Eksplorasi Musik Genteng dari Awajishima, Godean dan Jatiwangi
24 Feb 2016
Di bidang musik, tak jarang para seniman bereksperimen melalui media dan bunyi-bunyian. Keunikan warna suara yang dihasilkan dari media-media eksperimental kadang membuat sang kreator semakin penasaran dan ingin semakin mendalami. Salah satunya yaitu dengan media genteng, yang merupakan pelengkap rumah yang berfungsi sebagai atap. Genteng-genteng tersebut sengaja dialihfunsikan menjadi media sekaligus sumber suara.
Di Jepang kini musik genteng populer. Sejak tahun 2013, organisasi nirlaba Awajishima Art Center bersama musisi Makoto Namura dan Kumiko Yabu mengkreasi musik dari genteng dengan slogan “mari membuat musik dengan genteng”. Program ini terus berkembang dan Awajishima Art Center telah mengadakan banyak konser dan workshop di berbagai daerah di Jepang.
Makoto Namura, Kumiko Yabu, dan Shin Sakuma, para seniman Jepang yang berhasil bereksperimen dan berkreasi melalui musik genteng atau dalam bahasa Jepang disebut “Kawara No Ongaku”, menggelar konser.di ruang museum Tembi Rumah Budaya pada Selasa 16 Februari 2016. Acara ini sekaligus menjadi program kegiatan bulanan yang diselenggarakan oleh Forum Musik Tembi (Fombi). Mereka berkolaborasi dengan seniman Indonesia seperti Welly Hendratmoko, Gardika Gigih, Memet Chairul Slamet & Gangsadewa serta Yohanes Subowo sehingga membuat penonton enggan beranjak dan sangat menikmati acara pada malam itu.
Para penonton yang memenuhi museum pada malam itu dibuat kagum karena nada yang dihasilkan oleh genteng-genteng tersebut dapat mengadaptasi layaknya nada-nada gamelan. Pada pertunjukan malam itu para seniman berkolaborasi menggunakan tiga genteng dari daerah yang berbeda yaitu genteng dari Awajishima (Jepang), Godean (Yogyakarta), Jatiwangi (Jawa Barat). Tak lupa Makoto Namura sedikit menjelaskan tentang bentuk dan beberapa masing-masing fungsi genteng di Awajishima. Dengan logat dan tingkahnya yang enerjik tak jarang penonton dibuat tertawa melihatnya.
Acara malam itu ditutup dengan menampilkan semua seniman yang terlibat, sehingga nuansa klimaks terasa. Para seniman bereksplorasi memainkan genteng-genteng dari tiga daerah tersebut. Bersatunya nada dan ritme turut membangun suasana, berpadu dengan gerak dan ekspresi penari yang selalu merespon setiap alunan nada. Malam itu menjadi malam yang penuh kesan. Berpadunya dua kebudayaan yang sama-sama ingin selalu mengeksplorasi bunyi. Berpadunya Jawa dan Awajishima.
Naskah dan Foto:Indra Waskito
SENI PERTUNJUKAN
Baca Juga
- 27-02-16
“Saya bukan penyair dan pernah menjadi wartawan, dan saya terbiasa membaca puisi. Saya sengaja datang di Sastra Bulan Purnama ini karena kangen...
more »
- 22-02-16
Kali ini, Sastra Bulan Purnama edisi ke-53 menghadirkan wartawan membaca puisi. Para wartawan ini sehari-harinya memburu berita, atau setidaknya...
more »
- 17-02-16
Berbalut baju terusan berwarna hijau, Agnes Christina menggerakkan tubuhnya dengan lentur. Sepintas ia seperti seorang pendekar taichi yang sedang...
more »
- 17-02-16
Bermodal kepercayaan bahwa setiap manusia memiliki jiwa seni, antara lain bermusik dan menari, membawa Boedhi Pramono dan Kinanti Sekar Rahina...
more »
- 13-02-16
Sesampainya di pandean (tempat membuat alat-alat pertanian dari besi), Mas Cebolang dan empat santrinya berhenti. Mereka mendengar...
more »
- 01-02-16
Kebisingan yang tidak diinginkan menjadi salah satu pemicu stres yang berakibat pada menurunnya kualitas kehidupan manusia. Idealnya, manusia...
more »
- 30-01-16
Lagu dan puisi memang berkali-kali tampil di Sastra Bulan Purnama. Namun kali ini, lagu puisi dimainkan oleh seorang musisi dan perupa, yang...
more »
- 29-01-16
Di depan ratusan penonton Pak Parjo, Lurah Desa Bangunjiwo, Kasihan, Bantul Yogyakarta, memerlihatkan kemampuannya nembang Sinom Parijatha dengan...
more »
- 28-01-16
Sastra Bulan Purnama edisi ke-52, yang diselenggarakan Senin, 25 Januari 2016 di Tembi Rumah Budaya terasa sedikit lain, karena di atas pendapa...
more »
- 27-01-16
Rasa, sesuatu yang ada tapi tak berwujud, namun Rabu sore, 20 Januari 2016, rasa memertunjukan dirinya sebagai bintang utama dalam konser Frau,...
more »
Artikel Terbaru
- 27-02-16
“Saya bukan penyair dan pernah menjadi wartawan, dan saya terbiasa membaca puisi. Saya sengaja datang di Sastra Bulan Purnama ini karena kangen...
more »
- 27-02-16
Pranatamangsa masuk mangsa Kasanga (9), umurnya 25 hari, mulai 1 s/d 25 Maret, curah hujan mulai berkurang. Masa birahi anjing dan sejenisnya....
more »
- 27-02-16
Mie ayam tergolong salah satu menu terpopuler di negeri kita. Ada satu menu mie ayam yang agak unik, namanya mie ayam grabyas. Dulu istilah...
more »
- 27-02-16
Perhelatan Pekan Budaya Tionghoa Yogyakarta (PBTY) hingga yang ke-11 ini merupakan acara yang ditunggu-tunggu masyarakat Yogyakarta, dan daerah...
more »
- 26-02-16
Judul : Ornamen Nusantara. Kajian Khusus tentang Ornamen Indonesia
Penulis : Drs. Aryo Sunaryo, M.Pd. Seni
Penerbit...
more »
- 26-02-16
Sudah selama 28 tahun, Nyi Sri Muryani mengabdi di Museum Dewantara Kirti Griya (DKG) Tamansiswa Yogyakarta. Selama itu pula, ia dengan setia...
more »
- 25-02-16
Muhamad Agus Burhan yang akrab dipanggil Burhan adalah pengajar di jurusan Seni Lukis Fakultas Seni Rupa Institut Seni Indonesia (ISI), Yogyakarta...
more »
- 25-02-16
Bagi perupa kelahiran Padangpanjang, Sumatera Barat, yakni Stefan Buana, sosok Wardi Bajang (almarhum) merupakan sosok yang unik. Baginya, Wardi...
more »
- 24-02-16
Ada banyak penyair yang dulu berproses di Yogya, bahkan berasal dari Yogya, untuk kemudian pinda ke kota lain. Di kota tempat tinggalnya itu dia...
more »
- 24-02-16
Di bidang musik, tak jarang para seniman bereksperimen melalui media dan bunyi-bunyian. Keunikan warna suara yang dihasilkan dari media-media...
more »