Tembi

Bale-dokumentasi-resensi-buku»Seni Pertunjukan Tradisional. Nilai, Fungsi dan Tantangannya

01 Feb 2004 05:19:00

Perpustakaan

Judul : Seni Pertunjukan Tradisional. Nilai, Fungsi dan Tantangannya
Penulis : Drs. Sujono, dkk
Penerbit : Jarahnitra, 2003, Yogyakarta
Tebal : viii + 86
Ringkasan isi:

Kesenian adalah salah satu di antara tujuh unsur kebudayaan yang bersifat universal. Pada umumnya kesenian yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat bersifat sosio religius. Maksudnya kesenian tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan sosial, dan kesenian muncul untuk kepentingan yang erat hubungannya dengan kepercayaan masyarakat setempat. Misalnya upacara ruwatan agar terbebas dari kesialan hidup /sengkala (bahasa Jawa).

Seni pertunjukan dibagi dua yaitu senipertunjukan tradisional dan seni pertunjukan modern atau yang muncul belakangan ini. Bila dilihat dari perkembangannya akan terlihat bahwa senipertunjukan tradisional kalah berkembang dengan senipertunjukan modern. Bila tidak diantisipasi dengan baik bukan tidak mungkin senipertunjukan tradisional tersebut akan hilang.

Dalam buku ini disebutkan, karena adanya berbagai keterbatasan dan kendala maka hanya daerah Surakarta atau Solo yang diambil sebagai lokasi penelitian tentang perkembangaan senipertunjukan tradisional. Daerah ini dianggap cukup untuk mewakili daerah-daerah lain di JawaTengah dan termasuk juga Yogyakarta. Dari berbagai macam senipertunjukan tradisional yang ada diambil tiga macam senipertunjukan yaitu pedalangan (wayang kulit), wayang orang dan ketoprak.

Di dalam setiap pementasannya beberapa bentuk kesenian tradisional selalu membawa misi yang ingin disampaikan kepada penonton. Misi atau pesan itu dapat bersifat sosial, politik, moral dan sebagainya. Sebenarnya dalam setiap pertunjukan senitradisional ada beberapa nilai tertentu yang dikandungnya. Seni pertunjukan tradisional secara umum mempunyai empat fungsi, yaitu: fungsi ritual, fungsi pendidikan sebagai media tuntunan, fungsi/media penerangan atau kritik sosial dan fungsi hiburan atau tontonan.

Untuk memenuhi fungsi ritual senipertunjukan yang ditampilkan biasanya masih berpijak pada aturan-aturan tradisi. Misalnya sesaji sebelum pementasan wayang, ritual-ritual bersih desa dengan senipertunjukan dan sesaji tertentu, pantangan-pantangan yang tidak boleh dilanggar selama pertunjukan dan lain-lain.

Sebagai media pendidikan melalui transformasi nilai-nilai budaya yang ada dalam senipertunjukan tradisional tersebut. Oleh karena itu seorang seniman betul-betul dituntut untuk dapat berperan semaksimal mungkin atas peran yang dibawakannya. Seni pertunjukan tradisional (wayang kulit, wayang orang, ketoprak) sebenarnya sudah mengandung media pendidikan pada hakekat senipertunjukan itu sendiri, dalam perwatakan tokoh-tokohnya dan juga dalam ceritanya. Misalnya pertentangan yang baik dan yang buruk akan dimenangkan yang baik, kerukunan Pandawa, nilai-nilai kesetiaan dan lain-lain.

Pada masa sekarang ini senipertunjukan tradisional cukup efektif pula sebagai media penerangan atupun kritik sosial, baik dari pemerintah atau dari rakyat. Misalnya pesan-pesan pembangunan, penyampaian informasi dan lain-lain. Sebaliknya rakyat dapat mengkritik pimpinan atau pemerintah secara tidak langsung misal lewat adegan goro-goro pada wayang atau dagelan pada ketoprak. Hal ini disebabkan adanya anggapan mengkritik (lebih-lebih) pimpinan /atasan adalah "tabu". Melalui sindiran atau guyonan dapat diungkap tentang berbagai ketidakberesan yang ada, tanpa menyakiti orang lain.

Sebagai media tontonan senipertunjukan tradisional harus dapat menghibur penonton, menghilangkan stress dan menyenangkan hati. Sebagai tontonan atau hiburan senipertunjukan tradisional ini biasanya tidak ada kaitannya dengan upacara ritual. Pertunjukan ini diselenggarakan benar-benar hanya untuk hiburan misalnya tampil pada peringatan kelahiran, resepsi pernikahan dan lain-lain.

Seni pertunjukan tradisional sekarang ini keadaannya semakin memprihatinkan, panggung hiburan gulung tikar karena ditinggal penonton sehingga tidak ada pemasukan atau uang. Keadaan seniman yang hanya mengandalkan kehidupannya dari sini tentu saja memprihatinkan. Agar tidak berlarut-larut harus dicari jalan keluarnya. Keberadaan atau maju mundurnya seni pertunjukan tradisional sebenarnya dipengaruhi dua hal yaitu seniman (pekerja/pelaku seni) dan masyarakat pendukungnya.

Seorang seniman agar tetap bertahan harus berani melakukan terobosan-terobosan baru, melakukan perubahan-perubahan sesuai perkembangan jaman tanpa meninggalkan aturan-aturan baku pada seniyang digelutinya. Demikian pula pada senipertunjukan tradisional. Misalnya ketoprak humor/plesetan adalah salah satu upaya agar ketoprak tetap bertahan dan tidak ditinggalkan masyarakat. Proses penyebarluasan dan peningkatan apresiasi terhadap senipertunjukan tradisional dapat dilakukan melalui beberapa tingkatan atau proses, yaitu tepung (perkenalan), dumung (mengetahui), srawung (lebih kenal lagi, akrab), sehingga pada akhirnya akan lebih menyukai senipertunjukan tradisional tersebut.

Ada beberapa hal yang dapat dilakukan agar senitradisional tersebut tetap bertahan yaitu: pengenalan budayalokal sejak dini melalui keluarga, menyeleksi dan mengevaluasi budayalokal demi pengembangan masyarakatnya, pengajaran budayalokal melalui pendidikan formal dan non formal, mengembangkan budayalokal yang bermanfaat bagi masyarakat dan jangan terpaku pada mitos tentang puncak-puncak kebudayaan. Puncak kebudayaan hendaknya dipakai pendorong majunya suatu budaya, karena kebudayaan selalu berkembang sesuai dengan sifatnya yang dinamis.



Artikel ini merupakan Hak Cipta yang dilindungi Undang Undang - Silahkan Mencopy Content dengan menyertakan Credit atau link website https://tembi.net - Rumah Sejarah dan Budaya


Baca Juga Artikel Lainnya :




Bale Inap Bale Dokumentasi Bale Karya Bale Rupa Yogyakarta