"Oh, Kulkas Kunonya Keren"
Atas Kunjungan Mahasiswa UIN Yogyakarta
Para mahasiswa Fakultas Dakwah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta terheran-heran ketika pemandu Tembi menunjukkan koleksi kulkas kuno kayu tanpa listrik kepada mereka. Mereka tidak habis pikir, bagaimana cara kerja kulkas tersebut. Namun setelah diberitahu bahwa cara kerja kulkas kuno itu dengan cara diberi es batu yang dimasukkan dalam satu sisi lubang, sementara sisi lain diisi dengan makanan yang diawetkan, mereka baru paham. Katanya, “sungguh keren dan unik”.
Itu merupakan satu koleksi kuno yang baru pertama kali mereka lihat. Masih pada ruangan yang sama, mereka juga melihat-lihat iklan-iklan kuno yang dibuat pada zaman Belanda. Iklan-iklan kuno seperti sabun Palmolive, Lux, Bolam O-sram, Lampu Petromak, dan lainnya itu menghiasi halaman-halaman di majalah Kajawen yang terbit sekitar tahun 1926-1940-an. Komentar mereka, ”Oh, ternyata produk-produk itu sudah ada sejak dulu. Bahkan sebagian dari produk itu sampai sekarang masih ada.”
Masih banyak lagi koleksi-koleksi yang mereka lihat saat berkunjung ke Tembi Rumah Budaya pada Jumat (1/6) lalu. Selain melihat-lihat koleksi museum yang ada di ruang Madyosuro dan Wonogiri, mereka juga melihat-lihat pameran lukisan yang ada di ruang Purworejo, perpustakaan, ruang “meeting”, ruang kursus mc dan tari, amphiteater, dan juga melihat-lihat fasilitas penginapan ala “desa” dengan modifikasi fasilitas hotel. Bahkan mereka berkesempatan melihat isi rumah penginapan. “Sungguh suasana tempat istirahat yang sangat nyaman dan romantis”, demikian komentarnya. Fasilitas lain yang dikunjungi adalah kolam renang konsep “belik”, warung dhahar yang menyajikan menu-menu Serat Centhini abad XIX hingga menikmati warung angkringan yang menyajikan nasi organik.
Mereka sangat berkesan saat berkunjung ke Tembi Rumah Budaya. Sebuah lembaga yang mengedepankan sisi budaya lokal yang berlokasi di Kabupaten Bantul. Kunjungan kali ini memang menjadi prioritas mereka untuk mengetahui lebih dekat kegiatan budaya di Tembi. Harapannya, mereka bisa mengambil hikmah dan bisa menerapkan di daerah asal, setidaknya dalam hal ide dan gagasan. Demikian sambutan Sri Harini, dosen pendamping saat berada di pendopo Yudonegaran di awal pertemuan. Sebab mahasiswa yang berkunjung ini, berasal dari berbagai daerah yang berbeda, seperti Sulawesi, Palembang, Madura, dan lain-lain. Di samping itu, nantinya mereka juga harus mengumpulkan tugas atas hasil kunjungan ini dalam bentuk tulisan esai.
Sebelum berkeliling, mereka diterima di pendopo Tembi. Di tempat ini, diterangkan sejarah singkat keberadaan Tembi, yang cikal-bakalnya diawali pada tahun 1995 dengan nama Lembaga Studi Jawa ditandai dengan surya sengkala “Wiku Kembar Songsonging Jagad”. Kegiatannya meliputi penelitian, pendokumentasian, dan pertunjukan. Pada 20 Mei 2000 berubah nama menjadi Rumah Budaya Tembi. Tanggal itulah yang sekarang dipakai sebagai ulang tahun Tembi. Saat ini bernama Tembi Rumah Budaya. Sudah banyak sekali kegiatan dan fasilitas untuk mendukung kegiatan budaya, seperti museum, galeri pameran, penginapan, rumah makan, angkringan, kolam renang, ruang “meeting”, perpustakaan, tempat pentas amphiteater, padi organik, dan sebagainya.
Dua jam lebih mereka belajar budaya di Tembi. Sebelum pulang, mereka mencoba mengenal alat musik gamelan yang ada di pendopo. Tidak lupa berfoto. Itulah kesan mereka di Tembi, sungguh asyik.
Suwandi
Foto : Sartono
http://kasakusuk.com/
http://www.sauninestringorchestra.com/
http://www.ncommeventorganiser.com