Judul : Kritik Esai Kesusteraan Jawa Modern
Penyunting : Poer Adhie Prawoto
Penerbit : Angkasa, 1987, Bandung
Bahasa : Indonesia
Jumlah halaman : x + 109
Ringkasan isi :
Pada dasarnya seni sastra adalah seni yang menggunakan bahasa sebagai alatnya. Dengan batasan seperti ini jelas bahwa suatu sastra atau kesusastraan tetap tumbuh dan berkembang apabila bahasa sebagai medianya tetap digunakan sebagai alat komunikasi sehari-hari, salah satunya adalah sastra Jawa. Sering terlontar dalam suatu perbincangan bahwa sastra Jawa sudah mati, sudah suram tetapi ada pula yang mengatakan sebaliknya, sastra Jawa masih ada dan tetap memasyarakat. Dalam perkembangannya sastra daerah sangat erat hubungannya dengan sastra nasional. Suku Jawa yang menggunakan dua bahasa (bahasa daerah dan bahasa nasional) ikut membentuk dan mempengaruhi sastra nasional dan perkembangan sastra Jawa sendiri. Bagi suku Jawa yang telah mewarisi sastra lamanya (semula bersumber pada keraton) mau tidak mau harus pula mengikuti aliran atau keadaan jamannya.
Sastra Jawa modern atau yang lebih populer dengan sebutan Sastra Jawa Gagrag Anyar adalah sastra Jawa yang lahir semenjak zaman Balai Pustaka. Kehadirannya ditandai dengan roman Serat Riyanto karangan RB. Sulardi terbitan Balai Pustaka tahun 1920. Sastra Jawa modern memang lain dari sastra Jawa sebelumnya. Sastra Jawa sebelumnya merupakan sastra kraton, penulisannya penuh dengan berbagai aturan dan pengarangnya merupakan pujangga kraton yang hampir dihidupi sepenuhnya oleh raja. Sedangkan sastra Jawa modern merupakan sastra Jawa yang berkembang di kalangan masyarakat luas (biasa) walaupun secara de facto perkembangannya didominasi kaum terpelajar (kaum ini awalnya juga dari kalangan bangsawan). Tetapi yang jelas antara keduanya terdapat perbedaan yang mencolok dalam hal kedudukan pengarang, motivasi kepengarangan, pengejawantahan ide, dan hal-hal yang digambarkan dalam karya sastra. Sastra Jawa modern adalah jenis sastra yang keluar dari kerangka kebudayaan lama yang kraton sentris menuju ke arah kebudayaan yang modern. Ia tidak lagi mengagung-agungkan raja dan membeberkan secara panjang lebar ajaran-ajaran susila, filosofi dan kejiwaan ala Jawa, melainkan melukiskan keadaan masyarakat apa adanya.
Perkembangan sastra Jawa modern hampir sepenuhnya ditopang majalah-majalah atau koran berbahasa Jawa seperti Jaya Baya, Penjebar Semangat (Surabaya), Dharma Kandha, Parikesit (Surakarta), Djaka Lodang, Mekar Sari, Kandha Raharja (Yogyakarta). Majalah dan koran tersebut telah terbit sejak lama dan peredarannya sampai ke desa-desa pula. Keadaan seperti inilah yang mendorong pengarang untuk menulis cerita-cerita yang sesuai dengan latar belakang dan permasalahan kehidupan sebagian pembacanya agar melahirkan karya sastra yang realistis. Tetapi apakah sastra Jawa modern benar-benar telah memasyarakat? Jawabnya adalah sangat relatif. Tetapi yang jelas antara sastra dan masyarakat ada suatu hubungan timbal balik yang erat. Sastra baru bisa berkembang bila keadaan masyarakatnya memnungkinkan. Tetapi dengan tetap hadirnya pengarang-pengarang Jawa dalam karya mereka yang berbentuk geguritan (puisi) maupun cerita sampai saat ini menunjukkan bahwa sastra Jawa modern masih ada dan masih hidup.
Teks : Kusalamani