Situs-Situs

KISAH JURUKUNCI 37: TAK ADA JURUKUNCI

KISAH JURUKUNCI 37: TAK ADA JURUKUNCIDi kawasan Berjo, Sidoluhur, Godean, Sleman, Propinsi DIY terdapat sebuah bukit yang oleh warga setempat dinamakan Gunung Berjo. Gunung ini tidak terlalu tinggi atau terlalu besar. Kandungan tanah dan batuan dari gunung ini telah lama ditambang untuk berbagai keperluan, khususnya pembuatan genteng dan bahan bangunan. Di puncak Gunung Berjo ini terdapat sebuah makam dan memang hanya satu-satunya. Makam ini telah diperlengkapi dengan sebuah cungkup atau rumah kecil yang berfungsi untuk mengamankan batu nisan di dalamnya sekaligus sebagai tempat berteduh bagi orang yang melakukan ziarah ke makam ini. Menurut sumber setempat (bukan jurukunci), makam tersebut adalah makam dari Raden Ayu Talakbrongto (Tarakbrongto).

Menilik keletakan makam yang demikian itu mestinya dulunya makam tersebut merupakan tokoh penting, setidaknya untuk warga setempat. Sebab pada galibnya, makam warga secara umum diletakkan dalam satu kompleks yang cukup luas yang dapat menampung beberapa nisan. Umumnya pemakaman umum juga sangat jarang yang diletakkan di atas bukit (kecuali makam warga Tionghoa). Menilik hal yang demikian makam RA. Talakbrongto dapat disimpulkan merupakan makam yang penting.

Oleh karena itu pula Tembi mencoba mengorek informasi tentang siapa sesungguhnya RA.Talakbrongto di Gunung Berjo itu. Tembi meluncur ke sana. Tembi mencoba menanyakan siapa jurukuncinya, di mana rumahnya. Ternyata warga setempat menjawab bahwa sang jurukunci telah meninggal dunia. Tidak ada penggantinya. Orang-orang sepuh di tempat itu juga tidak tahu banyak perihal RA. Talakbrongto. Tembi menitipkan kuda besi pada penduduk yang rumahnya sangat mepet kaki Gunung Berjo.

Dari orang ini Tembi hanya bisa mengorek sedikit tentang jati diri RA. Talakbrongto. Dengan semangat 45 (namun tenaga terlunta-lunta) Tembi mendaki Gunung Berjo seorang diri. Jalan setapak di gunung ini relatif tidak kelihatan lagi mengingat cukup rimbunnya belukar dan jalan tersebut sudah jarang ditapaki orang. Inilah tantangannya. Mirip mencari jejak dalam ilmu Pramuka (untung waktu SD pernah ikut Pramuka). Dengan kaus dan celana basah kuyup oleh keringat Tembi sampai juga di puncak Gunung Berja yang tampak sudah diratakan permukaan tanahnya. Di tengah tanah rata seluas kurang lebih 8 m x 8 m di atas gunung itu berdirilah cungkup RA. Talakbrongto. Batu nisannya ada di tengah cungkup itu. Cungkup dinaungi pohon bambu berduri yang cukup lebat. Pemandangan dari atas gunung ini sungguh mempesona. Tembi menghirup udara kuat-kuat: huuuahhh..... lega rasanya karena udara di tempat itu memang bersih.

Setelah memotret sana-sini Tembi pun turun. Letih dan lelahnya jangan ditanya. Pakaian basah semua oleh keringat. Di bawah, di tempat Tembi menitipkan sepeda motor Tembi bertanya tentang RA. Talakbrongto. Tidak ada jawaban yang rinci dan memuaskan. Kisah atau latar belakang RA. Talakbrongto gelap. Padahal dulu makam ini banyak dikunjungi orang. Hal itu terjadi ketika masih ada jurukuncinya di mana sang jurukunci bisa menceritakan kisah hidup RA. Talakbrongto.

Meski informasinya minim, setidaknya Tembi telah merekam dan mendokumentasikan situs/makam ini. Untuk mencapai dan memperoleh hasil yang diinginkan memang tidak mudah. Tidak apa-apa, Tembi terus menapaki jejak sejarah yang mungkin dapat menjadi pijakan kuat untuk menapaki lembar sejarah baru, ke depan.

a. sartono