Djogdja Tempo Doeloe
TETEG SEPUR TUGU
TAHUN 1936
Teteg
atau palang pintu pengaman persimpangan jalan biasa dengan jalan
kereta api merupakan system pengamanan di dunia perlalulintasan,
khususnya transportasi kereta api. Bagi masyarakat Jogja nama Teteg
Stasiun Tugu atau sering disebut Teteg Tugu sudah demikian dikenal.
Teteg Tugu ini keletakannya berada di depan Stasiun Tugu yang
memiliki arah hadap ke timur. Keletakan Teteg Tugu sekaligus menjadi
pembatas antara Jalan Malioboro di sisi selatan teteg dengan Jl. P.
Mangkubumi di sisi utara teteg.
Dulu, ketika penduduk Jogja
belum sepadat sekarang. Demikian pula kondisi lalu lintas belum
semacet dan semrawut seperti sekarang, jalur Jl. P.
Mangkubumi-Malioboro masih diberlakukan lalu lintas dua jalur. Jadi,
jika kita pergi ke Alun-alun dari Tugu Jogja kita bisa berkendara ke
selatan melewati Jl. P Mangkubumi-Malioboro dan kembali atau pulang
dengan menggunakan jalur yang sama dengan arah yang berlawanan (Malioboro-P.
Mangkubumi). Oleh karena jalan raya tersebut memotong lurus rel
kereta api sehingga membentuk perlintasan, maka perlintasan jalan
kereta api di depan Stasiun Tugu yang memotong jalan raya P.
Mangkubumi-Malioboro itu perlu diberi pengamanan. Untuk itulah pada
masa itu dibuatkan pintu pengaman perlintasan kereta api yang
kondang dengan nama Teteg Sepur Tugu ini.
Dulu cara buka-tutup teteg
ini dengan diangkat dan diturunkan. Kini sistem buka-tutup teteg ini
dengan sistem dorong/tarik. Orang pun tidak bisa lagi menggunakan
ruas jalan yang memotong rel kereta di depan Stasiun Tugu ini secara
dua arah. Bahkan untuk satu arah pun orang harus membelokkan
kendaraannya ke Jalan Kleringan lebih dulu sebelum masuk ke
Malioboro.
Foto berikut menunjukkan
tentang kondisi atau suasana Teteg Sepur Tugu pada tahun 1930-an.
Kita bisa menyimak betapa jalan di kanan kiri teteg masih kelihatan
sepi, tenang, dan nyaman. Suasana yang terekam dalam foto itu
mengesankan ketenangan dan kenyamanan pusat kota Jogja waktu itu.
Kendaraan yang tampak dalam foto hanya berupa andong. Kendaraan
bermesin bahkan tidak kelihatan dalam foto itu. Kerumunan orang juga
tidak kelihatan. Benar-benar lengang. Bisakah kita membayangkan
Malioboro yang lengang di waktu sekarang ? Mungkin itu yang menjadi
pertanyaan yang ada dan hanya berhenti di angan untuk saat ini.
a.sartono
sumber: M.P. van Bruggen,
R.S. Wassing, dkk., 1998, Djokdja en Solo, Nederland: Asia Major.
|