Situs-Situs
SENDANG BOGEM DAN LEGENDA LAIN DI PANDAK, BANTUL
Kekeringan yang melanda kawasan itu membuat Belanda berinisiatif untuk mendayagunakan masyarakat untuk bisa mengundang hujan. Setelah disepakati, maka dipilihlan tanggal 10 bulan Sapar untuk upacara meminta hujan. Kebetulan tanggal tersebut menunjuk pada hari Jumat. Setelah upacara, maka hujan memang bisa turun di tempat itu dan akhirnya dapat memenuhi kebutuhan air bagi masyarakat setempat dan perkebunan milik Belanda. Bersamaan dengan hal itu Sendang Bogem pun mengeluarkan airnya kembali dengan debit yang cukup besar.
Menurut sumber setempat untuk mengenang peristiwa itu, maka setiap Jumat tanggal 10 di bulan Sapar di kompleks Sendang Bogem diadakan acara bersih sendang. Acara ini biasanya berupa pemanjatan doa dan penyajian nasi kenduri untuk dibagi dan dinikmati bersama-sama.
Sumber setempat juga menyatakan bahwa Sendang Bogem dinamakan demikan karena dulunya ada pohon yang bernama bogem di sendang itu. Legenda atau mitos yang ada di tempat itu juga menyebutkan bahwa sendang ini pada masa lalu digunakan untuk mandi para bidadari. Salah satunya adalah Dewi Nawangwulan. Mitos itu juga menyebutkan bahwa Dewi Nawangwulan (istri Jaka Tarub) moksa di tempat ini. Mitos setempat juga menyebutkan bahwa penunggu gaib di Sendang Bogem adalah Kyai Joyo Puruso dan Kyai Joyo Sentiko. Sedangkan selaku cikal bakal atau pembuka wilayah Dusun Bogem diyakini bernama Raden Mas Darmo Mulyo dan Raden Nganten Darmo Mulyo.
Tidak diketahui dengan pasti siapa sebenarnya jati diri Raden Mas Darmo Mulyo beserta istrinya itu. Dugaan yang muncul menyebutkan bahwa mereka masih keturunan bangsawan. Namun tidak jelas benar apakah mereka itu bangsawan dari zaman Demak, Majapahit, Pajang, atau Mataram.
Sedangkan penunggu sendang yang bernama Kyai Joyo Puruso dan Kyai Joyo Sentiko dipercaya sebagai prajurit-prajurit Ratu Kidul yang memang menempati atau menyinggahi Sendang Bogem sebelum melanjutkan perjalanan mereka dari Gunung Merapi ke Laut Selatan atau sebaliknya. Sumber setempat juga menyebutkan bahwa Kyai Joyo Sentiko dan Joyo Puruso sangat senang mengenakan ikat kepala atau pakaian berwarna gadung melati (hijau-kuning). Oleh karena itu orang yang datang ke Sendang Bogem dianjurkan untuk tidak mengenakan pakaian dengan warna tersebut.
a.sartono