Kuliner
MARTABAK RAHAYU YANG NIKMAT
Ada
banyak pilihan warung martabak di Yogyakarta. Namun dari segi
historis dan rasa, Martabak Rahayu pastilah tak bisa diabaikan.
Secara historis, Martabak Rahayu termasuk salah satu perintis
martabak di Yogya, sekarang usianya sekitar 35 tahun. Sedangkan dari
segi rasa, mengutip iklan, lidah tidak bisa berbohong, rasanya
memang nikmat. Wajar martabak ini bertahan hingga sekarang bahkan di
tangan generasi keduanya dibuka beberapa cabang di Yogya.
Sebagaimana warung martabak
umumnya, Martabak Rahayu menyajikan martabak telur dan martabak
manis/terang bulan. Martabak telurnya mempunyai paduan rasa yang
pas, tidak ada yang terasa lebih dominan. Rasa bawang bombay, daun
bawang, telur, dan daging sapinya seimbang. Rasa dagingnya lembut,
tidak menonjol. Kering kulitnya juga pas. Keseluruhan rasanya gurih
di lidah, hmm...nyam, nyam.
Begitu pula martabak terang
bulannya. Manisnya sedang, jadi paslah, tidak seperti sebagian
martabak terang bulan di Yogya yang kelewat
manis.
Ada pilihan rasa: kacang, keju susu dan keju meses, atau campuran
semuanya. Yang paling laris, menurut tukang masaknya, Saiman, adalah
keju meses. Sedangkan martabak telurnya, yang paling laris adalah
martabak istimewa, yang berisi 3 telur.
Harga martabak telurnya
beragam, tergantung jumlah telurnya. Versi biasa dengan 2 telur
dihargai Rp 15.000, istimewa (3 telur) Rp 20.000, super (4 telur) Rp
25.000. Jadi setiap 1 telur menambah Rp 5.000. Percaya atau tidak,
menurut Pak Saiman, ada pelanggan yang selalu memesan martabak
berisi 7 telur. Wah, bisa dipastikan muaantapnya.
Harga martabak terang
bulannya juga beragam. Martabak yang berisi kacang (versi biasa) Rp
12.000, keju meses Rp 15.000, keju susu Rp 15.000, dan versi yang
komplit Rp 16.000.
Dibuka pada tahun 1975,
Martabak Rahayu termasuk perintis martabak di
Yogyakarta.
Pendirinya adalah H. Muhammad Abdullah asal Tegal. Dalam jagad
permartabakan, ia bukan tokoh sembarangan. Karena Pak Muhammad
Abdullah ternyata anak sulung dari Abdullah bin Hasan Almalibary
dari India, perintis martabak di Indonesia pada tahun 1930-an. Ia
menikah dengan wanita asal Lebaksiu Kabupaten Tegal, dan menetap di
sana.
Awalnya, sesuai namanya,
Martabak Rahayu berlokasi di depan bioskop Rahayu (kini menjadi toko
tekstil MacMohan) di Jalan Solo. Setelah bioskop tersebut mati pada
era tumbangnya bioskop-bioskop sekelas lainnya martabak Rahayu
pindah ke jalan dr Wahidin di sisi timur RS Bethesda pada awal tahun
1990an. Sejak dulu, Martabak Rahayu menggunakan gerobak dan
bernaungan tenda.
Pak
Muhammad Abdullah wafat pada tahun 1999. Kini, menurut Saiman, usaha
martabaknya dipegang 3 dari 5 orang anaknya, dan memiliki cabang di
banyak tempat. Martabak Rahayu di Jalan Wahidin dipegang oleh anak
ke-2, Saiful Hadi, yang biasa dipanggil Ipul. Ia juga membuka cabang
di perempatan Kentungan Ringroad Utara. Anak ke-3, Ipung, membuka di
Jalan Kaliurang. Sedangkan anak ke-4, Irul, membuka di Jalan Palagan
Monjali.
Martabak Rahayu resminya
buka jam 5 sore. Namun ketika saya datang pada jam itu harus
bersabar karena harus menunggu setengah jam sampai lempengan
memasaknya panas. Selama menunggu, beberapa orang datang bermaksud
untuk membeli, yang juga ikut mengantri. Setelah menyalakan api
Saiman menyiram sedikit minyak di atas lempengan. Ia kemudian
memotong-motong daun bawang. Sedangkan ramuan bumbu
telah siap di baskom, yang sudah dibuatnya di rumah. Setengah jam
kemudian, beraksilah Saiman, menunjukkan ketrampilannya melebarkan
tepung menjadi sebuah lingkaran. Ia lantas mengaduk kuat-kuat bumbu
di dalam gelas besar, yang kemudian dituang di atas lingkaran tepung
tipis itu. Setelah dilipat menjadi segi empat, tepung ditaruh di
atas lempengan masak yang digenangi minyak sayur. Asistennya
membolak-baliknya dengan menggunakan sutil. Menjelang jam 6,
martabak siap, dan dibungkus.
Sehari-harinya, menutut
Saiman, Martabak Rahayu di Jl. Wahidin ini menghabiskan sekitar 125
telur bebek untuk martabak telurnya. Kadang-kadang kalau sangat
ramai bisa menghabiskan 200 telur. Jumlah ini merosot dibandingkan
pada awal tahun 1990an dimana warung ini bisa menghabiskan 200-300
telur per hari. Pada era sebelum krisis moneter 1998, harga sebutir
telur bebek masih Rp 300, sekarang Rp 1.250. Sedangkan jumlah
kebutuhan tepung untuk martabak manisnya tergantung hari. Senin
sampai Kamis dibutuhkan sekitar 4-5 kilogram tepung per hari,
sedangkan Jumat sampai Minggu meningkat menjadi 6 kilogram. Resminya
warung ini tutup jam 11 malam tapi kadang-kadang jam 10 malam sudah
tutup karena habis.
Salah satu kendalanya, kata
Saiman, seperti diduga, adalah hujan deras yang belakangan rajin
mengguyur Yogya. Namun melalui strategi membuka cabang di sejumlah
tempat dengan tetap mempertahankan kualitas rasa dan bahan, bisa
jadi hujan deras lainnya akan ikut membasahi, udan mas.
Makan yuk..!
barata |