Kuliner
SAGON, SALAH SATU KUE TRADISIONAL JOGJA
Di
Jogja ada begitu banyak jenis makanan tradisional. Salah satunya
adalah Kue Sagon. Tidak diketahui dengan jelas, mengapa makanan ini
dinamakan Sagon. Apakah hal ini sebagai bentuk tiruan dari kue
sagu-saguan atau apa, tidak ada yang dapat memastikan.
Salah satu perajin Kue Sagon
di Jogja tersebut adalah Wariyanto (54) yang beralamatkan di Jl.
Wonosari KM 7, Wiyoro Lor RT 02, Kalurahan Baturetno, Kecamatan
Banguntapan, Kabupaten Bantul, Propinsi DIY. Wariyanto telah memulai
usaha pembuatan Kue Sagon ini sejak tahun 1950-an. Dulu ia hanya
membantu kedua orang tuanya yang telah lebih dulu merintis usaha
pembuatan Kue Sagon.
Bagi Wariyanto tidak ada
kesulitan apa pun di dalam membuat Kue Sagon ini. Hanya saja ia
masih merasa belum bisa memenuhi pasar dalam skala yang luas.
Pasalnya, Kue Sagon buatannya tidak pernah menggunakan pengawet apa
pun. Juga tidak menggunakan pewarna apa pun. Dengan demikian, sejak
tahun 1950-an hingga kini produk Kue Sagon-nya ya hanya seperti itu
saja. Oleh karena tanpa pengawet, maka Kue Sagon-nya hanya bisa
bertahan selama 2-3 hari saja. Lepas dari itu produk tersebut harus
dibuang.
Hingga
kini pun Wariyanto tidak pernah punya niat untuk memberikan bahan
pengawet dalam produknya. Ia juga tidak mengejar omset dan jaringan
yang besar. Ia merasa sudah nyaman dengan kondisinya yang sekarang.
Tidak perlu mimpi muluk-muluk. Ia ingin produknya tetap alamiah dan
tradisional. Kalau toh orang kepingin membeli produknya dipersilakan
datang sendiri ke alamat rumahnya karena ia memang tidak membuka
cabang dan tidak menitipkan produknya ke kios atau toko-toko.
Pembuatan Kue Sagon memang
tidak sulit-sulit amat. Untuk membuat Kue Sagon diperlukan tepung
ketan, parutan kelapa setengah tua (tidak terlalu tua dan terlalu
muda), dan gula pasir. Mula-mula tepung ketan di campur dengan
parutan kelapa lalu ditambahkan gula pasir. Selain itu juga
diberikan tambahan sedikit garam. Semua bahan dicampur hingga padu.
Usai itu, adonan tersebut dituangkan ke dalam
cetakan Kue Sagon yang berbentuk bulat menyerupai panci rantang.
Cetakan tersebut kemudian
ditumpangkan pada anglo-anglo yang disusun berjajar. Semua anglo
telah berisi arang yang membara. Pada saat cetakan ditumpangkan,
pada tutup cetakan itu juga ditumpangkan bara api. Dengan demikian
proses pengovenan atau pemanggangan dilakukan dari atas dan dari
bawah dengan maksud agar pemanasan dapat berlangsung merata. Proses
pengovenan secara tradisional ini berjalan hanya sekitar 10-an detik.
Usai itu cetakan yang telah diisi adonan tersebut diangkat untuk
didinginkan. Dengan diangkatnya cetakan dari bara di anglo, maka
proses pengovenan Kue Sagon telah selesai. Artinya, Kue Sagon telah
jadi.
Kue Sagon produk dari
Wariyanto ini memang terkenal akan kekhasannya yang tetap menjaga
citarasa tardisional. Kue Sagon produknya terasa cukup juicy di
bagian tengahnya,
namun krispi di bagian luar atau pinggirnya. Komposisi tepung ketan,
parutan kelapa setengah tua/muda, sedikit garam, dan gula pasirnya
yang demikian padu membuahkan citarasa yang demikian mengesankan.
Rasa gurih, manis, krispi, sekaligus juicy dengan aroma khas hasil
ovenan (bakaran) dari komposisi tersebut di atas (sangit-sangit
gurih) menambah daya rangsang untuk segera melahapnya.
Manurut Wariyanto, Kue Sagon
tradisionalnya itu bisa menghasilkan aroma, wujud, tesktur, dan
komposisi yang sedemikian rupa karena semuanya telah melalui
perjalanan waktu yang cukup lama. Taste dari Kue Sagon-nya memang
sangat khas. Salah satu kuncinya adalah pada pemilihan tepung ketan
yang baik dan kelapa yang tidak terlalu tua namun juga tidak terlalu
muda. Selain itu, kadar kelembaban adonan juga menjadi kunci
utamanya.
Selama sebulan Wariyanto
bisa memproduksi 100-an biji Kue Sagon. Sedangkan menjelang hari
raya / hari besar ia bisa memproduksi 200-an biji Kue Sagon. Dalam
memproduksi Kue Sagon-nya ini ia dibantu oleh seorang karyawan yang
bernama Tukilah (56). Tukilah sendiri membantu Wariyanto sejak 15
tahun yang lalu.
Makan yuk..!
a.sartono |