Diskusi Foto di Tembi Rumah Budaya
Hak Cipta Karya Foto

Hak pemegang eksklusif atau pemegang hak cipta adalah hak untuk mengatur hasil penuangan gagasan atau informasi tertentu. Hak cipta juga memungkinkan pemegang hak tersebut untuk membatasi penggandaan tidak sah suatu ciptaan yang memiliki masa berlaku terbatas. Apa saja karya yang berlaku hak ciptanya, bisa mencakup puisi, drama, karya tulis, film, komposisi musik, rekaman suara, lukisan, gambar, patung, foto dan masih banyak lagi. Namun umumnya orang-orang hanya mengenal hak cipta karya musik atau lagu. Padahal banyak orang-orang tak bertanggung jawab dengan leluasa menggandakan karya musik.

Kali ini kita akan berbicara tentang hak cipta karya fotogfrafi, sesuai dengan judul diskusi tentang karya cipta atau hak cipta di dunia fotografi oleh fotografer senior Tigor Lubis di Tembi Rumah Budaya bersama komunitas Lensa Manual.net, Senin, (28 Juni 2010) kemarin. Dalam diskusi tersebut dibahas lebih dalam tentang bagaimana pentingnya hak cipta karya foto didunia fotografi. Tigor Lubis dalam menyatakan hak cipta suatu karya foto yang sudah ada sejak dulu sayangnya tidak terlalu diperhatikan oleh para fotografer khususnya di Indonesia. Padahal hak cipta tersebut bisa menjadi penambah penghasilan yang nominalnya bisa sangat besar bila karya tersebut bagus dan ekslusif, ditambah lagi hak cipta tersebut bisa diwariskan pada keluarga.

Bagaimana sih cara mendapatkan hak cipta foto kita, mudah saja, tinggal didaftarkan pada Ditjen HKI (Hak kekayaan intelektual), lembaga pelayanan jasa hukum dibidang hak kekayaan intelektual di Indonesia yang sudah ada sejak jaman penjajahan Belanda. Selanjutnya akan diberitahu tentang apa saja yang menjadi hak dan bagaimana perjanjian hak cipta itu dipergunakan. Dan untuk lebih jelas, penjelasan prosedur dan formulir pendaftaran hak cipta dapat diperoleh di kantor maupun Ditjen HKI. Disitu juga terdapat "Daftar Umum Ciptaan" yang mencatat ciptaan-ciptaan terdaftar yang dikelola oleh Ditjen HKI dan dapat dilihat oleh setiap orang tanpa dikenai biaya.

Lalu keuntunganya, selain sudah jelas karya cipta menjadi legal dan tak bisa diakui oleh pihak manapun, foto yang sudah memiliki hak cipta bisa dijual berkali-kali sesuai dengan perjanjian. Hanya saja kita pemilik foto harus berhati-hati dengan perjanjian hak cipta yang sudah disetujui, karna kalau-kalau melanggar perjanjian dapat di kenakan sanksi tuntutan. Ingat dengan kasus fotografer bawah laut, Michael F.E Sjukrie melawan harian Media Indonesia yang fotonya dimuat tanpa menulis nama fotografer aslinya. Kasus tersebut berlanjut sampai akhirnya Michael memenangkan kasus pelanggaran hak cipta tersebut dengan menggunakan Undang-Undang No. 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta.

Nah berkaca pada kasus-kasus seperti ini, pengakuan dan pencurian foto yang kini semakin mudah dilakukan seiring berkembangnya dunia teknologi, Tigor Lubis menyarankan agar para fotografer lebih aware pada karya-karyanya dengan membuat hak cipta. Atau agar lebih mudah dibuat sebuah lembaga yang menaungi hak cipta karya para fotografer, dengan begitu jika ada pelanggaran hak cipta, yang maju bukan perorangan tetapi melalui lembaga.

Natalia
Foto-foto: Indra Maulana