Potret Indonesia Dimata Jepang
Iwasaki Samsul

Pameran foto pria asal Jepang bernama Akinori Iwasaki Samsul yang di gelar di Galeri Mini Japan Foundation Jakarta, Gedung Summitmas 1 beberapa waktu lalu berawal dari ketertarikannya mengenal lebih dekat masyarakat sederhana yang ada di Indonesia. Lewat 23 foto hitam putih karyanya, Iwasaki mencoba menuangkan kehangatan, keramahan dan kesederhanaan masyarakat Indonesia.

Saat pertama melihat karya-karya pria Jepang ini, kesan yang terlihat adalah kehangatan dan kedekatan sang fotografer dengan si obyek, meski ia mengaku tidak memiliki banyak waktu luang untuk memotret. Pria yang bekerja pada perusahaan furniture dan tinggal di Indonesia sejak tahun 90-an ini memang tidak memiliki banyak waktu untuk sekedar berjalan-jalan, atau istilah keren fotografer sekarang adalah hunting foto. Meski sudah menyukai dunia fotografi sejak 12 tahun silam, Iwasaki hanya memiliki kesempatan memotret pada hari libur atau akhir pekan.

Lalu bagaimana Iwasaki mampu mengenal dekat obyek fotonya, apalagi ia tak memiliki waktu banyak, kuncinya sejak tahun 2003, Iwasaki rajin berjalan-jalan di perkampungan sekitar Jakarta. Ia dengan kamera lamanya, Mamiya C220 yang dibelinya dengan harga dua juta rupiah ini memotret semua kegiatan orang-orang kampung yang ia temui di sepanjang jalan. Setelah itu ia mencetak foto tersebut dan memberikannya kepada orang yang menjadi obyek kameranya. Mereka senang saat saya berikan hasil foto saya, dari situ saya mulai akrab dengan mereka, bahkan tidak jarang mereka bercerita tentang hal pribadinya pada saya, papar pria asal Jepang ini.

Foto hitam putih hasil karyanya, menampilkan kesan atau karakter kuat yang jarang ditemui dalam foto berwarna, hal itu juga yang membuat Iwasaki memilih sebagian besar hasil fotonya dibuat hitam putih. Ia pintar memanfaatkan sisi kelemahan kameranya menjadi kekuatan dalam karyanya. Lihat saja karyanya pria tua yang sedang melamun menjadi hasta karya yang penuh makna bagi yang melihat. Belum lagi senyum-senyum dari masyarakat kecil yang bekerja keras demi hidupnya, hal itu adalah salah satu dari sekian banyak yang ingin di sampaikan Iwasaki melalui foto, selain keluguan, kesederhanaan dan keletihan sang obyek dalam menjalani kehidupan sehari-hari.

Tetapi yang paling penting dari pameran fotonya kali ini, adalah bagaimana ia melihat dua budaya yang sangat berbeda jauh dari dua Negara yang pernah ditinggali Iwasaki, Indonesia dan Jepang. Yaitu bagaimana kehidupan keluarga di Indonesia yang tetap bisa tersenyum dalam menjalani hidup meski serba kekurangan dan hidup dalam kesederhanaan, berbeda jauh dengan Jepang yang sangat sibuk dan individual sehingga menyebabkan ketidakharmonisan dalam keluarga. Di Jepang banyak orang memutuskan untuk tidak menikah dan tidak memiliki keluarga karena sibuk bekerja, mereka disana harus melihat kehidupan keluarga sederhana yang bahagia di Indonesia, ucapnya. Pameran kali ini juga dipersembahkan sebagai tanda perpisahan Iwasaki dengan Indonesia dan tentu para sahabatnya di sini. Karena akhir Februari tahun ini ia akan kembali bertugas di Jepang.

Titin