Laskar Dagelan
Lelucon Jogja Bicara Indonesia
Maraknya drama musikal belakangan sepertinya semakin menjalar, setelah Onrop karya Joko Anwar dan Laskar Pelangi karya Mira Lesmana dan kawan-kawan, hadir lagi Laskar Dagelan yang diprakarsai Butet Kertaradjasa dan Djaduk Ferianto bersama timnya. Baru saja mengumumkan pertunjukkan yang berlangsung dua hari 29-30 Maret, kabarnaya tiket pertunjukkan terjual habis, bahkan pertunjukkan ini akhirnya menggelar dua kali pertunjukkan yang digelar pukul 15.00. hari pertama pertunjukkan ini sangat ramai, bahkan beberapa penonton rela membayar walaupun duduk di tangga, dan panitia menyediakan layar besar diluar bagi penonton yang terpaksa tidak bisa masuk kedalam gedung.
Betul saja, pertunjukkan ini memang layak ditonton, mengambil setting panggung Jogjakarta, plesetan, musikal dan dagelan-dagelan khas mereka cukup menghibur dan penuh makna. Mengapa penuh makna, karena beberapa adegan dan dialog mereka mengkritik peristiwa yang sedang hangat terjadi di negara Indonesia. Laskar Dagelan From Republic Jogja With Love ini dibintangi oleh Marwoto, Hanung Bramantyo, Susilo Nugroho alias Den Baguse Ngarso, Yu Ningsih dan Gareng Rakasiwi. Pertunjukan ini juga dimeriahkan oleh musik hiphop berbahasa Jawa garapan Jogja Hiphop Foundation.
Kisah ini berlatar belakang suasana Jogjakarta yang sedang diguncang gonjang ganjing soal keistimewaan juga suasana pasca gempa dan meletusnya gunung merapi. Kisah bagaimana mempertahankan kehidupan Jogjakarta yang gegap gempita pasca Keistimewaan yang dipertanyakan, dan pembentukan Laskar Dagelan yang bertujuan memperjuangkan nasib para dagelan agar memperoleh hak-haknya secara adil dan beradab. Selain itu ada kisah cinta seorang pemuda dari Jakarta yang diperankan oleh Hanung Bramantyo yang cintanya salah sasaran.
Untuk musik, mereka menyerahkan sepenuhnya kepada tim Jogja Hiphop Foundation, sebuah kelompok musik hiphop berbahasa Jawa yang sudah dikenal masyarakat luas. Dua belas lagu dari kelompok musik ini ditampilkan diatas panggung pertunjukkan. Meski tidak mahir atau mengerti bahasa Jawa, dijamin pertunjukkan yang hampir 90 persen menggunakan bahasa Jawa ini sangat bisa menghibur dari semua golongan masyarakat suku dan bangsa. Selain menghibur, tentu saja tontonan ini menjadi ajang lepas rindu pendatang Jogjakarta yang sudah tinggal menetap di ibukota.
Jangan khawatir masih ada 5 proyek Butet dan timnya untuk acara selanjutnya, yaitu , 'Beta Maluku: Nyanyian dari Timur' (27-28 Mei 2011), 'Musikal Ludruk: Memandang Indonesia Secara Jenaka' (1-2 Juni), 'Akar Zapin, Akar Melayu: Seni Indonesia dari Pesisir' (26-27 Juli), 'Reaktualisasi Seni dari Timur' (23-29 Oktober), dan 'Silang Budaya, Silang Jenaka: Foklore Lelucon Rakyat' (28-29 Oktober). Lewat rangkaian acara ini Butet ingin mengatakan betapa pentingnya toleransi, pluralisme, dari keragaman yang ada di Indonesia.
Natalia.S