Sugeng Jabrik
Triyono
Kisah dibalik Pencarian Harta Karun Cirebon
Pelelangan harta karun dan sejumlah artefak muatan kapal tenggelam di perairan Cirebon pada 5 Mei lalu membuat heboh karena tidak ada satupun yang hadir dalam pelelangan barang berharga tersebut dengan berbagai alasan, beberapa kalangan bahkan menentang dan menyayangkan pelelangan tersebut. Koleksi harta karun tersebut memang menggiurkan, selain batu kristal, yang diperkirakan berasal dari Dinasti Fatimah di Mesir (910-934 M) dan golok emas yang bertuliskan huruf arab Kufi keramik dari Fifth Dynasty di China, ada perunggu dari Dinasti Tang, dan gelas-gelas bertuliskan huruf Arab Kufi dari Mesopotamia dan Siria, juga gelas hijau dari Mesir, permata dan ruby dari India. Diperkirakan ada sekitar 2.366 benda bersejarah yang terangkut dari kapal karam tersebut.
Pengangkatan benda berharga muatan kapal tenggelam di Cirebon yang berlangsung sejak Februari 2004 hingga Oktober 2005 itu dilakukan oleh PT Paradigma Putra Sejahtera bekerja sama dengan Cosmix Underwater Research Ltd dengan izin Pemerintah Indonesia, bersama puluhan penyelam handal dari Indonesia dan penyelam asing. Salah satu penyelam Indonesia adalah pria kelahiran Jogjakarta, Sugeng Jabrik triyono, ia merasakan lamanya 6 minggu diatas kapal asing SV SIREN Kingstown untuk mencari muatan yang ada didasar laut Cirebon itu. Di Tembi Rumah Budaya beberapa waktu lalu dalam acara diskusi dan berbagi pengalaman sebagai salah satu penyelam dari Indonesia, Jabrik mengaku sangat mempersiapkan mental dan fisiknya untuk hidup diatas kapal selama 6 minggu, jauh dari keluarga, pekerjaan penuh resiko dan dilanda kebosanan yang amat sangat.
Jabrik mulai bercerita tentang dunia menyelam yang ternyata harus memiliki keahlian khusus, apalagi kali ini perjalanan menyelamnya bukan untuk melihat bawah laut dengan pemandangan ikan-ikan yang indah. Perjalanan menyelamnya kali ini adalah pekerjaan serius, mengangkut harta karun dari kapal yang tenggelam ratusan tahun lalu. Dalam lima belas bulan, Jabrik bersama tim bekerja keras sehingga menghasilkan kira-kira 11 ribu mutiara, 4.000 rubi, 400 safir merah, dan 2.200 batu akik merah. Selain itu, ditemukan pula vas terbesar dari Dinasti Liao (907-1125 Masehi) dan keramik Yue dari era lima dinasti (907-960). Koleksi artefak itu berasal dari era lima dinasti Tiongkok yang hanya berkuasa selama 53 tahun, yaitu Dinasti Liang (907-923), Tang (923-936), Jin (936-947), Han (947-951), dan Zhou (951-960).
Temuan mereka tak hanya harta karun tersebut, Jabrik mengaku menemukan sebuah kendi berisi lumpur namun terdapat rempah mirip kemiri yang masih utuh, mereka juga menemukan gading gajah yang sangat besar dan panjang yang sayangnya tak dapat diangkat keatas kapal karena terlalu lapuk. Setelah mengambil temuan dari dasar laut, pekerjaan mereka belum selesai. Jabrik yang mengaku dikontrak untuk menyelam justru mendapat pekerjaan tambahan membersihkan dan mencuci ribuan harta dan artefak yang mereka temukan. Padahal dalam kontrak tidak ada perjanjian harus membersihkan segala, katanya sambil tertawa.
Hilang di Laut
Lelah, bosan dan rindu dengan keluarga adalah rasa yang akhirnya terbiasa dialami Jabrik diatas kapal. Ingat dengan keluarga dan orang-orang tercintanya semakin terasa saat ia sempat hilang diperairan yang sangat luas itu saat melakukan pekerjaannya. Saat itu, Jabrik menyelam dan memulai pekerjaannya, sampai tiba-tiba beberapa bagian dari kapal runtuh dan mengakibatkan air keruh dan gelembung udara dari alat pernapasan yang biasa digunakan sebagai alat penunjuk jalan untuk naik keatas kapal tak terlihat sama sekali. Jabrik tak mau putus asa, apalagi dia bukan penyelam baru dan memiliki banyak pengalaman dalam hal menyelam.
Saat itu ia hanya mengikuti insting untuk berenang naik ke permukaan, dia berhati-hati dalam menggunakan tabung gas akan tidak kehabisan sebelum sampai permukaan. Jabrik berhasil keluar dari dasar air, namun diluar dugaan kapal yang ia tumpangi sangat jauh bahkan beberapa kali hilang dari pandangannya karena ombak yang besar. Saat itu yang saya ingat hanya Tuhan dan keluarga saya. Disekeliling saya hanya lautan luas dan ia seorang diri tanpa teman-teman penyelamnya. Saat itu saya sudah siap untuk mati, habis mau gimana lagi, saya pasrah sambil berdoa, katanya.
Kepasrahan Jabrik tak membuat ia hanya diam dan tak melakukan apapun demi keselamatannya, ia mulai menggerakkan sepatu selamnya untuk memberi tahu jika ada kapal yang kebetulan lewat, beruntung jika kapal yang ditumpanginya yang melihat tanda itu. Tuhan ternyata berkehendak lain, meski Jabrik mengaku sudah siap mati, ia masih diberi kesempatan untuk bertemu keluarganya. Ia dijemput oleh timnya dan dibawa kekapal induk, sejak peristiwa hilang itu, Jabrik sampai saat ini dijuluki Jabrik The Lost Diver.
Jabrik satu dari banyak penyelam pribumi pemberani yang siap menghadapi resiko apapun saat menyelam, termasuk tersesat dan hilang. Dengan begitu sudah sepantasnya pemerintah memberi jaminan kesehatan dan keselamatan yang layak bagi mereka yang pekerjaannya penuh resiko dan seringkali membahayakan jiwa sendiri ini. Ironisnya jika dibandingkan dengan nasib si penyelam, penemuan dan nilai harta karun yang ditemukan justru lebih menarik perhatian.
Titin
Foto-foto: Dari Berbagai Sumber