Dicuri Upin & Ipin Tindakan pihak kepolisian Malaysia yang menangkap tiga orang petugas Departemen Kelautan dan Perikanan kembali menyulut emosi sebagian warga negeri ini. Meski akhirnya dibebaskan namun komisi I-DPR RI masih mempermasalahkan pemerintah Indonesia yang dinilai tidak pernah berani bertindak tegas kepada pemerintah Malaysia. Sikap lemah ini mereka takutkan akan menjadi preseden buruk bagi sesama Negara Asean lainnya. Jika pemerintah Malaysia tidak berani dilawan, jangan-jangan negara lain juga bisa. Beberapa waktu sebelumnya, Negeri Jiran ini berulah dengan mengakui kesenian Reog sebagai kebudayaan asli mereka. Bahkan tidak hanya itu, angklung, lagu Rasa Sayange, motif batik parang, naskah kuno Riau dan berbagai menu khas tradisional juga diakui sebagai budaya asli mereka, bukan Indonesia. Sebagai warga Negara saya akui sebal juga dengan ulah mereka yang dengan seenaknya mengakui kekayaan bangsa lain apalagi kekayaan itu dijual untuk menarik wisatawan berkunjung ke negeri mereka. Tapi sebetulnya, secara pribadi pengakuan itu tidaklah terlalu berpengaruh bagi kehidupan pribadi saya. Mengapa? Ya karena pemerintah sendiri tidak menunjukkan sikap yang tegas terhadap ulah negeri tetangga ini. Saya merasa bersyukur karena saya tidak pernah bereaksi keras dan menunjukkan protes apalagi sampai berdemo dan membenci semua produk asal negeri Jiran. Karena jika hal itu saya lakukan, saya pasti akan dimusuhi oleh anak-anak saya sendiri yang sedang keranjingan serial kartun Upin dan Ipin sampai-sampai mereka suka memanggil istri saya dengan sebutan Cik Gu yang kebetulan memang berprofesi sebagai guru. Serial kartun Upin dan Ipin telah berhasil merebut hati banyak anak Indonesia. Karakternya yang usil, polos namun cerdik terlihat dari dialog serta tingkahnya yang lucu. Cerita keseharian yang ditampilkan terasa dekat dengan anak-anak Indonesia yang serumpun dengan Malaysia, negeri pembuat serial kartun si Upin dan Ipin. Cerita dalam serial ini yang selalu menujukkan bagaimana kita harus selalu saling menghargai pendapat dan cita-cita orang lain dan digambarkan juga bagaimana kejujuran itu sangat penting ditanamkan sejak usia dini. Tidak hanya digambarkan pentingnya nilai persahabatan dan kejujuran. Cerita Upin dan Ipin juga sarat dengan muatan pengetahuan, seperti misalnya adegan berkebun yang dengan menarik bisa memberitahukan kepada penonton anak tentang pentingnya cacing yang dapat menggemburkan tanah dan bekicot yang bisa menghabisi hasil kebun jika tidak disingkirkan. Pengkarakteran tokoh-tokoh dalam serial ini mudah diingat dan terasa nyata karena dekat dengan anak-anak. Tokoh kak Ros yang sering melarang Upin dan Ipin adiknya bisa jadi dialami oleh banyak anak yang memiliki kakak yang cenderung tidak mudah mengalah pada adiknya. Tokoh Opah (nenek) yang sabar dan sayang kepada cucu-cucunya tidak ada yang dibuat-buat. Bahkan serial ini juga menampilkan negeri Jiran yang multi ras, ada Jarjit anak India yang suka berpantun. Mey-Mey anak Cina yang aktif menjawab pertanyaan guru. Upin dan Ipin sendiri adalah anak Melayu yang digambarkan sebagai anak yang cerdas dengan rasa ingin tahu yang tinggi dan suka menolong. Bahasa Melayu yang digunakan ternyata banyak disukai anak-anak kita karena terdengar lucu. Bagi saya membiarkan anak-anak saya bercakap Melayu tidak akan membuat rasa kebangsaan mereka luntur, karena hal itu hanyalah proses identifikasi biasa yang sering dilakukan oleh setiap orang jika mengidolakan tokoh. Bagi saya, kehadiran serial Upin dan Ipin seperti menjadi obat penenang dari kegelisahan saya akan minimnya tayangan yang menghibur sekaligus mendidik bagi anak-anak karena jumlah programnya masih bisa dihitung dengan jari. Sebenarnya, dari anak-anaklah kita perlu belajar. Mereka tidak mempermasalahkan serial kegemarannya berasal dari Malaysia atau Indonesia. Seandainya saja serial Si Unyil yang ditampilkan dengan konsep cerita masih hidup, bukan tidak mungkin Si Unyil jadi duta yang memperkenalkan kebudayaan Indonesia bagi anak-anak Malaysia jika Si Unyil ditayangkan di Negara Malaysia. Harus diakui kali ini serial Upin dan Ipin telah berhasil mencuri perhatian anak-anak Indonesia. Tapi itu semua masih jauh lebih baik daripada perhatian anak-anak kita dicuri oleh tayangan-tayangan lokal yang banyak mengumbar emosi berlebihan yang sebenarnya tidak baik bagi perkembangan imajinasi anak-anak kita. YPKris |