Macapatan Malam Rabo Pon tahap 181: Laku Mulia Ki Bayi Panurta
Oleh: Herjaka HS - 21 0 Facebook - Twitter - Pinterest - WhatsApp293. Inggih mirêng wêrti kala wingi
mila kula guroh
apan sarwi nguculi êtase
mêndhêt arta tigawêlas ringgit
kawula nyaosi
patumbasan apu
294. Nulya tinanggapan sarwi angling
bangêt tarimèngong
tiyang pintên rencang ndika kabèh
Dêmang Purasani matur naming
kalihwêlas nênggih
lancaran agupuh
(Ketika mendengar berita bahwa Ki Bayi Panurta menikahkan putrinya, Demang Purasani bersama duabelas pembantunya segera datang ke tempat pesta perkawinan. Kedatangan rombongan Ki demang diterima dan dijamu langsung oleh Ki Bayi Panurta. Pada kesempatan tersebut Ki Demang merogoh tasnya mengambil uang tigabelas ringgit untuk disumbangkan kepada Ki Bayi guna membeli apu salah satu bahan kinang).
Dua bait Serat Centhini di atas bercerita mengenai seorang tamu terhormat beserta rombongan yang memberi sumbangan uang dalam jumlah besar. Selain mendapat sumbangan uang, Ki Bayi juga menerima sumbangan dari para tamu lainnya berupa hasil bumi (padi jagung, gula), raja-kaya (binatang berkaki empat: kerbau dan kambing), sato iwen (ternak berkaki dua).
Banyaknya tamu yang datang dan sumbangan yang melimpah ruah, menunjukkan bahwa Ki Bayi Panurta adalah seorang dukuh dan sekaligus seorang guru yang disegani, dihormati dan sekaligus dicintai banyak orang, seperti yang ditulis di ‘pada’ berikut ini.
296. Para Kyai miwah santri-santri
tumingal agawok
Kyai Bayi agung mangunahe
samya pêpuji sukuring Widi
miwah ajrih asih
yata kang cinatur
(kebesaran serta kemeriahan upacara perkawinan tersebut tidak lepas dari laku mulia Ki Bayi dalam menghidupi imannya, yang senantiasa memuji syukur serta takut akan Tuhan dengan penuh cinta. Para Kyai dan Santri kagum dibuatnya.)
Penggalan kisah perkawinan Niken Tambangraras dan Seh Amongraga yang diambil dari serat Centhini belumlah selesai dibaca pada acara macapatan malam Rabo Pon di Tembi rumah Budaya pada 11 Februari 2020. Pembacaan dengan cara ditembangkan masih akan dilanjutkan selapan hari kemudian, yaitu pada 17 Maret 2020, pukul 8 malam sampai selesai.
Konten Terkait: Macapatan Putaran Ke-162: Menyantap yang Jasmani dan RohaniTidak seperti tahap-tahap sebelumnya, macapatan tahap 181 kali ini dihadiri oleh pemenang Dhimas Dhiajeng Bantul 2019, yaitu Dhiajeng Galuh, Dhiajeng Titah dan Dhimas Bekti. Mereka bertiga menunjukkan kemampuannya dalam membawakan tembang macapat.
Dengan tampilnya mereka bertiga, Angger Sukisno sebagai pemandu menitipkan harapannya agar para dhimas dan dhiajeng Bantul ini dapat menjadi pelopor para generasi muda agar mau belajar dan kemudian mencintai budayanya sendiri khususnya seni macapat.
Acara yang disiarkan langsung melalui Youtube:macapatan Tembi rumah budaya, dimeriahkan oleh karawitan Timbul Budoyo dengan gendhing-gendhing Jawa. Suasana menjadi semakin gayeng, saat Angger Sukisno mengajak seluruh pecinta macapat membawakanpanembrama atau nyanyi bersama diiringi gamelan, dengan lagu Mijil Wedharingtyas.
Setelah tembang Mijil pada serat Centhini selesai ditembangkan, disusul dengan tembang Dhandhanggula dari serat babad Giyanti. Para pecinta yang belum mendapat giliran nembang, disilakan maju satu persatu untuk nembang.
Tepat pada pukul 23.00 setelah mereka yang hadir mendapat giliran nembang, gelar macapat pun diakhiri. Diiringi dengan gending bubaran, para pecinta macapat pulang ke rumah masing-masing.
Bagi para pecinta macapat, kegiatan yang dilakukan rutin 35 hari sekali, setiap Malam Rabu Pon ini ibaratnya sebuah laku mulia untuk menghidupi serta mengaktualisasikan seni macapat. Siapa tahu kesenian yang hidup sejak abad ke-13 ini masih dapat menjadi salah satu sarana untuk memberi pencerahan di zaman yang semakin redup ini.