BPH. Murdaningrat dan BPH. Panular
Gugur dalam Perang Jawa (1825-1830)
2
Latar Belakang
Setelah pecahnya Perang Jawa perburuan terhadap Pangeran Diponegoro dan pasukannya terus-menerus diupayakan oleh Belanda. Pada awal bulan Juli 1826 sepasukan Belanda di bawah pimpinan Jenderal Van Geen memburu Pangeran Diponegoro yang diperperkirakan oleh Belanda masih bermarkas di Dekso (Kalibawang, Kulon Progo). Pasukan ini dibantu oleh tenaga-tenaga dan tentara pribumi baik dari Jawa, Bali, Ambon, dan sebagainya. Begitu sampai di Dekso Pasukan di bawah Jenderal Van Geen menemukan tempat yang telah dikosongkan. Pasukan pimpinan Jenderal Van Geen kecewa. Akhirnya pasukan ini berniat pulang kembali ke Yogyakarta. Begitu sampai di sebuah jurang di Kasuran, pasukan ini disergap oleh pasukan Diponegoro di bawah komando Sentot Prawirodirdjo dan Prawirokusumo. Hancurlah pasukan di bawah Jenderal Van Geen ini.
Pada pertengahan Juli 1826 Sultan Hamengku Buwana II mengutus Bendara Pangeran Haryo Murdaningrat, Bendara Pangeran Haryo Panular, Danupoyo, Suriawijoyo, Adiwinata, Adiwijaya, Natabaya, dan beberapa bangsawan Yogyakarta lainnya untuk memimpin pasukan guna mencari Pangeran Diponegoro. Mereka itu dikawal juga oleh 20 orang infanteri Belanda, sepasukan dari Legiun Mangkunegaran, pasukan dari Kasunanan Surakarta, dan dari Kasultanan Yogyakarta sendiri. Jumlah pasukan ini berkisar antara 500-1000 orang.
Menurut salah satu versi pasukan ini diutus oleh Sultan Hamengku Buwana II untuk menghadap BPH. Diponegoro yang tengah mengobarkan perang dengan Belanda. Mereka diutus untuk menenangkan BPH. Diponegoro yang masih satu saudara dengan BPH. Murdaningrat, BPH. Panular, dan lain-lain. BPH. Murdaningrat dan BPH. Panular sendiri adalah wali bagi Sultan Hamengku Buwana V yang diangkat oleh Belanda untuk menggantikan Pangeran (BPH. Diponegoro) dan Pangeran Mangkubumi. Perutusan itu sendiri diharapkan akan membawa hasil baik, utamanya mampu mendinginkan kemarahan BPH. Diponegoro. Bagaimanapun juga antara yang diutus dengan yang didatangi adalah saudara. Demikian harapan dari pihak Kasultanan Yogyakarta.
Versi yang lain menyatakan bahwa pasukan sejumlah itu tidak mungkin merupakan rombongan biasa dengan tujuan untuk berunding secara baik-baik. Apalagi kedatangan mereka terdiri dari berbagai kesatuan prajurit dan membawa senjata pula. Bahkan mereka dikawal 20 prajurit Belanda di bawah pimpinan Letnan Jean Baptiste Haubert. Jumlah 500-1.000 orang bukanlah jumlah yang sedikit. Jumlah orang sebanyak itu dengan persenjataan lengkap tentulah jumlah yang dipersiapkan untuk menghadapi perang besar. Bukan untuk sekadar berbincang-bincang atau bermusyawarah. Pendapat lain juga menyatakan bahwa pasukan ini merupakan bagian penting dari pasukan yang diperbantukan kepada Jenderan Van Geen.
Sebenarnya pada saat itu, yakni tanggal 28 Juli 1826 malam Pangeran Diponegoro dan pasukannya tengah menyusun strategi untuk memburu sisa-sisa pasukan Jenderal Van Geen yang dipukul hancur di Kasuran. Jika sebelumnya Jenderal Van Geen dan pasukannya yang berperan memburu Pangeran Diponegoro, kini keadaan itu berbalik setelah pasukan Jenderal Van Geen dihancurkan di sebuah jurang di dekat Kasuran.
Kini sisa-sisa pasukan Jenderal Van Geen lah yang diburu oleh pasukan Pangeran Diponegoro. Di tengah situasi yang demikian itu datanglah orang yang bertugas menjadi informan atau mata-mata kepada Pangeran Diponegoro dan memberitahukan perihal adanya pasukan yang tampaknya akan pulang kembali ke Jogja dengan menempuh rute melalui Tempel-Sleman-Jogja. Hal ini segera menjadi perhatian pihak Pangeran Diponegoro dan pasukannya.
Segera saja rombongan pasukan di bawah kawalan Letnan Jean Baptiste Haubert serta BPH. Murdaningrat dan BPH. Panular ini dikejar oleh pasukan Pangeran Diponegoro, di bawah pimpinan Sentot Prawirodirdjo. Perjalanan merekla yang tengah menuju ke Yogyakarta ini kemudian disergap di Nglengkong (Tempel), dekat Kali Krasak. Pertempuran sengit tidak terhindarkan. Banyak korban jatuh pada pasukan yang tengah menuju pulang ke markas itu. BPH. Murdaningrat dan BPH. Panular gugur di tempat itu. Demikian juga dengan anggota pasukan yang lain. Mereka semua dikuburkan tidak jauh dari TKP yang saat ini dikenal dengan nama Dusun Nglengkong Kidul. Makam mereka itu tidak jauh dari aliran Kali Krasak.
a.sartono
Artikel Lainnya :
- Topeng dari Slamet Riyadi Sabrawi(13/04)
- 23 Nopember 2010, Djogdja Tempo Doeloe - PENYAKIT CACINGAN DI JOGJA TAHUN 1900-AN(23/11)
- DOLANAN JIRAK ULA(02/08)
- JANTRA (11/01)
- Mangan Ora Mangan Waton Kumpul(04/09)
- Daftar Buku(18/01)
- Jl. Kotabaru, Depan Gereja Kotabaru, 1937(17/10)
- Kitab Dewarutji(29/02)
Kantor Pos Tahun 1955(17/10) - 5 Januari 2011, Kabar Anyar - CHAIRIL ANWAR MENGHISAP PENSIL(05/01)