Pameran Wayang Bentara Budaya
Mengenal Jati Diri Bangsa

Era modernisasi memang tak bisa dihindari, beragam budaya pun masuk bertubi-tubi merasuki bangsa Indonesia. Serbuan budaya barat yang datang melalui media televisi dan media lain membuat generasi muda sebagai penerus bangsa lebih menyukai budaya barat dibanding budaya bangsa sendiri. Atas dasar keprihatinan itulah Bentara Budaya Jakarta menggelar pameran wayang yang merupakan koleksi Bentara Budaya Jakarta. Setelah dikukuhkan UNESCO sebagai warisan budaya dunia, sudah sepatutnya kita sebagai bangsa Indonesia bangga dan mengapresiasi dengan baik, karena itu sasaran utama pameran ini adalah kaum muda atau remaja perkotaan yang sudah semakin jauh meninggalkan seni budaya bangsa.

Menurut Riyo S.Danumirti, kurator pameran, wayang yang dipamerkan ini bukan hanya dalam pengertian sastra saja, tetapi dari askpek visual, aspek rupa, dan aspek pertunjukkan dengan begitu, ia berharap pertunjukkan dan pameran wayang ini nantinya tidak hanya akan dikenal dan dikenang dalam dokumen sejarah tetapi terus diapresiasi sehingga wayang tidak akan punah karena disukai dan mulai dikenalkan pada generasi muda sejak dini, seperti mereka menyukai dan dengan cepat mengenal tokoh-tokoh superhero dari Amerika seperti, Superman, atau Spiderman.

Memang tidak mudah memperkenalkan budaya wayang dan cerita-ceritanya yang sudah ada kira-kira sejak zaman pra Hindu. Misalnya saja naskah sastra Ramayana Kakawin berbahasa Jawa kuno yang diperkirakan ditulis pada masa pemerintahan raja Mataram Hindu, yaitu Dyah Balitung (989-910). Belum lagi nama-nama tokoh pewayangan, Semar, Bima, Cepot, Rahwana dan masih banyak lagi nama tokoh wayang lainnya, maka dari itu melalui pameran-pameran seperti ini, diharapkan sejak usia dini generasi penerus bangsa sudah ditanamkan betapa pentingnya arti sejarah dan kesenian bangsa sendiri, dengan begitu bukan hanya mengenal dan mengapresiasi, namun tetap melestarikan nilai budaya tersebut.

Riyo Danumirti juga menambahkan, wayang adalah wahana yang istimewa, karena ketika dimainkan, fungsinya menjadi mediator untuk menyampaikan ajaran tentang kebaikan lewat tokoh wayang, ketika dalang mampu menghidupkan pagelarannya dengan menyelipkan ajaran-ajaran kebaikan dengan contoh-contoh kasus aktual dan faktual, maka dalang dan wayangnya telah mampu menciptakan seni tontonan dan tuntunan yang total, dan tidak lagi dianggap sebagai budaya yang kuno dan mencerminkan keterbelakangan. Retno Maruti, pada kata sambutannya menambahkan, kita harus sanggup mempertahankan pengakuan dunia atas seni budaya wayang, jika dunia saja mau mengakui dan mengapresiasi kenapa bangsa kita sendiri tidak bisa. Wayang harus tetap hidup dan terus berjalan mencapai kemajuan sebagaimana dengan produk budaya yang lain.

Natalia