Djogdja Tempo Doeloe
BANGSAL RAWAT INAP
RUMAH SAKIT DI JOGJA TAHUN 1930-AN
Tidak
bisa dipungkiri bahwa berdirinya rumah sakit di Indonesia (di kala
itu bernama Hindia Belanda) yang dikelola secara profesional
dipelopori oleh bangsa kulit putih, Belanda. Untuk wilayah
Yogyakarta, boleh dikatakan Rumah Sakit Panti Rapih merupakan rumah
sakit dengan bilangan umur tua atau bahkan paling tua. Rumah sakit
ini berdiri pertengahan Agustus 1929. Rumah sakit ini diberkati oleh
Mgr. A.P.F. van Velse, SJ. Semula rumah sakit ini diberi nama Rumah
Sakit Onder de Bogen (di bawah lingkungan gereja).
Keberadaan rumah sakit ini
sangat membantu kesehatan dan penyembuhan banyak orang, khususnya di
lingkungan Yogyakarta waktu itu. Pelayanan yang diberikan tanpa
memandang suku, golongan, dan agama menjadikan rumah sakit ini
menjadi andalan hampir semua orang di zamannya. Pada masa perjuangan
pun rumah sakit ini banyak merawat para pejuang yang terluka.
Demikian pun Jenderal Soedirman juga pernah dirawat di rumah sakit
ini dan beliau pernah meninggalkan sebuah kenang-kenangan berupa
puisi untuk rumah sakit ini.
Berikut ini adalah gambar
salah satu ruang atau bangsal rawat inap di dalam rumah Rumah Sakit
Panti Rapih. Gambar atau foto ini diambil pada kisaran tahun
1930-an. Tampak sekali bahwa plafon atau langit-langit rumah yang
terdapat dalam bangsal rawat inap dibuat tinggi sehingga sangat
memungkinkan untuk menampung udara (oksigen) sebanyak-banyaknya.
Desain ruang yang demikian menyebabkan udara di dalam bangsal akan
terasa segar dan sejuk. Perancangan yang demikian itu telah sangat
dipahami oleh orang Belanda terhadap daerah tropis yang hangat-panas.
Padahal untuk zaman itu
masih demikian banyak tumbuhan/tanaman besar-kecil. Kendaraan
bermesin belum banyak. Penduduk belum banyak. Lalu lintas sama
sekali tidak semrawut apalagi kacau. Namun bangsa Belanda telah
berhitung masak-masak dalam setiap langkah pembangunannya. Berhitung
masak-masak akan apa yang dilakukan dan dibuatnya. Sudah berpikir
untuk mengantisipasi datangnya kegerahan atau kesumukan yang dapat
ditimbulkan akibat desain rumah atau hunian yang kurang cermat.
Padahal sungguh, waktu itu Yogyakarta masih sangat
sejuk-adem-semilir-hijau.
Perhatikan juga lantainya
yang kelihatan bersih mengkilap. Dinding kelihatan bersih. Dipan,
selimut ditata demikian rapi dan bersih. Kondisi yang demikian untuk
ukuran di masa itu tentu sudah merupakan sebagai sesuatu yang luar
biasa mengingat di zaman itu kesadaran akan kesehatan, kerapian,
kenyamanan masih dapat dikatakan minim.
Kita bisa membandingkan
dengan desain atau kondisi ruang-ruang bangsal di rumah sakit-rumah
sakit saat ini. Mungkin sudah relatif sulit ditemukan desain bangsal
atau ruang yang lega seperti dalam foto tersebut. Hal demikian dapat
terjadi oleh karena terbatasnya dana, lahan, atau ruang yang memang
terasa kian menyempit dengan bertambahnya jumlah penduduk yang
mungkin hampir tanpa kendali.
a.sartono
Sumber: Gegevens over
Djokjakarta 1926 A, 1926, Djogjakarta, Pengantar oleh L. F.
Dingemans (Resident van Djokjakarta). |