Lukisan Prajurit Keraton yang Salah Gambar di Jembatan Layang Janti
16 Sep 2014 Niat baik untuk memublikasikan kekhasan Yogyakarta melalui lukisan prajurit Keraton Yogyakarta ini patut dihargai, namun ketepatan lukisan dan penamaannya perlu dicermati lagi agar orang tidak keliru mengidentifikasi.
Pilar-pilar Jembatan Layang Janti yang bergambar Prajurit Keraton Yogyakarta
Ketika melintas dari arah Bandara Adisucipto ke arah barat (masuk Yogyakarta), maka orang akan melihat sederetan pilar yang menyangga jembatan layang yang bergambar prajurit-prajurit Keraton Yogyakarta. Jembatan layang tersebut berada di wilayah Janti, Yogyakarta. Selain itu beberapa ruas tembok bagian dari flyover Janti tersebut juga digambari hal-hal yang bersifat tradisi serta hal-hal yang menarik yang ada di Yogyakarta, seperti gerobak sapi, andong, Pantai Parangtritis, Tugu Yogya, dan sebagainya.
Gambar atau lukisan tersebut secara eksplisit menunjukkan kepada para pengendara terutama yang berasal dari luar Yogya bahwa mereka berada di Yogyakarta. Inilah beberapa ciri khas Yogya. Salah satunya adalah kesatuan-kesatuan prajurit keraton yang selalu berkirab pada hari-hari besar yang dirayakan oleh pihak Keraton Yogyakarta seperti pada Garebeg Syawal, Garebeg Besar, Garebeg Mulud, dan juga hari-hari besar lain yang dirayakan keraton. Bahkan kesatuan atau bregada prajurit keraton ini juga sering berperan serta dalam berbagai peristiwa yang dirayakan di Yogyakarta.
Prajurit ini semestinya dari
kesatuan/Bregada Prajurit Nyutra
Dari gambar atau lukisan prajurit yang dibuat pada pilar-pilar jembatan layang itu setidaknya orang bisa tahu walaupun hanya sepintas bahwa Yogyakarta masih mengelola atau melestarikan dengan baik pusaka budaya masa lalu yang pada banyak wilayah lain sering sudah tidak berbekas. Dari sana pula orang akan bisa mengerti bahwa pada masa lalu Keraton atau Kasultanan Yogyakarta memiliki kesatuan-kesatuan prajurit yang boleh diandalkan. Bahwa ada sekian kesatuan dengan seragam, senjata, spesifikasi atau kekhususan kerja, simbol bendera, lagu/mars, dan pusaka kesatuan sendiri-sendiri.
Sayangnya ada beberapa lukisan prajurit yang tidak tepat di Jembatan Layang Janti ini. Ketidaktepatan itu terletak pada penamaan prajurit dan seragam kesatuannya. Contohnya adalah Prajurit Prawirotomo. Lukisan Prajurit Prawirotomo di jembatan ini seharusnya mengenakan seragam baju sikepan berwarna hitam, celana pendek merah di luar celana panjang putih, bersepatu lars hitam, serta topi berbentuk menyerupai kerang. Akan tetapi di Jembatan Janti tersebut Prajurit Prawirotomo dilukiskan mengenakan baju sikepan lurik, celana panji lurik, bersepatu pantofel hitam, berkaus kaki panjang hitam, serta bertopi songkok.
Prajurit ini semestinya dari kesatuan/Bregada Prajurit Mantrijero
Demikian pula penggambaran Prajurit Surokarso di Jembatan Janti ini juga tidak tepat. Bahkan pelukisan Prajurit Surokarso justru diberi nama Prajurit Nyutro. Sedangkan lukisan Prajurit Dhaeng justru diberi nama Prajurit Mantrijero. Sementara itu lukisan Prajurit Nyutro justru diberi nama Prajurit Jogokaryo. Jadi ada saling silang penamaan prajurit yang kacau pada lukisan-lukisan di Jembatan Janti ini.
Hal ini patut disayangkan mengingat banyak warga masyarakat yang memang belum tahu atau belum bisa membedakan mana prajurit dari kesatuan A atau prajurit dari kesatuan B milik Keraton Yogyakarta ini hanya dengan melihat seragamnya saja. Sebab memang ada beberapa kesatuan prajurit yang seragamnya hampir sama atau agak mirip satu dengan lainnya, misalnya Prajurit Patang Puluh, Prajurit Jogokaryo, Prajurit Ketanggung, dan Prajurit Mantrijero yang semuanya mengenakan baju sikepan corak lurik. Luriknya pun dengan warna yang tidak jauh berbeda, yakni biru.
Prajurit Surakarsa mestinya berbaju sikepan warna putih,
celana putih, blangkon berwarna hitam,
sepatu pantofel hitam,
kaus kaki panjang hitam
Niat baik untuk memublikasikan kekhasan Yogyakarta melalui lukisan prajurit Keraton Yogyakarta ini patut dihargai, namun ketepatan lukisan dan penamaannya perlu dicermati lagi agar orang tidak keliru mengidentifikasi. Sebab bagaimanapun lukisan yang dibuat di jembatan layang tersebut menjadi salah satu cara orang untuk mengenal dan menyelami Yogya.
Ke Yogya yuk ..!
Naskah & foto: A. Sartono
Artikel Terbaru
- 31-08-16
Rujukan untuk Mengen
Judul : Ensiklopedi Suku Bangsa di Indonesia Penulis ... more » - 30-08-16
“Paket Kemerdekaan”
Agustus tiba, Agustus pergi. Layaknya pengulangan yang tak akan berhenti, Agustus di Indonesia adalah perayaan yang memiliki “paketnya” sendiri.... more » - 30-08-16
Wilayah Praja Mangku
Kecamatan Matesih, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah, tidak hanya terkenal setelah dibangunnya Kompleks Pemakaman Keluarga Suharto, Presiden RI ke-2... more » - 29-08-16
Monolog dan Gerak Pu
Dua puisi karya Resmiyati, yang dimuat dalam antologi puisi ‘Membelah Bulan’, masing-masing berjudul ‘Katresnan’ dan ‘Sephia 2’ diolah dalam bentuk... more » - 29-08-16
Buku Pelajaran Sejar
Judul : Leerboek der Geschiedenis van Nederlandsch Oost-Indie Penulis ... more » - 29-08-16
Kawasan Panggung Kra
Panggung Krapyak adalah salah satu bangunan cagar budaya yang berlokasi di Dusun Krapyak, Kelurahan Panggungharjo, Kecamatan Sewon, Kabupaten Bantul... more » - 27-08-16
Bayi Kelahiran Mangs
Pranatamangsa: memasuki Mangsa Surya III Mangsa Katelu, 25 Agustus sampai dengan 17 September 2016, umur 24 hari. Candrane: Suta Manut ing Bapa,... more » - 27-08-16
Topeng, Tradisi yang
Topeng, merupakan salah satu koleksi di Museum Tembi Rumah Budaya Yogyakarta. Ada sekitar 15 topeng kuno yang dikumpulkan oleh Bapak Drs P Swantoro,... more » - 27-08-16
Pameran Kriya Besar
Tanggal 22-28 Agustus 2016 secara khusus Jogja Gallery, di Jl Pekapalan 1, Alun-alun Utara Yogyakarta menyelenggarakan pameran besar kriya... more » - 26-08-16
Teater Gandrik Penta
Lakon “Orde Tabung” karya Heru Kesawa Murti akan dipentaskan Teater Gandrik dalam bentuk dramatic reading di Concert Hall Taman Budaya Yogyakarta (... more »