran yang terpenting, bukan memadukan puisi dan kehadiran. Puisi yang dibacakan hanyalah sampiran untuk memperteguh situasi ambyar. Apa yang dia lakukan memang bisa kita nikmati sebagai sastra ambyar.
Kehangatan dalam pertemuan FMI, lebih-lebih pada perhelatan usia 3 tahun, memang sangat terasa, dan hal itulah yang lebih penting. Situasi ambyar adalah atmosfir dari kehangatan dan keakraban yang selama ini mewarnai setiap pertemuan Folk Mataram Institute (FMI).
Ons Untoro
Foto: Umi Kulsum
Latest News
- 04-07-14
Mangan Kanggo Urip O
Pada intinya kebutuhan makan memang digunakan untuk menyelenggarakan hidup atau kehidupan. Tapi, makan bukan tujuan utama dari hidup. Makan merupakan... more » - 04-07-14
Taman Seni Rupa dari
Ruang pameran Artjog 2014 di Taman Budaya Yogyakarta, laiknya seperti tempat wisata, dimana setiap orang yang berkunjung mengabadikan diri dengan... more » - 04-07-14
Konser Musik Warna-W
Kali ini Fombi menggandeng pemusik-pemusik muda belia (usia SD-SMP) yang tergabung dalam AMARI (Ansambel Anak dan Remaja) Yogya untuk berkiprah.... more » - 03-07-14
Serat Jayengbaya
Judul : Serat Jayengbaya Penulis : R.Ng. Ranggawarsita Alih aksara dan bahasa : L. Mardiwarsito Penerbit : Balai Pustaka, 1988,... more » - 03-07-14
Rainforest World Mus
Gelaran Rainforest World Music Festival 2014 (RWMF) yang berlangsung di Sarawak Cultural Village pada tanggal 20-22 Juni menghadirkan banyak musisi... more » - 03-07-14
Rainforest World Mus
Dalam waktu singkat, panggung menjadi sangat semarak. Sesi penutup ini sekaligus menjadi salam perpisahan RWMF 2014. Sebuah momen yang mengharukan... more » - 02-07-14
Rainforest World Mus
Grup musik asal Afrika, Dademba yang membawakan jenis musik menghentak khas Afrika, menutup pertunjukan hari kedua festival yang menjadi barometer... more » - 02-07-14
Sarawak Cultural Vil
Sarawak Cultural Village semakin menjadi tempat favorit para wisatawan saat menjadi rumah bagi Rainforest World Music Festival (RWMF) sejak 17 tahun... more » - 02-07-14
Keceriaan Olah Perma
Ada beberapa jenis game yang mereka ikuti, di antaranya: estafet bola, kipas balon, jepit balon, memasukkan bendera dalam botol serta mencocokkan... more » - 01-07-14
Kapi Kingkin, Seekor
Yuyu Kingkin merupakan ‘anak pujan’ dari Batara Rekatatama dan dititipkan kepada Sugriwa, raja kera kerajaan Goa Kiskenda. Sebelumnya ia tidak... more »