Batik Motif Kembang Kenanga Melambangkan Kesederhanaan

18 Nov 2014 Ulasan itu dimuat pada edisi No 96 tanggal 1 Desember 1937. Motif batik tradisional yang diulas adalah motif Kembang Kenanga (bahasa Indonesia: Bunga Kenanga). Pada majalah tersebut diutarakan bahwa motif Kembang Kenanga ini sepintas memang seperti motif Kawung.

Fisolofi Batik Motif Kembang Kenanga Ala Majalah Kajawen 1937, sumber foto: Suwandi/Tembi
Batik tradisional motif Kembang Kenanga 
di Majalah Kajawen 1937

Bagi masyarakat Jawa, tentunya batik dengan motif-motif tradisional sudah tidak asing lagi, seperti truntum, kawung, sidaluhur, sidamukti, parangrusak, dan sebagainya. Bahkan sebagian besar masyarakat Jawa juga sudah mengenal makna filosofi dari setiap motif tradisional tersebut, termasuk pula siapa yang pantas memakainya. Walaupun itu berlaku di masa lalu dan sebagian orang hingga kini masih meyakininya.

Namun di masa kini, seiring dengan bebasnya motif batik dipakai oleh masyarakat luas yang lebih heterogen, tentunya tidak semua orang bisa memahami makna filosofi tersebut dan sesuka hatinya memakai motif-motif tradisional tersebut. Apalagi motif-motif tradisional tersebut sekarang ini tidak melulu untuk kain jarit, tetapi sudah banyak digunakan untuk busana kemeja, celana, dan lainnya. Itu semua karena motif batik tradisional sudah menjadi milik umum.

Berkaitan dengan motif batik tradisional, Majalah Kajawen yang beraksara dan berbahasa Jawa terbitan Bale Pustaka di kota Weltreveden (atau sekarang Jakarta Pusat), sudah pula mengulasnya. Tentu saja yang diulas adalah motif-motif batik tradisional yang digunakan untuk kain jarit, yang pada waktu itu sering dipakai oleh masyarakat Jawa untuk berbusana sehari-hari.

Fisolofi Batik Motif Kembang Kenanga Ala Majalah Kajawen 1937, sumber foto: Suwandi/Tembi
Sampul depan Majalah Kajawen edisi Desember 1937

Ulasan itu dimuat pada edisi No 96 tanggal 1 Desember 1937. Motif batik tradisional yang diulas adalah motif Kembang Kenanga (bahasa Indonesia: Bunga Kenanga). Pada majalah tersebut diutarakan bahwa motif Kembang Kenanga ini sepintas memang seperti motif Kawung. Tetapi sebenarnya keduanya berbeda. Perbedaan dasar terdapat pada dasar tembokan dan hiasan ornamen di dalam mlinjo (irisan lingkaran) yang berujud cacah gori. Warna motif Kembang Kenanga lebih banyak hitam.

Ternyata motif ini dulu lebih pantas dipakai oleh para orang tua, khususnya putri, seperti yang tertulis aslinya, “sinjang kados makaten menika lenggahipun namung dipun angge ing para sepuh. Menika namung mathuk dipun angge ing tiyang estri.” Sementara untuk para gadis, motif ini dianggap kurang cocok, karena terlalu sederhana, kurang cerah warnanya dan motifnya kurang mencolok (kurang wah). Namun di balik warna dan motif sederhana itu, sebenarnya para orang tua dulu berharap bahwa motif ini untuk memberi kehormatan kepada seorang ibu dan berharap bahwa seorang ibu memiliki jiwa yang sederhana. Sebuah harapan yang pantas diteladani, tentunya.

Fisolofi Batik Motif Kembang Kenanga Ala Majalah Kajawen 1937, sumber foto: galerybatikindonesia.com
Motif Kembang Kenanga versi Galeri Batik Indonesia

Selain itu, baik tidaknya berpakain itu tidak ditentukan oleh mewah dan mahalnya pakaian yang dikenakan, tetapi tergantung dari kesesuaian dan keharmonisan pakaian dengan diri pribadi yang mengenakan. Untuk kain jarit motif Kembang Kenanga memang pantas untuk wanita yang berkulit kuning, yang dipadukan dengan kebaya warna serasi pula, yakni hitam dan gelap.

Baca yuk ..!

Suwandi

Artikel Terbaru

  • 20-08-16

    Mangut Beyong di War

    Ada cukup banyak kuliner khas, unik, yang sesungguhnya berangkat dari menu-menu tradisional Jawa. Salah satunya adalah mangut ikan salem (sejenis... more »
  • 20-08-16

    Kisah Kemuliaan Hati

    Judul         : Sita. Sedjarah dan Pengorbanan serta Nilainja dalam Ramayana Penulis       : Imam Supardi... more »
  • 20-08-16

    Ada Tiga Hari Baik P

    Pranatamangsa: mulai 25 Agustus memasuki Mangsa Surya III Mangsa Katelu, usia 24 hari, sampai dengan 17 September 2016. Candrane: Suta Manut ing Bapa... more »
  • 20-08-16

    Macapatan di Museum

    Sri Sultan Hamengkubuwana II adalah salah satu raja di Yogyakarta yang disegani oleh Belanda di kala itu.  Ia mewarisi sikap ayahnya, yakni... more »
  • 19-08-16

    Hardi: Sang Presiden

    Sekitar pertengahan 2000-an, saya pernah melihat sebuah gambar yang terpampang di tangga rumah seorang sastrawan yang kebetulan saya kenal secara... more »
  • 19-08-16

    Wisuda MC Jawa Lanju

    Para wisudawan kursus Panatacara Pamedharsabda MC Basa Jawa di Tembi Rumah Budaya angkatan IX rupanya mempunyai pandangan yang hampir sama. Kesamaan... more »
  • 18-08-16

    Obituari Slamet Riya

    Mestinya, pada  Sastra Bulan Purnama edisi ke-59, yang  digelar 18 Agustus 2016, pukul 19.30  di Tembi Rumah Budaya,  Slamet... more »
  • 18-08-16

    Peserta Badan Diklat

    Sebanyak 80 orang SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) baik provinsi, kabupaten, dan kota dari seluruh Indonesia yang berkunjung ke Tembi Rumah... more »
  • 16-08-16

    Karyawan Bir Bintang

    Menjelang maghrib hari Kamis 11 Agustus 2016, Tembi Rumah Budaya dikunjungi oleh karyawan PT Bir Bintang Jakarta sejumlah 100 orang. Mereka datang ke... more »
  • 16-08-16

    Suara Malam dan Peso

    Sastra Bulan Purnama edisi ke-59, yang akan diselenggarakan Kamis, 18 Agsutus 2016, pukul 19.30 di Tembi Rumah Budaya, Sewon, Bantul, Yogyakarta akan... more »