Macapatan Malam Rabu Pon Putaran ke-134: Siksa di Neraka
Author:editorTembi / Date:27-01-2015 / Dialog antara Nabi Isa dan Raja Ngesam perihal kehidupan dalam hubungannya dengan kematian sesungguhnya adalah sebuah ‘pepeling’ (pengingat) bagi manusia yang masih hidup agar dapat menjalani hidup di dunia ini dengan baik dan benar.
Karawitan Muda Laras dari Parangtritis Bantul meramaikan
Macapat Malen Rabu Pon putaran ke-134 di
Tembi Rumah Budaya
Nabi Isa menangis sedih mendengar cerita ‘pathak’ atau tengkorak kepala seorang Raja Ngesam yang telah meninggal 470 tahun lalu. Inti dari cerita tersebut adalah bahwa Raja Ngesam melihat keadaan di neraka yang mengerikan dan menyedihkan. Bermacam-macam siksa dilakukan oleh malaekat kepada orang-orang durhaka dan penyembah berhala. Ada yang badannya dililit ular, ada yang bibirnya digigit ular. Ada yang lehernya diikat rantai, ada yang disabet rantai. Sementara itu malaekat tidak henti-hentinya memukulkan gadanya kepada mereka, sehingga kulit mereka mengelupas. Demikian kisah yang ditulis dalam bentuk sastra macapat pada Serat Centhini seperti cuplikan berikut ini:
PUPUH 300
15. Inggih Gusti Nabi Ngisa
amba sumêrap pribadi
tiyang kang wontên naraka
warna-warna siksanèki
wontên sawêr gêng nênggih
amblêbêt awak sakojur
tansah pinulêt ngula
sarta lambe cinakoti
myang malekat tan kêndhat nggadani sirah
16. Sarta amêlèhkên ika
ring malekat sami anggada
malaekat sadayèki
jaluka tulung sirèki
kang sira sêmbah nguni
nalika nèng donya iku
kayu watu kang koksêmbah
ing saiki ana ngêndi
lah jaluka salamêt kang sira sêmbah
17. Malaekat sigra nyandhak
ing rante wêsi tinarik
rante pitungpuluh hasta
kang anjirêt gulu iring
sinabêtakên aglis
jinungkirkên rainipun
kulit daging malêsat
malaekat ngucap wêngis
lah ta iki walêse wong kang duraka
18. Yata wau Nabi Ngisa
miyarsa aturirèki
pathak ratu Sam ing kuna
nalika wontên yumani
sakala Kangjêng Nabi
Ngisa nuli nangis asru
kagagas myarsa turnya
pathak agya matur aris
Allah Gusti sampun paduka karuna
19. Dèrèng têlas aturamba
adhuh Gusti Kangjêng Nabi
tingkahipun tyang duraka
kang wontên naraka Gusti
ambyarsa matur malih
kagyat Nabi Ngisa ngrungu
ature punang pathak
kèndêl tangise nJêng Nabi
lir maskentir ature lamun kapyarsa
Kertadiharjo (70) nekad menerobos hujam untuk hadir pada macapatan
Kisah lanjutan dialog tersebut telah ditembangkan diacara macapat Malen Rabu Pon di Tembi Rumah Budaya putaran ke-134 pada 13 Januari 2015. Dialog antara Nabi Isa dan Raja Ngesam perihal kehidupan dalam hubungannya dengan kematian sesungguhnya adalah sebuah ‘pepeling’ (pengingat) bagi manusia yang masih hidup agar dapat menjalani hidup di dunia ini dengan baik dan benar.
Namun sayang, dikarenakan hujan turun sejak siang, pada malam itu ketika ‘pepeling’ yang mengingatkan manusia pada Sang Sumber kehidupan itu ditembangkan, tidak banyak para pecinta macapat yang mendengarkan. Hal tersebut terutama karena sebagian besar dari para pencinta macapat telah berusia lanjut sehingga akan jatuh sakit jika kehujanan.
Toh, ada beberapa yang memberanikan diri menerobos hujan, salah satunya adalah Bapak Kertadiharjo (70) pecinta macapat dari Parangtritis. Bagi dirinya hujan bukanlah halangan untuk terus mencintai kesenian macapat. Sejak ia kecil, hujan selalu setia datang pada musimnya, dan ia pun ingin meneladani hujan, akan selalu setia datang pada macapatan di Tembi. Bahkan pernah terungkap jika macapatan rutin setiap 35 hari sekali ini diperpendek menjadi setiap malam Rabu, seminggu sekali pun Bapak Kerto menyanggupi akan selalu datang.
Perbincangan dua pemandu macapatan Ign Wahono (kiri)
dan Angger Sukisno (kanan) membuat Ponijah (tengah),
artis ketoprak, tersenyum
Kertodiharjo bukanlah satu-satunya pecinta macapat yang bersemangat besar. Ada beberapa orang dari generasi tua yang bersemangat seperti Bapak Kerto. Semangat untuk selalu datang, semangat untuk mendengarkan dan tentunya juga bersemangat untuk nembang. Datang, mendengarkan dan nembang adalah tahapan yang dilalui oleh para pecinta macapat. Bagi mereka yang melalui tahapan tersebut, khususnya pada acara Macapatan Malam Rabu Pon putaran ke-134 malam itu, mereka akan ikut mendengarkan dan merasakan cerita Pathak Raja Ngesam perihal manusia yang hidupnya duraka karena tidak menyembah Allah.
Sebuah pepeling bernilai tinggi dan berharga bagi kehidupan semesta yang hanya didapat oleh orang-orang bersemangat yang berani menerobas derasnya hujan.
Sukini, pesinden Karawitan Muda Laras
Acara yang hanya dihadiri 30-an orang termasuk para pengrawit tersebut tetap semarak riang karena dipandu oleh Angger Sukisno dan Ign Wahono serta dimeriahkan Karawitan Muda Laras dari Parangtritis Bantul yang dipimpin Gunadi Yunianto, dengan pesinden Sukini.
Nonton yuk ..!
Naskah dan foto: Herjaka HS
Bale Karya Pertunjukan SeniLatest News
- 30-01-15
Denmas Bekel 30 Janu
more » - 30-01-15
Perang Pasifik yang
P.K. Ojong dengan bahasa yang menarik dan terperinci menulis jalannya peperangan di setiap medan pertempuran. Bahkan pembaca seakan-akan dibawa ikut... more » - 30-01-15
STAT Memulai Kelas B
Sanggar Tari Anak Tembi (STAT) didirikan pada awal tahun 2010. Setiap kelas berlangsung selama 1 semester. Jadi sampai akhir tahun lalu, STAT sudah... more » - 30-01-15
Memes Luncurkan Albu
Konsisten meramaikan dunia musik Tanah Air selama 20 tahun, Memes merilis albumnya yang ke-9 bertajuk “Lief Java”. Dalam album ini karya-karya dari... more » - 29-01-15
Kampung Dondongan ya
Di Kampung Dondongan ini pulalah Ringin Sepuh, yakni pohon beringin yang dipercaya ditanam oleh Sunan Kalijaga, tumbuh dengan baik. Pohon Ringin... more » - 29-01-15
Pembuat Warangka Ker
Masyarakat Jawa menamakan pembuat warangka dengan sebutan mranggi. Sementara pembuat keris disebut empu. Jadi ada perbedaan antara pembuat keris... more » - 29-01-15
Antologi Puisi Paran
Penyair yang pernah berinteraksi dengan Bantul, merupakan salah satu syarat untuk bisa ikut dalam antologi puisi ini. Berinteraksi dalam arti, bahwa... more » - 28-01-15
Syam Chandra, Penyai
Dua ekor ayam dia siapkan, untuk secara bergantian dia lempar ke tengah penonton. Di saat penonton berebut ayam, dia terus membacakan puisi karyanya... more » - 28-01-15
Mempelajari Tatabaha
Tampilan buku lawas ini memang khas buku zaman dahulu, yakni menggunakan kertas merang, yang terkesan kusam. Namun, buku koleksi Perpustakaan Tembi... more » - 28-01-15
Sing Unggul Dipanggu
Pepatah ini menggambarkan tentang sifat orang yang tidak punya pendirian kecuali berpikir atau berpendirian hanya untuk mencari enak, aman, untung,... more »