Museum - Kelahiran
SIKLUS
HIDUP MASYARAKAT JAWA
Pada
bagian terdahulu telah dikemukakan mengenai siklus hidup masyarakat
Jawa pada upacara-upacara kehamilan, yaitu upacara mitoni. Berikut
ini akan diulas lagi tentang upacara-upacara yang diselenggarakan
pada masa kelahiran anak. Upacara yang diselenggarakan dalam masa
kelahiran anak yaitu upacaramendhem ari-ari, upacarabrokohan,
upacarapuputan ataudhautan, upacarasepasaran,
dan upacaraselapanan.
Upacara
Mendhem Ari-ari
Ari-ari
atau plasenta disebut juga denganaruman atauembing-embing
ataumbingmbing. Bagi orang Jawa, ada kepercayaan bahwa ari-ari
merupakan saudara bayi tersebut oleh karena itu ari-ari dirawat
dan dijaga sebaik mungkin, misalnya di tempat penanaman ari-ari
tersebut diletakkan lampu sebagai penerangan. Artinya, lampu tersebut
merupakan simbolpepadhang bagi bayi. Pemagaran di sekitar
tempat penanaman ari-ari dan menutup bagian atas pagar juga dilakukan
agar tidak kehujanan dan binatang (seperti katak) tidak masuk ke
tempat itu.
Tata
Cara/Adat
Ari-ari
setelah dicuci bersih dimasukkan ke dalam periuk yang terbuat dari
tanah (kendhil). Di beberapa tempat, periuk dari tanah ini dapat
diganti dengan tempurung kelapa dan tabonan kelapa. Sebelumnya kendhil
diberi alas daun senthe yang di atasnya diletakkan beberapa barang
yang merupakan syarat. Syarat yang dimaksud di beberapa daerah berlainan
jenisnya, yaitu:
- kembang boreh, lenga wangi, kunir bekas alas untuk memotong usus,
welat (pisau yang terbuat dari potongan bambu tipis) yang dipakai
untuk memotong usus, garam, jarum, benang, gereh pethek, gantal
dua kenyoh, kemiri gepak jendhul, tulisan huruf Jawa (ha na ca
ra ka, ...), tulisan huruf Arab, tulisan huruf latin (a, b, c,
...), dan uang sagobang;
- biji kemiri gepak jendhul, jarum, gereh, beras merah, kunyit,
garam, dan kertas tulisan Arab;
- pensil, buku, kertas tulisan Arab, tulisan Jawa, dan tulisan latin.
Selain itu, bagi bayi perempuan ke dalam kendhil dimasukkan juga
empon-empon seperti temu ireng, kunir, dlingo bengle, bawang merah,
bawang putih, benang, dan jarum. Bagi bayi laki-laki, dimasukkan
juga uang logam Rp 100,00.
Setelah
beberapa syarat itu dimasukkan disusul kemudian dengan ari-ari,
kendhil ditutup dengan lemper yang masih baru lalu dibungkus dengan
kain mori yang juga masih baru.
Pelaku
atau orang yang menanam ari-ari haruslah ayah kandung si bayi dengan
mengenakan pakaian tradisi lengkap, yaitu:bebedan dan mengenakan
blangkon. Kendhil berisi ari-ari digendhong dan dibawanya
ke tempat penguburan dengan dipayungi. Timbunan tanah untuk mengubur
ari-ari dipagari dan di atasnya ditaburi kembang setaman (bunga
mawar, melati, dan kenanga). Di atasnya dipasang lampu yang dinyalakan
setiap malam selama selapan (35 hari). Tempat penguburan ari-ari
ini biasanya terletak di samping kanan pintu masuk.
Terdapat
beberapa variasi cara merawat ari-ari. Meskipun berbeda cara, variasi-variasi
tersebut pada dasarnya mempunyai esensi yang sama, yaitu merawat
ari-ari yang dipercaya sebagai saudara kembar si bayi. Selain yang
telah tersebut di atas, yaitu dikubur, ari-ari dirawat dengan langsung
dilabuh di sungai. Variasi yang lain adalah ari-ari digantung di
luar rumah. Bila anak sudah besar, ari-ari itu dilabuh sendiri oleh
anak tersebut.
Upacara
Brokohan
Upacara
brokohan merupakan upacara yang diselenggarakan oleh masyarakat
Jawa untuk menyambut hadirnya warga baru dalam keluarga, yaitu si
bayi sebagai ungkapan rasa syukur. Seluruh upacara kelahiran ini
bertujuan agar sejak saat kelahiran sampai pertumbuhan masa bayi
selalu mendapat karunia keselamatan dan perlindungan dari Tuhan.
Unsur kata brokohan berasal dari kata bahasa Arab barokah yang mengandung
makna: mengharapkan berkah.
Upacara
brokohan diselenggarakan pada sore hari setelah kelahiran anak dengan
mengadakan selamatan atau kenduri yang dihadiri oleh dukun perempuan
(dukun beranak), para kerabat, dan ibu-ibu tetangga terdekat. Setelah
kenduri selesai, para hadirin segera membawa pulang sesajian yang
telah didoakan. Biasanya sesajian sudah dikemas dalambesek,
yaitu suatu wadah yang terbuat dari sayatan bambu.
Sesajian
yang dipersiapkan pada upacara brokohan, antara lain: minuman dhawet,
jangan menir,sekul ambeng: nasi dicampur lauk pauk
jeroan, pecel dicampur lauk ayam matang, telur mentah, kembang setaman,
kelapa, dan beras. Makanan yang telah matang tersebut dapat juga
diganti dengan bahan makan yang belum diolah, misalnya bawang merah,
bawang putih, lombok merah, lombok hijau, lombok rawit, gula jawa,
sebungkusteh, sebungkus gula pasir, tempe mentah, garam, beras,
minyak goreng, telur mentah, sepotong kelapa, dan penyedap rasa
atau sesuai dengan kemampuan masing-masing.
Upacara
Puputan atauDhautan
Dhautan
ataupuputan berasal dari katadhaut ataupuput
yang berarti lepas. Upacarapuputan atau sering disebut juga
dengandhautan diselenggarakan pada sore hari untuk menandai
putusnya tali pusar bayi dengan mengadakan kenduri selamatan. Kenduri
selamatan sebagai ungkapan rasa syukur dipimpin olehkaum
dengan dihadiri oleh para kerabat dan bapak-bapak tetangga terdekat.
Sesajian yang perlu dipersiapkan pada upacara puputan ialah sega
gudangan: nasi dengan lauk pauk sayur mayur dan parutan kelapa,
jenang abang, jenang putih, dan jajan pasar.
Waktu
penyelenggaraan upacarapuputan tidak dapat ditentukan secara
pasti karena putusnya tali pusar masing-masing bayi tidak sama.
Adakalanya tali pusar lepas setelah bayi berumur satu minggu, adakalanya
kurang dari satu minggu.
Upacara
puputan ini ditandai antara lain dengan dipasangnyasawuran,
yaitu bawang merah, dlingo, bengle yang dimasukkan ke dalam ketupat,
dan aneka macam duri kemarung di sudut-sudut kamar bayi. Selain
itu dipasang juga daun nanas dipoles warna hitam putih, dedaunan
apa-apa, awar-awar, dan girang, dan duri kemarung. Di halaman rumah
ditegakkan tumbak sewu. Di tempat tidur bayi diletakkan benda-benda
tajam seperti pisau, gunting.
Bayi
perempuan setelah tali pusarnya lepas, pusarnya ditutupi dengan
biji ketumbar sedangkan laki-laki ditutupi dengan biji merica dengan
dilekati obat tradisional Jawa berupa ramuan benangsari bunga nagasari,
dan lain-lain yang ditumbuk sampai halus. Tali pusar yang barusaja
putus dibungkus dengan kainbanguntulak untul bantal si bayi
sampai bayi berumurselapan
Upacara
Sepasaran
.Upacara
sepasaran merupakan suatu upacara yang menandai bahwa bayi telah
berumur sepasar (lima hari). Sepasar merupakan satu rangkaian hari
Jawa, yaitu Pon, Wage, Kliwon, Legi, Paing. Upacara sepasaran biasanya
diselenggarakan secara sederhana. Upacara sepasaran dilakukan pada
sore hari dengan melakukan kenduri yang disaksikan oleh keluarga
dan tetangga terdekat. Kenduri atau sesajian selamatan kemudian
dibawa pulang oleh yang menyaksikannya.
Namun
bagi golongan masyarakat tertentu, sepasaran justru merupakan upacara
paling meriah yang diselenggarakan oleh keluarga untuk menyambut
hadirnya bayi di tengah keluarganya seklaigus pemberian nama bagi
si bayi. Kemeriahan ini tergantung pada kemampuan masing-masing
keluarga untuk menyelenggarakan pesta.
Upacara
Selapanan
Upacara
sepasaran merupakan suatu upacara yang menandai bahwa bayi telah
berumur selapan (tiga puluh lima hari). Hitungan selapan itulah
yang menandai bahwa hari itulah hari weton si bayi. Upacara selapanan
pada kalangan masyarakat tertentu bersamaan dengan pemberian nama
bagi si bayi. Tempat penyelenggaraan upacara selapanan biasanya
di pendapa atau di ruang samping rumah atau di suatu ruang yang
cukup luas untuk menyelenggarakan upacara.
Upacara
selapanan didahului dengan upacaraparasan.Parasan
berasal dari kata paras yang berarti cukur. Parasan dilakukan pertama
kali oleh ayah si bayi kemudian para sesepuh. Setelah rambut tercukur
bersih, dilakukan pengguntingan kuku. Selama pencukuran rambut dan
pemotongan kuku, dhukun mengucapkan mantra-mantra penolak bala dan
membakar kemenyan. Cukuran rambut dan guntingan kuku dimasukkan
ke dalam kendhil baru kemudian dibungkus dengan kain putih (mori),
lalu dikubur di tempat penguburan ari-ari.
Upacara
mencukur rambut dan menggunting kuku si bayi pada hakekatnya adalah
perbuatan ritual yaitu semacam kurban menurut konsepsi kepercayaan
lama dalam bentuk mutilasi tubuh.
Setelah
pencukuran rambut dan pemotongan kuku selesai, diucapkanlahujub
disusul dengan doa keselamatan bagi si bayi dan keluarga. Sebagian
sesajian selamatan dibawa pulang oleh kerabat dan tetangga yang
hadir. Dengan demikian, selesailah sudah upacara selapanan.
Dalam
melaksanakan upacara kelahiran, masyarakat Jawa percaya bahwa keseluruhan
unsur dalam upacara tersebut mempunyai makna atau lambang tersirat.
Makna atau lambang yang tersirat dalam upacara-upacara masa kelahiran
dalam masyarakat Jawa, ialah:
- Duri
dan daun-daunan berduri dipasang di penjuru rumah, maknanya ialah
menolak gangguan bencana gaib.
- Tumbak sewu, yaitu sapu lidi yang diberi bawang dan cabe, diletakkan
di dekat tempat tidur bayi. Tumbak sewu ini bermakna untuk menolak
makhluk gaib yang datang, yang mungkin akan mengganggu keselamatan
si bayi. Dengan adanya tumbak sewu ini makhluk gaib tidak akan
berani mendekati si bayi.
- Coreng-coreng hitam putih pada ambang pintu untuk menolak pengaruh
jahat yang akan masuk melalui pintu.
- Kertas bertuliskan huruf Arab, latin, dan Jawa mengandung makna
agar bayi kelak mahir membaca ayat suci, memilki kepribadian Jawa,
menguasai berbagai pengetahuan. Syarat yang berupa benang dan
jarum bagi bayi perempuan, diharapkan agar si bayi tumbuh menjadi
perempuan yang tahu tanggungjawabnya kelak sebagai ibu/istri.
Syarat yang berupa uang bagi bayi laki-laki, diharapkan agar si
bayi kelak dapat mencari nafkah bagi keluarganya.
- Payung mengandung makna agar si bayi kelak menjadi orang luhur.
Kain mori putih agar si bayi kelak berhati jujur. Kuali yang dipasang
terbalik (kuali bolong) melambangkan dunia. Pelita melambangkan
sinar yang menerangi kegelapan.
- Air dan kembang setaman mengandung makna kesucian.
- Kaca/cermin (pangilon) mengandung makna magis yang mampu mengusir
kedatangan makhluk halus jahat.
- Dedaunanapa-apa,awar-awar, dangirang maknanya
mengandung harapan agar kelahiran tidak mengalami sesuatu gangguan
(apa-apa), semua kekuatan jahat menjadi tawar (awar-awar),
dan seluruh keluarga bergembira (girang). Duri (ri) kemarung
dianggap memiliki kekuatan magi alam yang mampu mencelakakan setiap
makhluk halus yang mencoba datang untuk maksud jahat.
- Daun nanas yang diolesi hitam putih menyerupai ular welang mengandung
makna magis yang mampu menakut-nakuti makhluk halus jahat yang
hendak memasuki kamar bayi.
- Telur mentah melambangkan kekuatan.
- Kelapa melambangkan ketahanan fisik.
- Ingkung melambangkan embrio.
- Jajan pasar melambangkan kekayaan.
- Pisang raja melambangkan budi luhur atau derajat mulia.
- Gula jawa melambangkan kemanisan hidup.
- Sega gudangan melambangkan kesegaran jasmani rohani.
- Dawet melambangkan kelancaran usaha hidup
fotografer:
Didit Priyo Daladi
naskah dari berbagai sumber oleh A. Melati Listyorini
|