Makna Baju Surjan dan Pranakan (1)

26 Sep 2014 Surjan bisa berbagai macam motif dan corak warnanya. Namun baju pranakan selalu satu corak dan warna, yakni lurik biru nila yang cara memakainya dengan memasukkan dua tangan terlebih dulu di bagian lengan dan kemudian baru masuk melewati kepala si pemakai (seperti mengenakan kaus oblong).

Pengrawit yang mengenakan surjan lengkap, difoto: 19 Maret 2013, foto: a.sartono
Pengrawit yang mengenakan surjan lengkap

Orang Yogya tentu tidak merasa asing dengan pakaian tradisional yang disebut “surjan” maupun “baju pranakan”. Namun, bagi orang luar Yogya dua jenis baju tersebut terlihat “aneh”. Pada intinya surjan dan baju pranakan memang berbeda.

Surjan bisa berbagai macam motif dan corak warnanya. Namun baju pranakan selalu satu corak dan warna, yakni lurik biru nila yang cara memakainya dengan memasukkan dua tangan terlebih dulu di bagian lengan dan kemudian baru masuk melewati kepala si pemakai (seperti mengenakan kaus oblong).

Dua pria mengenakan surjan motif bunga-bunga dengan segala kelengkapannya, difoto: 16 Mei 2014, foto: a.sartono
Dua pria mengenakan surjan motif bunga-bunga 
dengan segala kelengkapannya

Sementara untuk surjan dikenakan seperti mengenakan baju biasa. Baju pranakan sifatnya lebih khusus dikenakan oleh para abdi dalem Keraton Kasultanan Yogyakarta, khususnya dalam acara-acara resmi yang diadakan keraton dan saat kerja harian mereka di dalam keraton.

Tiga pasang kancing di bagian leher dan dua kancing di bagian dada dari surjan yang penuh makna simbolik, difoto: Selasa 23 September 2014, foto: a.sartono
Tiga pasang kancing di bagian leher dan dua kancing di bagian 
dada dari surjan yang penuh makna simbolik

Surjan menurut makalah yang diterbitkan oleh Tepas Dwarapura Keraton Yogyakarta berasal dari istilah siro + jan yang berarti pelita atau yang memberi terang. Pakaian (baju) surjan ini menurut makalah ini berasal dari zaman Mataram Islam awal. Surjan juga disebut pakaian “takwa”. Oleh karena itu di dalam pakaian itu terkandung makna-makna filosofi yang cukup dalam, di antaranya bagian leher baju surjan memiliki kancing 3 pasang (6 biji kancing) yang kesemuanya itu menggambarkan rukun iman. Rukun iman tersebut adalah iman kepada Allah, iman kepada malaikat, iman kepada kitab-kitab, iman kepada utusan Allah, iman kepada hari kiamat, iman kepada takdir.

Selain itu surjan juga memiliki dua buah kancing di bagian dada sebelah kiri dan kanan. Hal itu adalah simbol dua kalimat syahadat yang berbunyi, Ashaduallaillahaillalah dan Waashaduanna Muhammada rasulullah.

Ada pula tiga buah kancing di dalam (bagian dada dekat perut) yang letaknya tertutup (tidak kelihatan) dari luar yang menggambarkan tiga macam nafsu manusia yang harus diredam/dikendalikan/ditutup. Nafsu-nafsu tersebut adalah nafsu bahimah (hewani), nafsu lauwamah (nafsu makan dan minum), dan nafsu syaitoniah (nafsu setan).

Jadi jenis pakaian atau baju ini bukan sekadar untuk fashion dan menutupi anggota tubuh supaya tidak kedinginan dan kepanasan serta untuk kepantasan saja, namun di dalamnya memang terkandung makna filosofi yang dalam. Pakaian takwa ini di dalam lingkungan Keraton Yogyakarta hanya diperkenankan dipakai oleh raja (sultan) dan para pangeran putra raja saja.

Kancing surjan di bagian dalam mestinya berjumlah tiga buah, difoto: Selasa 23 September 2014, foto: a.sartono
Kancing surjan di bagian dalam mestinya berjumlah tiga buah

Selain itu, ada pula pakaian takwa yang dikhususkan untuk putri yang biasanya dikenakan oleh abdi dalem putri, para penabuh gamelan (wiyaga), dan para sinden serta abdi keparak sesuai dengan perintah dan tatacara yang diperkenankan oleh keraton. Baju takwa untuk putri ini berwarna hitam dan sering disebut sebagai “ageman janggan”.

Ke Yogya yuk ..!

Naskah dan foto: ASartono
sumber: K.R.T. Jatiningrat, 2008, Rasukan Takwa lan Pranakan ing Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat, Yogyakarta: Tepas Dwarapura Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat.

Artikel Terbaru

  • 31-08-16

    Rujukan untuk Mengen

    Judul            : Ensiklopedi Suku Bangsa di Indonesia Penulis        ... more »
  • 30-08-16

    “Paket Kemerdekaan”

    Agustus tiba, Agustus pergi. Layaknya pengulangan yang tak akan berhenti, Agustus di Indonesia adalah perayaan yang memiliki “paketnya” sendiri.... more »
  • 30-08-16

    Wilayah Praja Mangku

    Kecamatan Matesih, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah, tidak hanya terkenal setelah dibangunnya Kompleks Pemakaman Keluarga Suharto, Presiden RI ke-2... more »
  • 29-08-16

    Monolog dan Gerak Pu

    Dua puisi karya Resmiyati, yang dimuat dalam antologi puisi ‘Membelah Bulan’, masing-masing berjudul ‘Katresnan’ dan ‘Sephia 2’ diolah dalam bentuk... more »
  • 29-08-16

    Buku Pelajaran Sejar

    Judul            : Leerboek der Geschiedenis van Nederlandsch Oost-Indie Penulis  ... more »
  • 29-08-16

    Kawasan Panggung Kra

    Panggung Krapyak adalah salah satu bangunan cagar budaya yang berlokasi di Dusun Krapyak, Kelurahan Panggungharjo, Kecamatan Sewon, Kabupaten Bantul... more »
  • 27-08-16

    Bayi Kelahiran Mangs

    Pranatamangsa: memasuki Mangsa Surya III Mangsa Katelu, 25 Agustus sampai dengan 17 September 2016, umur 24 hari. Candrane: Suta Manut ing Bapa,... more »
  • 27-08-16

    Topeng, Tradisi yang

    Topeng, merupakan salah satu koleksi di Museum Tembi Rumah Budaya Yogyakarta. Ada sekitar 15 topeng kuno yang dikumpulkan oleh Bapak Drs P Swantoro,... more »
  • 27-08-16

    Pameran Kriya Besar

    Tanggal 22-28 Agustus 2016 secara khusus Jogja Gallery, di Jl Pekapalan 1, Alun-alun Utara Yogyakarta  menyelenggarakan pameran besar kriya... more »
  • 26-08-16

    Teater Gandrik Penta

    Lakon “Orde Tabung” karya Heru Kesawa Murti akan dipentaskan Teater Gandrik dalam bentuk dramatic reading di Concert Hall Taman Budaya Yogyakarta (... more »