Museum - Kwali

KUWALI

Kuwali atau dalam bahasa Indonesia disebut belanga, juga merupakan salah satu jenis peralatan dapur yang sering dipakai oleh masyarakat Jawa di masa lalu. Kuwali sebagai alat dapur ini pada umumnya juga dibuat dari tanah liat. Cara pengolahan atau pembuatan pun terbilang sangat sederhana. Dengan teknik sederhana, tanah liat dicampur dengan sekam kemudian dibentuk dalam cetakan piring kayu pipih yang dapat diputar. Tanah liat ditaruh di atas cetakan tersebut lalu diputar dan dibentuk sesuai besar kecilnya gerabah. Ciri khas bentuk kuwali adalah bagian pantatnya berbentuk cembung, diameter lebih dari 15 cm, lebar diameter bagian atas hampir sama dengan bagian tengah kuwali, serta bagian tengah kuwali berbentuk bulat. Besarnya sangat beragam. Ada yang berukuran kecil, sedang, dan besar.

Alat yang mudah pecah ini biasa dipakai oleh masyarakat untuk memasak sayur. Kadang-kadang dipakai untuk menanak nasi, memasak air, atau menggongso biji-bijian seperti kacang atau sejenisnya. Tungku dengan bahan bakar kayu atau anglo dengan bahan bakar arang sering menemani kuwali ini dalam urusan memasak. Sangat jarang kompor dipakai sebagai alat memasak, mengingat alas kuwali berbentuk cembung. Karena bahannya yang agak tebal dan agak sulit mengantarkan panas, membuat memasak dengan alat ini membutuhkan waktu cukup lama jika dibandingkan dengan memakai alat masak modern seperti panci dari aluminium atau tembaga.

Pada dekade sekarang ini, sangat jarang masyarakat Jawa yang menggunakan kuwali ini untuk memasak dan menghiasi peralatan dapur. Peralatan memasak yang dominan dewasa ini adalah menggunakan kompor biasa atau kompor gas, sehingga alat yang dipakai untuk memasak pun harus menyesuaikan. Bahkan tidak jarang masyarakat sekarang yang sudah menggunakan alat memasak dari listrik, seperti magicjar, magiccom, atau lainnya. Dengan begitu peralatan memasak sederhana seperti kuwali terdesak dalam pemakaiannya. Mungkin beberapa masyarakat di pedesaan di Jawa masih menggunakan kuwali untuk memasak, tetapi prosentase sudah sangat sedikit. Bahkan mungkin pula bahwa alat ini digunakan bukan untuk kebiasaan memasak di setiap harinya, namun hanya jika mempunyai hajatan saja, seperti pernikahan, sunatan, merti dusun, dan sebagainya.

Produksi jenis gerabah ini di masa sekarang ini sudah sangat menurun. Sentra-sentra produksi gerabah (termasuk pembuatan kuwali) juga sudah jarang. Mereka kalah bersaing dengan alat masak modern yang lebih awet, lebih berkualitas, lebih ringan, dan tentu lebih praktis. Hal itu juga bisa disebabkan karena pengguna barang gerabah ini sudah tidak banyak atau mungkin pula pembuat yang semakin berkurang karena faktor usia atau tidak terjadi regenerasi.

Keberadaan kuwali gerabah di perederan masyarakat dewasa ini juga sudah jarang ditemukan kecuali di beberapa sentra produksi gerabah atau ditemukan di beberapa pasar atau warung tradisional. Alat ini kadang-kadang muncul pula sebagai asesoris dalam pembuatan film berlatar tempo dulu. Hampir dipastikan saat ini setiap keluarga modern tidak memiliki alat dapur jenis ini. Beberapa instansi atau lembaga yang peduli menyimpan alat kuwali ini biasanya adalah museum, kolektor pribadi, atau balai arkeologi. Beberapa museum budaya di Yogyakarta, misalnya Rumah Budaya Tembi, Museum Sonobudoyo, Ullen Sentalu, Pakualaman tentu juga memiliki koleksi alat masak ini.

Berkurangnya peredaran dan jarangnya penggunaan dalam kegiatan memasak sehari-hari membuat banyak kalangan remaja dari masyarakat Jawa yang sudah tidak kenal dengan alat masak kuwali ini. Bahkan tidak jarang di antara mereka yang belum pernah melihat barang aslinya. Tentu mereka pun tidak tahu dengan fungsi penggunaannya. Walaupun di dalam pelajaran sejarah, mungkin mereka pernah diperkenalkan, tetapi hanya dari sisi gambar saja. Maka tidak aneh banyak dari mereka kaum remaja yang buta terhadap alat-alat tradisional yang pernah dipakai oleh nenek moyangnya.

Namun begitu, ada kecenderungan rumah makan-rumah makan atau warung-warung makan yang bernuansa tradisional masih mempertahankan kuwali sebagai salah satu alat andalan untuk memasak. Karena dipercaya bahwa memasak menggunakan alat masak jenis kuwali ini rasanya lebih nikmat jika dibandingkan menggunakan alat masak modern seperti panci dan sejenisnya. Selain itu dipercaya lebih higienis dan terhindar dari segala jenis kandungan zat kimia yang ditimbulkan dari bahan-bahan modern tadi. Beberapa warung makan seperti warung soto, warung gulai, atau warung lainnya sering menggunakan kuwali untuk memasak kuahnya sebelum disajikan ke para pelanggannya.

Entahlah sampai kapan akan bertahan kuwali digunakan oleh para masyarakat pendukungnya untuk digunakan sebagai alat memasak. Tentu masyarakatnya sendiri yang akan menentukan. Namun yang jelas, kata tersebut akan selalu terekam di dalam kamus bahasa pendukungnya.

Naskah oleh : Suwandi Suryakusuma
Foto oleh : Didit PD.