Kuliner
SAYUR LODEH, SAMBAL DAN BACEMAN
Sayur
lodeh tempe yang diberi santan dengan rasa pedas lombok ijo(cabe
hijau) dan lombok abang (cabe merah), merupakan jenis sayur yang
dikenal di Jawa, khususnya di daerah Gunung Kidul, Yogyakarta.
Sebagai jenis menu eksotik, sebut saja begitu, sayur lodeh lombok
ijo tidak mudah ditemukan dissetiap warung. Hanya ada beberapa
warung yang menyediakan, salah satunya warung baceman di jalan
Tamansiswa.
Menu lodeh Lombok ijo,
dengan rasa pedas dan gurih, memang cocoknya dengan jenis lauk yang
manis dan memiliki gizi, atau protein nabati maupun hewani. Jenis
lauk manis, di Jawa dikenal dengan nama baceman, ialah proses
memasak lauk dengan cara direbus sebelum digoreng. Proses merebusnya
sudah dilengkapi bumbu bawang putih, bawang merah, garam, gula Jawa
dan kecap. Setelah dibacem, tahu, tempe atau daging, baru bisa
digoreng. Jenis lauknya dikenal dengan istilan bacem(an) goreng.
Perpaduan tiga rasa, manis,
gurih
dan
pedas, memberikan kenikmatan tersendiri. Apalagi dilengkapi dengan
teh poci, atau kalau selera sekarang dipadu dengan juice. Dalam kata
lain, selera Jawa dipadukan dengan jenis minuman yang lagi trend,
yakni juice.
Baceman bukan jenis lauk
baru untuk orang Jawa atau Yogya khususnya. Dalam keseharian
keluarga, menu baceman, hampir-hampir, setiap hari bisa ditemukan.
Orang Jawa sudah tahu, bahwa lauk baceman selalu memiliki teman,
yakni sambal. Karena itu, menyaipakan lauk sambal, pastilah tidak
lupa menyaipkan sambalnya.
Di Tamansiswa, warung
‘Baceman’ memang menyediakan rupa-rupa lauk baceman, dari tempe
bacem sampai ayam bacem (goreng). Kita tinggal memilih perpaduan apa
yang mau diambil. Selain menyediakan ayam bacem utuh seharga Rp
55.000, ada juga menu paket seharga Rp 15.000 dengan jenis menu
tempe dan ayam bacem, nasi, sambal dan lalapan. Sayur lodeh harus
tambah sendiri. Namun, memesan baceman tanpa sayur lodeh dan sambal
seperti sedang menikmati jenis makanan yang serba manis. Orang yang
suka pedas tidak menyukainya.
Untuk memberi kesan eksotik,
atau mungkin malah rural, pirin g
yang dipakai untuk menyajikan serba baceman bukan berupa piring
beling atau plasti, atau piring blek, melainkan piring yang terbuat
dari rotan dan diberi alas daun pisang. Tempat makan seperti itu,
seolah memberikan eksotisme tersendiri. Padahal secara simpel, jenis
tempat makan seperti itu tidak perlu mencuci, paling banter mengelap
piring rotannya menggunakan kain. Alas nasi yang diletakkan diatas
piring, tinggal buang dan bisa dengan mudah mengganti dengan yang
baru.
Disepanjang jalan Tamansiswa
ada banyak pilihan menu makanan, dan di tempat lain di Yogya, lebih
memiliki banyak pilihan untuk mengumbar selera. Menu baceman
hanyalah salah satu jenis menu yang mencoba tidak lari dari tradisi,
sehingga menikmati menu baceman sekaligus mengenali kultur
masyarakat Jawa, yang senang bermanis-manis.
Orang dari etnik lain,
misalnya dari Sumatra Barat, yang terbiasa dengan rasa pedas,
pastilah akan ‘terganggu’ menikmati menu baceman yang serba manis.
Masak minum nya
manis, makanannya juga manis. Harus ada imbangan rasa lainnya. Maka,
pedas, manis dan gurih merupakan perpaduan dari rasa menu baceman.
Apakah di Yogya, selain
‘warung baceman’ masih ada warung yang menyediakan lauk baceman?
Tentu saja masih bisa
ditemukan. Ayam baceman, misalnya mBok Sabar, Ny.Suharti, Bu Tini
dan lainnya. Di beberapa warung soto, biasanya menyediakan baceman
babat atau iso, atau juga empat, misalnya soto ‘Sri Rejeki’ jalan
Bantul yang menyediakan baceman iso, babat dan empal. Di warung soto
lainnya yang menyediakan baceman iso dan babat, warung soto Pak
Marto, bu Muyono dan beberapa warung soto lainnya.
Menikmati baceman memang
memerlukan jenis rasa yang lain, agar tidak ‘didominasi’ rasa manis.
Maka, gurih dan pedas yang dipadukan baceman, memberikan cita rasa
menu Jawa yang tidak hilang sampai hari ini.
Makan yuk..!
Ons Untoro |