Kritik Sosial Teater Gadjah Mada Melalui Lakon Ndog
07 May 2016 Teater Gadjah Mada Angkatan 2015, Senin malam, 2 Mei 2016 mementaskan lakon Ndog yang merupakan adaptasi dari naskah monolog Putu Wijaya yang berjudul Tok Tok Tok. Pementasan dilakukan di Gelanggang Mahasiswa UGM, Bulaksumur, Yogyakarta. Pementasan ini dimaksudkan sebagai studi pentas, yakni semacam uji pentas di hadapan khalayak. Sekalipun ruang pentas relatif kurang luas dan penataan ruang diblok dengan kain warna hitam, serta jarak penonton dengan panggung pementasan nyaris tanpa batas, toh pementasan dapat dilakukan dengan lancar.Istilah ndog yang dijadikan judul pementasan ini berasal dari bahasa Jawa yang artinya adalah telur. Dengan judul itu akan menjadi lebih klop jika pementasannya juga menggunakan bahasa Jawa. Jika judul lakon yang digunakan adalah Telur dengan pementasan yang menggunakan bahasa Indonesia mungkin tidak menjadi soal. Mungkin pemilihan istilah Ndog dengan pementasan tetap menggunakan bahasa Indonesia sengaja digunakan untuk mencapai efek penasaran sekaligus ketegangan bagi penonton.
Pementasan lakon Ndog yang disutradarai oleh Wan Aji Wijaya dibuka dengan penampilan Ibu ayam (diperankan oleh Widi) yang berceloteh tentang telur-telurnya yang sebentar lagi menetas. Ia mengharapkan anak-anaknya (yang diperankan oleh Achis, Icak, dan Frida) yang akan menetas itu kelak menjadi anak-anak yang gembira, bermain, pembelajar, dan seterusnya. Namun di balik itu ia juga merasa jengkel karena dari telur-telur itu ada yang enggan menetas.
Ayam dewasa (diperankan oleh Nabila) yang menjadi kakak dari telur-telur itu juga mengkhawatirkan kehidupan yang akan ditempuh adik-adiknya yang sebentar lagi menetas. Sebab ia tahu ada miliaran ayam yang ditetaskan, diobati, diberi asupan yang baik, yang akhirnya hanya menjadi santapan manusia. Sepertinya hidup yang demikian tidak ada artinya sama sekali. Hal ini menjengkelkan bagi ayam dewasa.
Ndog (telur) di panggung ini dipresentasikan dengan menggunakan dua buah bambu yang disambung di bagian ujungnya sehingga membentuk konstruksi segitiga. Ada tiga buah konstruksi demikian. Pada masing-masing konstruksi tersebut terdapat satu pemeran yang berfungsi sebagai ndog. Jadi, masing-masing konstruksi menjadi simbol dari cangkang telur.
Masing-masing telur juga saling berdialog satu dengan yang lainnya. Telur yang satu merasa tidak perlu menetas karena kehidupan setelah menetas sangat membahayakan, penuh ancaman. Kecuali itu, setelah menetas ayam kecil harus mulai mandiri, hal itu sungguh tidak nikmat dan merepotkan. Sementara telur yang lain merasa bahwa memang harus menetas karena itu semua panggilan alam. Persoalan di luar telur setelah menetas adalah persoalan nanti. Terserah mau seperti apa jadinya.
Ketika semua telur menetas akhirnya semua anak ayam menemukan pengalaman baru. Ternyata pula dunia tidak seburuk yang mereka sangkakan dan khawatirkan. Ada begitu banyak keindahan, kenikmatan, dan kesukacitaan di bumi. Memang ada banyak hal yang menyedihkan, ada banyak kerusakan, ketimpangan, ketidakadilan, ketidakbenaran, dan seterusnya. Semuanya itu harus dibenahi. Tidak cukup hanya dikhawatirkan, dibuat bahan gosipan, bahkan dihindari.
Salah satu hal yang tampaknya perlu ditingkatkan adalah keluwesan dalam dialog antarpemeran dan juga keberanian berimprovisasi sehingga dialog semakin hangat, segar, dan lebih menggigit. Demikian pementasan lakon Ndog dengan iringan musik oleh Galuh Laksmi P., Ayrton Fithiadi S., Yoases Kevin GS., dan Karina Swastiningtyas serta Isabut, Sa, robby, dan Suluh di bagian tata lampu. Ratri di bagian make up dan setting serta properti oleh Hamima dan Widi.
Naskah dan foto:a.sartono
SENI PERTUNJUKANBaca Juga
- 27-04-16
Drapen 10 Lubang Peluru di Dadanya
Cerita pendek berjudul ’10 Lubang Peluru di Dadanya’ karya Budi Sarjono, seorang novelis dan cerpenis dari Yogyakarta, diolah menjadi satu... more » - 26-04-16
Purnama di Antara Perempuan Berkebaya
Sastra Bulan Purnama edisi ke-55, di Tembi Rumah Budaya, Jalan Parangtritis Km 8,5, Bantul, Yogyakarta, Jumat 22 April 2016 bertepatan dengan... more » - 25-04-16
Macapat ke-146 Menembangkan Sejarah Pakualaman
Macapatan Malem Rabu Pon di Tembi Rumah Budaya, diawali pada 3 Oktober 2000 dengan menembangkan babad Mangir selama dua putaran. Untuk putaran... more » - 22-04-16
Nyanyian Angsa Versi Jawa oleh Komunitas Sekar Setaman
Puisi karya WS Rendra “Nyanyian Angsa” secara menarik dipentaskan dalam bentuk pengadeganan versi teater modern oleh Komunitas Sekar Setaman di... more » - 21-04-16
Puisi, Musik dan Drapen di Tembi
Sastra Bulan Purnama, yang sering disingkat SBP edisi ke-55, yang diberi tajuk ‘Perempuan dan Puisi’ kali ini bertepatan dengan Peringatan Hari... more » - 15-04-16
Panyutra, Sejarah Kampung di Panggung Ketoprak Teater
Sejarah kampung merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari warga yang menghuninya. Ia menjadi identitas, kebanggan, dan bahkan tali pengikat... more » - 02-04-16
Sastra dan Lagu Puisi Untuk Pembukaan Pameran S Wandhie
Sastra dan seni rupa memang seringkali bertemu di Tembi. Kali ini, lagi-lagi di Tembi Rumah Budaya, pembukaan pameran S Wandhie yang diberi tajuk ‘... more » - 02-04-16
Kisah Kematian Sumitra, Anak Arjuna yang Terpinggirkan
Pada ulang tahun ke-5 paguyuban dalang-dalang muda Sukrokasih Yogyakarta mengadakan pentas pakeliran apresiasi. Kali ini yang ditampilkan adalah... more » - 29-03-16
Poetry Performance Art di Tembi
Satu pertunjukan untuk merespon puisi, yang oleh sutradaranya Anes Prasetyo disebut sebagai Poetry Performance Art ditampilkan dalam Sastra Bulan... more » - 26-03-16
Hujan Membasahi Bulan Purnama
Hujan deras sejak siang sampai malam hari mengisi Yogyakarta, sehingga Sastra Bulan Purnama edisi ke-54, Rabu malam, 23 Maret 2016 di Tembi Rumah... more »
Artikel Terbaru
- 11-05-16
Buku Pelajaran Menar
Java Instituut adalah sebuah lembaga kebudayaan yang berdiri di zaman penjajahan Belanda. Lembaga ini tidak hanya mendirikan Museum Sonobudoyo di... more » - 11-05-16
Membayangkan Yogyaka
Komunitas Mahasiswa Teknik Perencanaan Kewilayahan Kota, Fakultas Teknik UGM. menyelenggarakan acara yang dinamakan ‘Festagama 2016 Green City Dalam... more » - 10-05-16
Tegoeh Ranusastra As
Ketika pertama kali Sastra Bulan Purnama digelar di Tembi Rumah Budaya Oktober 2011, yang menampilkan sejumlah penyair membaca puisi, pada... more » - 10-05-16
Napi LP Wirogunan Be
Sambil duduk lesehan di tikar, para narapidana di LP Wirogunan, mendengarkan Iman Budhi Santosa, penyair senior Yogyakarta, menyampaikan workshop... more » - 10-05-16
Di Jakarta Namanya K
Wedang tahu di Yogyakarta dikenal juga dengan nama tahok di Solo. Sedangkan untuk Surabaya menamai jenis makanan ini dengan nama tahua sedangkan... more » - 09-05-16
Bikin Sesaji Supaya
Judul : Sesaji Raja Suya Penulis ... more » - 09-05-16
Wisrawa (4): Sastraj
Usaha Batara Guru untuk menggagalkan wejangan Sastrajendra baik melalui diri Wisrawa maupun melalui pribadi Sukesi belum berhasil. Jika pun mau... more » - 09-05-16
Sendang Mangunan Dip
Sendang Mangunan berada di Dusun Mangunan, Kelurahan Mangunan, Kecamatan Dlingo, Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Kawasan... more » - 07-05-16
Jumat Pon Jangan Per
Pranatamangsa: Mangsa Kasebelas atau disebut Desta berakhir pada 11 Mei 2016. Selanjutnya mulai 12 Mei sampai dengan 21 Juni 2016 masuk Mangsa... more » - 07-05-16
Kritik Sosial Teater
Teater Gadjah Mada Angkatan 2015, Senin malam, 2 Mei 2016 mementaskan lakon Ndog yang merupakan adaptasi dari naskah monolog Putu Wijaya yang... more »