Saling Memengaruhi Masakan Nusantara dan Belanda
Author:editorTembi / Date:16-09-2014 /
Judul: “Rijsttafel”: Budaya Kuliner di Indonesia Masa Kolonial 1870—1942
Penulis: Fadly Rahman
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2011.
Masakan bistik atau salad khas Solo, foto: www.resepmasakan.biz
Penjajahan Belanda di Indonesia sejak abad ke-16 hingga pertengahan abad ke-20, banyak memengaruhi segi kehidupan masyarakat Nusantara termasuk masyarakat Jawa, mulai dari politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Pengaruh budaya yang masih bisa ditemui salah satunya di bidang kuliner. Ada beberapa makanan di Jawa aslinya berasal dari Belanda. Begitu pula masakan Jawa juga ternyata berpengaruh terhadap masyarakat Belanda, terutama yang pernah tinggal di Indonesia selama masa kolonial. Hal itu sangat wajar, karena kedua bangsa tersebut membaur hingga ratusan tahun lamanya.
Ada sebuah buku terbitan PT Gramedia Pustaka Utama yang menjadi koleksi Perpustakaan Tembi Rumah Budaya yang membahas tentang pengaruh kuliner antar dua bangsa tersebut, berjudul “Rijsttafel: Budaya Kuliner di Indonesia Masa Kolonial 1870—1942”. Dari buku tersebut yang menarik antara lain, beberapa masakan Belanda sekarang ini menjadi ciri khas kota-kota di Jawa. Sebut saja salah satunya adalah masakan bistik atau bestik.
Lauk perkedel berasal dari kata frikadel, foto: www.belajarkreatif.net
Masakan bistik, kita kenal sekarang ini sebagai salah satu masakan khas dari Kota Solo, Jawa Tengah. Ternyata masakan itu berasal dari Belanda. Asal katanya adalah biefstuk. Bagi masyarakat Belanda, makanan ini sebagai makanan utama yang dibuat terpisah dengan hidangan nasi. Bistik biasa dimakan dengan kentang, kacang polong, dan wortel. Setelah menjadi masakan khas Solo, masakan ini antara lain terdiri dari kuah kecap, irisan daging yang sudah dilembutkan (semacam kornet), kentang, kacang polong, dan wortel. Hingga saat ini, resepsi di wilayah Solo Jawa Tengah sering menghidangkan menu masakan bistik atau yang juga dikenal dengan nama selad (salad).
Masakan Jawa lain yang juga berasal dari Belanda adalah perkedel. Bahkan masakan jenis lauk ini menyebar pula di berbagai daerah di Nusantara. Sementara bagi orang Jawa (Jawa Tengah, DIY, dan Jawa Timur), lebih sering menyebutnya dengan bergedel. Ternyata masakan Belanda ini aslinya berasal dari kata frikadel. Orang Indonesia dan juga orang Jawa sulit mengucapkan huruf “f” lalu diganti dengan “p” atau “b”. Makanan ini aslinya berbahan dasar kentang yang dihaluskan lalu ditambah dengan isi daging giling (sapi, babi atau ikan). Setelah masuk menjadi hidangan pribumi, masakan ini bisa dimodifikasi dengan bahan lain, seperti tempe, tahu, dan jagung. Namun kebanyakan, unsur kentang tetap masih ada yang dicampur dengan telur.
Masuk pula masakan lain dari bangsa Belanda yang sekarang sudah lumrah dikenal di masyarakat Jawa dan Nusantara lainnya, seperti: sup (berasal dari kata soep), semur (berasal dari kata smoor), dan suwar-suwir (berasal dari kata zwartzuur). Sementara beberapa masakan Nusantara (termasuk juga masakan Jawa) yang sangat digemari oleh orang Belanda, menurut buku tersebut adalah nasi goreng, sayur lodeh, sayur asem, sambel goreng telur, aneka sambal, pisang goreng, dan lainnya. Masakan Nusantara ini menjadi favorit orang Belanda dikarenakan lengkapnya rempah-rempah yang menjadi bahan untuk memasak.
Suasana makan orang Belanda di Nusantara zaman dulu
Selain saling memengaruhi kuliner antar dua bangsa tersebut, buku tersebut juga mengisahkan secara lengkap sejarah tradisi makan nasi bagi orang Belanda, khususnya di tahun 1870—1942. Tradisi makan di era penjajahan Belanda sangat mendapat perhatian penuh bagi orang Belanda, yang akhirnya nanti berpengaruh kepada tradisi makan bagi orang pribumi, terutama kelas menengah ke atas, seperti para priyayi, bangsawan, hingga pegawai pemerintahan kolonial Belanda. Termasuk penggunaan sendok, garpu, dan meja makan, adalah pengaruh kolonial Belanda. Untuk lebih lengkap silakan baca buku tersebut secara detail.
Baca yuk ..!
Suwandi
Bale Dokumentasi Resensi BukuLatest News
- 19-09-14
Kirab Ki Ageng Tungg
Dapat dipastikan bahwa upacara tersebut dilaksanakan pada setiap habis masa panen rendhengan atau panen raya di akhir musim penghujan yang biasanya... more » - 19-09-14
Malam Ini Landung Si
Berbeda dengan pembacaan-pembacaan Diponegoro oleh Landung sebelumnya, kali ini episode yang diangkat adalah sejak lahir hingga kematian pangeran... more » - 19-09-14
Sajian Lagu-lagu The
Musik The Beatles dihadirkan berbeda oleh Anime String Orchestra dengan konduktor Haryo “Yose” Soejoto. Musik-musik The Beatles, yang digubah oleh... more » - 18-09-14
Mengungkap Keprihati
Ada cukup banyak keprihatinan berkaitan dengan kehidupan sastra Jawa yang sepertinya hidup segan mati tak mau. Kondisi demikian sesungguhnya juga... more » - 18-09-14
Didiet Maulana Tetap
Didiet tetap bekerja keras memertahankan konsistensinya dalam melestarikan kain tradisional. Ia punya harapan generasi muda semakin mengenal kekayaan... more » - 18-09-14
Museum Tembi Menampi
Pada penampilan Karnaval Museum yang digelar Kamis sore 4 September 2014, Museum Tembi fokus menampilkan koleksi yang berkaitan dengan dolanan kuda... more » - 17-09-14
Parade Jus Sehat nan
Selain menu makanan, untuk bulan September 2014 ini Warung Dhahar Pulo Segaran Tembi juga merilis menu minuman sehat segar. Ada pun jenis-jenis... more » - 17-09-14
Perno bin Sopermono
Ia adalah generasi ke-5 jurukunci petilasan Ki Ageng Tunggul Wulung. Ia pulalah yang menjadi salah satu motor bagi berlangsungnya Upacara Kirab Ki... more » - 17-09-14
Een en Ander Over de
Buku koleksi Perpustakaan Tembi Rumah Budaya ini berisi tentang aneka jenis wayang di Jawa, yang ditulis oleh Mr J Kunst dalam bahasa Belanda.... more » - 16-09-14
Lukisan Prajurit Ker
Niat baik untuk memublikasikan kekhasan Yogyakarta melalui lukisan prajurit Keraton Yogyakarta ini patut dihargai, namun ketepatan lukisan dan... more »