Djogdja Tempo Doeloe
PETA KOTA YOGYAKARTA
1756
Mungkin
sampai sekarang banyak orang Jogja sendiri yang bertanya-tanya dalam
hati, kira-kira seperti apa peta kewilayahan Kasultanan Yogyakarta
pada saat berdiri atau terbentuknya. Tembi merasa sedikit beruntung
karena Tembi berhasil menemukan peta Jogja pada awal berdiri yakni
setahun setelah Perjanjian Giyanti 1755. Berikut adalah peta Jogja
tahun 1756.
Untuk memudahkan pembacaan,
kita bagi saja gambar tersebut menjadi 5 bagian, yakni:
- Bagian 1 adalah gambar
di sisi atas
- Bagian 2 adalah gambar
di sisi tengah
- Bagian 3 adalah gambar
sisi bawah
- Bagian 4 adalah gambar
sisi kanan
- Bagian 5 adalah gambar
sisi kiri
Pembagian ini tidak
berdasarkan kriteria apa-apa, hanya berdasarkan suatu alasan agar
kita mudah membacanya.Tampak bahwa peta yang ditampilkan ini masih
sangat sederhana, namun sudah bisa mengambarkan bagaimana kira-kira
kewilayahan Jogja saat itu secara garis besar.
Pada Bagian 1 tampak bahwa
wilayah paling utara di luar batas daerah perkotaan (gambar dua
titik dan satu strip ..-..) adalah Rejodani. Jadi, wilayah Rejodani
merupakan wilayah yang sudah dikenal sejak zaman
Kasultanan
Yogyakarta berdiri. Peta itu hanya menandai wilayah dengan
keterangan ke Rejodani. Tidak disebut atau digambarkan wilayah lain
di luar itu.
Pada Bagian 2 gambar peta
dikonsentrasikan pada gambar wilayah perkotaan yang ditandai dengan
gambar dua titik dan satu strip). Tampak bahwa jalan utama di dalam
kota dibuat lurus dengan persimpangan atau potongan yang lurus pula
sehingga membentuk sudut siku-siku. Jalan utama yang tampak dalam
gambar ini hanyalah jalan-jalan yang kita kenal sekarang sebagai
Malioboro (lurus dari pusat kota-kraton ke utara, arah Rejodani).
Kecuali itu ada pula jalan
raya ke arah kanan atau timur di sisi atas yang menunjukkan arah ke
Surakarta. Gambar jalan tersebut kemungkinan besar adalah Jalan
Jendral Sudirman atau Jalan Jogja-Solo yang kita kenal sekarang.
Sementara jalan yang melintang di utara benteng kraton boleh
dipastikan sebagai Jalan Raya Wates dan Jalan Senopati yang kita
kenal sekarang (dalam gambar ditunjukkan jalan yang mengarah ke
Ambarketawang dan Pesanggrahan Purwosedyo).
Pada
Bagian 2 ini tampak pula gambar benteng dan Keraton Yogyakarta.
Gambar keduanya ditandai dengan garis hitam tebal. Sementara gambar
dua buah kotak dengan titik-titik di tengahnya merupakan gambar dua
buah alun-alun milik kraton, yakni Alun-alun Utara dan Alun-alun
Selatan. Penegasan gambar keraton ditandai pula dengan peneraan
huruf K di dalam gambar bergaris hitam tebal tersebut.
Gambar Bagian 3 lebih
menunjukkan gambar jalan (dengan garis hitam kecil) menuju ke arah
Parangtritis dan Mangiran Wonoboyo. Jalan Parangtritis mungkin sudah
akrab pada orang-orang Jogja. Namun jalan menuju Mangiran Wonoboyo
mungkin sudah tidak akrab lagi. Peta yang menunjukkan jalan menuju
ke arah Mangiran Wonoboyo mungkin Jalan Bantul yang kita kenal
sekarang. Pada sisi ini jelas kelihatan bahwa Bantul sisi selatan
barat hingga tahun 1756 masih dikenal/disebut sebagai sebuah wilayah
warisan Mangir Wanabaya.
Satu wilayah atau tempat
yang tidak lagi dikenal yang disebutkan dalam peta itu adalah
Pesanggrahan Purwosedyo (Gambar Bagian 4). Sedangkan nama Kotagede
masih dapat kita kenali sampai sekarang. Sementara nama
Ambarketawang (Gambar Bagian 5) sampai sekarang juga masih dapat
dikenali.
Tiga buah sungai yang
membelah wilayah Kasultanan Yogyakarta juga cukup jelas digambarkan
dalam peta itu, yakni Sungai Winongo, Sungai Code, dan Sungai Gajah
Wong.
Kini ruang-ruang kosong di
dalam peta itu sudah penuh dengan berbagai peruntukan. Umumnya
difungsikan untuk hunian, pabrik/industri, pertokoan, kios, dan
sebagainya. Jika digambarkan tentu sudah semakin rumit.
a.sartono
sumber: Darto Harnoko dan
Sri Sutjiatiningsih,1993, Peta Sejarah Daerah Istimewa Yogyakarta,
Jakarta: Depdikbud Dirjen Kebudayaan Direktorat Sejarah dan Nilai
Tradisional Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional,
halaman 20. |