I am Waluyo Not Picasso di Halaman Rumah Djoko Pekik
07 Jul 2015 Semua karya dipajang menyebar di ruang terbuka di antara pepohonan, sehingga halaman rumah Djoko Pekik yang terbiasa untuk parkir dipenuhi Terracotta, sehingga halamannya penuh nuansa seni. Ada beragam gagasan yang digelar dalam pameran ini, dan tidak sedikit yang melakukan kritik sosial, misalnya pada karya yang diberi judul ‘Kapitalism’ karya Kukuh Nuswantoro.Sejumlah karya seni yang berbahan dari tanah dan dikenal sebagai terracotta dipamerkan di halaman rumah pelukis Djoko Pekik di Dusun Sembungan, Tamantirto, Kasihan, Bantul, Yogyakarta mulai 17 Juni 2015 dan akan berakhir 7 Juli 2015. Salah satu karya yang dipamerkan diberi judul ‘I am Waluyo not Picasso’ karya Alan Ronson dari England.
Semua karya dipajang menyebar di ruang terbuka di antara pepohonan, sehingga halaman rumah Djoko Pekik yang terbiasa untuk parkir dipenuhi Terracotta, sehingga halamannya penuh nuansa seni. Ada beragam gagasan yang digelar dalam pameran ini, dan tidak sedikit yang melakukan kritik sosial, misalnya pada karya yang diberi judul ‘Kapitalism’ karya Kukuh Nuswantoro.
Karya kritik sosial yang lain berjudul ‘101 Aparat Di Tanah Petani’ karya dua perupa suami istri Hari Budiono dan Titi Widiningrum. Karya ini menyajikan visual persawahan, yang di sekitarnya dijaga oleh sepatu tentara, yang hak sepatunya tinggi, menyerupai sepatu wanita.
“Saya seringkali merasa sedih akan sikap-sikap kekuasaan yang dengan seenaknya mengambil apa yang telah menjadi hak masyarakat, dan celakanya tanah yang diambil itu akan dibangun fasilitas bisnis yang menekankan pada kepentingan ekonomi dan menggusur hak petani,” kata Hari Budiono.
Ismanto Wahyudi menyajikan karya yang diberi judul “Megaphone Diplomacy” dengan menyajikan visual berupa megaphone yang diletakkan di atas tank. Karya-karya yang dipenuhi ide seperti karya Hari Budiono, Ismanto, Kukuh dan lainnya, sangat kuat pada pameran yang digelar pada ‘Terracotta Biennalle 2015’.
Pameran terracotta ini memberikan referensi lain dari kecenderungan pameran seni rupa yang digelar selama ini, yang menekankan pada bobot komersial. Pada pameran terracotta ini ide dan gagasan rasanya lebih ditonjolkan, sehingga melihat pameran terracotta ini kita akan mendapatkan banyak sekali gagasan yang bersilewaran, bahkan terasa sekali betapa verbalnya gagasan itu disampaikan.
Karya seni rupa, apapun bentuknya, tak bisa dilepaskan dari ide atau gagasan. Kalau hanya menonjolkan keindahan visual, karya tersebut akan terasa kering. Tetapi, kalau lebih menekankan ide atau gagasan, karya seni bisa jatuh pada propaganda atau slogan. Menyatukan keduanya, gagasan dan estetika, membuat karya seni enak untuk dinikmati.
Pada karya-karya yang menggunakan bahan dari tanah, ada yang memberi bobot pada ide dan estetikanya tidak terlalu diperhatikan, sehingga dari segi ide, karyanya terasa ‘berbunyi’, tetapi dari segi keindahan terasa lemah. Ada yang menapaki keduanya: ide dan estetika.
Ada satu karya yang mencoba menarik imajinasi dari kisah manusia pertama, dan diberi judul ‘Adam dan Eva’ karya Koni Herawati, yang menyajikan visual sejenis pakaian perempuan dengan desain sederhana dan cukup menarik.
Karya yang dipamerkan pada ‘Terracotta Biennale 2015’, meski menggunakan bahan dari tanah, bukan sejenis karya yang bisa ‘langsung digunakan’ laiknya karya keramik yang hasilnya bisa dipakai. Pada terracotta ini, karyanya bisa dipakai dalam pengertian dipajang di halaman rumah, misalnya pada karya Ibrahim yang diberi judul ‘Pluralisme’ dengan menyajikan figur orang yang dikenali sebagai seorang pejuang pluralisme.
Terracotta memang lebih terbuka dipajang dimana saja. Dipajang di ruang tertutup atau di ruang terbuka akan membawa makna yang berbeda. Dan yang tak bisa dilupakan, karya seni yang dikenali sebagai terracotta membutuhkan ruang yang luas untuk memajangnya. Maka, halaman rumah Djoko Pekik yang luas, dan menyatu dengan alam, memberi makna lain pada pameran terracorta. Nuansa alam yang penuh pepohonan, memberikan imajinasi bahwa terracotta tak bisa dipisahkan dari alam.
Naskah dan foto:Ons Untoro
SENI RUPABaca Juga
- 29-06-15
Go Green di Tembi Rumah Budaya
Pameran karya C Roadyn Choerodin yang berlangsung dari 12 Juni sampai 12 Juli 2015 ini menghadirkan tajuk ‘The Circle’. Karya yang berjudul ‘Go Green... more » - 29-06-15
Kaligrafi dan Lukisan China yang Sarat Makna
Ketika masuk ke dalam Benteng Museum Heritage, suasana budaya China sangat kental terasa. Pengunjung pun langsung disuguhi karya-karya Edy Widiyanta... more » - 16-06-15
Kering Karena Ego
“Ini tentang hilangnya Hak Mudah. Negeri ini subur dan kita hidup di atas air. Namun, untuk mendapatkan air bersih kita harus membayar. Air yang... more » - 21-05-15
Aji Prasetyo Kembali Mengomel lewat “Teroris Visual”
“Ketika orang membeli karya saya, itu bukan membeli gambarnya. Mereka membeli opini saya. Mereka ternyata suka dengan opini saya walaupun juga banyak... more » - 13-03-15
PNS Jawa Timur ini Melukis di Baju
Perupa dari Surabaya itu, yang sehari-hari bekerja sebagai pegawai negeri sipil di Dinas Kebudayaan Provinsi Jawa Timur, mengambil pilihan lain dari... more » - 11-03-15
Pameran Karya Hendrik Dibuka dengan Pembacaan Puisi
Pembukaan pameran seni rupa karya Hendrik ini dimeriahkan pembacaan puisi oleh beberapa penyair Yogya, diantaranya Daru Maheldaswara, selain penyair... more » - 06-03-15
Hendrik Menggelar Karya Lukis Kemeja
Perupa dari Surabaya, Hendrik akan menggelar pameran seni rupa yang menggunakan media kemeja atau yang dikenal dengan istilah hem. Selain itu, dia... more » - 27-09-14
Apri Menggali Tradisi dan Menyampaikan Secara Kontemporer
Apri Susanto menggali nilai pisang dalam tradisi Jawa, memaknainya kembali, dan memvisualkannya secara kontemporer, dengan tajuk ‘Menembus Batas’.... more » - 23-08-14
Ketut Adi Candra Memamerkan “Spirit of Legacy”
Setiap siang Ketut sudah berada di ruang pamer Tembi Rumah Budaya. Dia temui tamu dan juga teman-temannnya yang datang. Pendek kata, Ketut tak mau... more » - 05-08-14
Apri Susanto Sedang Berproses dalam Residensinya
Apri adalah peserta program Artis Residen (Artist in Residence) Tembi Rumah Budaya yang ke-14. Saat ini ia sedang menyiapkan pameran tunggalnya, yang... more »
Artikel Terbaru
- 03-08-15
Sendang Kali Ayu Dod
Sendang Kali Ayu ini dulu dibuat atau ditemukan oleh Mbah Ronowijoyo. Kisahnya, pada suatu ketika Mbah Ronowijoyo kedhuk-kedhuk (menggali tanah) di... more » - 03-08-15
Wayang Pesisiran Tam
Ki Tri Luwih Wiwin Nusantara dari Kayen, Kota Pati, Jawa Tengah, mendapat kesempatan tampil mendalang, lengkap bersama rombongan pengrawit serta... more » - 01-08-15
Hari Baik dan Hari J
Orang yang lahir pada Selasa Kliwon, pada periode usia 0 s/d 12 tahun, adalah ‘PA’ Pandhita, baik. Usia 12 s/d 24 tahun, adalah ‘SA’ Sunan, baik.... more » - 01-08-15
Tajong Samarinda Dib
Tajong Samarinda pada mulanya dibawa oleh para pendatang Suku Bugis Wajo yang berpindah ke Samarinda karena tidak mau patuh pada perjanjian Bongaja... more » - 01-08-15
UU Tata Niaga Gula d
Di Perpustakaan Tembi tersimpan dengan baik buku lawas ini yang berisi tentang undang-undang tata niaga gula di Hindia Belanda. Peraturan ini... more » - 31-07-15
Kue Cubit Kudapan Po
Berawal dari makanan cemilan gerobak yang banyak dijual di sekolah-sekolah dasar, kue mungil berbahan dasar tepung ini semakin populer bahkan “naik... more » - 31-07-15
mas Bekel
mas Bekel more » - 28-07-15
Masalah Ekologi Indo
Buku ini berisi tentang masalah ekologi terutama di Indonesia dalam perspektif dekade 1950-an. Pertambahan jumlah penduduk mau tidak mau memang akan... more » - 28-07-15
From The New World d
Indonesian Youth Symphony Orchestra (IYSO) kembali tampil di Tembi Rumah Budaya dengan melibatkan banyak anggota Sri Aman Orchestra, Malaysia,... more » - 28-07-15
Penggurit Dua Kota A
Para penggurit dari dua kota, Yogyakarta dan Surabaya, akan tampil bersama dalam launching antologi geguritan karya masing-masing penggurit, Jumat 31... more »