Pagelaran
Tari Lintas Generasi
42 Tahun LKB Saraswati
Jelang hari ulang tahun Jakarta yang ke-483 dan selama 42 tahun turut mengembangkan dan melestarikan seni dan budaya Bali di Jakarta, Lembaga Kesenian Bali Saraswati menggelar pentas tari dari lintas generasi di Gedung Kesenian Jakarta pada 5-6 Juni 2010 kemarin. Pertunjukkan tari ini melibatkan penari dan penabuh dari berbagai generasi baik yang pernah dan masih bergabung sebagai anggota LKB Saraswati. Selama 42 tahun berdiri, LKB Saraswati berawal dari kecintaan akan budaya serta keprihatinan atas apa yang dialami seni dan budaya Indonesia diklaim Negara lain belakangan ini. Kemudian, tercetuslah ide untuk berkumpul kembali dari para penari alumni LKB dan mempersembahkan pertunjukkan pada malam itu.
Kesibukan dari masing-masing penari baik yang masih menjadi anggota mapun alumni tampaknya tak lagi menjadi masalah, karena mereka berkumpul dan dengan giat dan berlatih demi mempersembahkan pertunjukkan terbaik. Dua pekerja seni yang sudah memiliki nama besar, Ratna Riantiarno dan Guruh Soekarno Putra turut ambil bagian dalam pagelaran ini, bahkan Guruh yang memang sudah seringkali bekerjasama dengan LKB Saraswati mempersembahkan sebuah tarian dan lagu baru yang diciptakan khusus sebagai hadiah ulang tahun LKB Saraswati dalam pagelaran ini.
Sejak sampai di Gedung Kesenian Jakarta, suasana Bali sudah sangat terasa, berbagai hiasan khas Bali sudah tertata rapi didepan pintu masuk sampai di dalam ruang pertunjukkan, Pimpinan LKB Saraswati, I Gusti Kompiang Raka sebagai direktur artistik pagelaran ini berhasil membuat Gedung Kesenian Jakarta seperti benar-benar berasa di Bali. Meriahnya pagelaran ini dibuka dengan persembahan tari Puspanjali, sebuah tarian penyambutan yang diciptakan oleh N.L.N. Swasthi Wijaya dan I Nyoman Windha pada 1989, konon tarian ini mengambil inspirasi dari tarian-tarian upacara Rejang yang menggambarkan sejumlah wanita dengan penuh rasa hormat menyongsong kedatangan tamu yang datang kepulau mereka.
Tarian ini dibawakan oleh alumni-alumni dari LKB Saraswati, ini terlihat karena hampir semua penari tak lagi berusia muda. Meski begitu, mereka masih piawai menari, gerakannya elok dan luwes, mereka terdiri dari Ratna Riantiarno, Jusri Fathma Hakim, Truly Sutrasno, dan Ietje Komar bersama sembilan penari seangkatan mereka. Namun sepanjang tarian, mereka tidak ada gerakan duduk seperti apa yang ada dalam tarian Bali, mungkin saja menghindari kesulitan berdiri karena tubuh mereka yang tak lagi muda. Tarian kedua berasal dari Bali Utara (Buleleng) yang menggambarkan gerak-gerik seorang pemuda yang menginjak dewasa, sangat emosional tingkah laku dan ulahnya untuk menarik hati wanita.
Ada dua tarian ciptaan Guruh Soekarno Putra pada malam itu Tari Rebong Pupa Mekar, yang melambangkan sifat kewanitaan yang lembut, ayu dan manis budi, kabarnya Guruh mendapat inspirasi tarian ini dari adegan rebong pada wayang kulit Bali. Yang kedua adalah tarian baru ciptaannya bernama Tari Zapin Indonesia Ria, tarian ini dieksplorasi dari gerak tari Japin dan tarian muda-mudi di Bali yang diiringi dengan tetabuhan Bali. Tak hanya tarian dan lagu baru, Pria yang sangat dekat dengan LKB Saraswati ini bahkan sempat bergabung sejak masih SMP, malam itu menunjukkan kepiawaiannya menabuh gendang yang berkolaborasi dengan I Gusti Kompiang Raka, gurunya.
Akhirnya, setelah kurang lebih 7 tarian dipersembahkan pada malam itu, Lakon klasik Sendratari Ramayana menjadi persembahan penutup perayaan ulang tahun LKB Saraswati yang ke-42. Penonton dibuat puas dengan menikmati keindahan budaya milik bangsa, persembahan tarian ini juga seakan membawa kita bernostalgia menapaki perjalanan lembaga kesenian ini dengan penari dari lintas generasi. Semoga lembaga yang telah berdiri sejak 1968 dan telah mencetak kurang lebih 4000 penari ini semakin jaya seiring dengan usianya yang ke-42 tahun.
Natalia