Tembi

Berita-budaya»YANG DIDUGA KORUPTOR PERGI KE NEGERI ORANG

13 Jun 2011 09:44:00

(YANG DIDUGA) KORUPTOR PERGI KE NEGERI ORANGSudah berulangkali kita mendengar, bahwa koruptor dari Indonesia lari ke luar negeri, terutama Singapura, agar tidak terjerat hokum. Meski sudah sering peristiwa itu terjadi, namun seperti tidak ada upaya untu mencegah supaya hal seperti itu terulang lagi. Kasus Nazarudin yang lari ke Singapura, sehari sebelum pencekalan dari KPK dikeluarkan, rasanya bukan hal yang mengejutkan. Sebab memang hal seperti itu sudah sering terjadi.

Kita sudah tahu, karena kedua negara tidak terikat perjanjian ekstradisi. Karena itu, Indonesia tidak bisa ‘memaksa’ (yang diduga) koruptor untuk segera pulang, atau memulangkan mereka supaya mempertanggung jawabkan perbuatannya. Pastiah negera kita secara ekonomis rugi, karena uangnya dibawa koruptor di negeri orang untuk waktu yang tidak pasti. Bisa selamanya, atau sebaliknya.

Ada yang menyebut bahwa Singapura (telah) menjadi bunker dari koruptor di Indonesia. Dari data yang dipublikasikan ICW, katanya, selama 10 tahun terakhir ada 45 koruptor yang lari ke luar negeri 20 diantaranya di Singapura dan Indonesia tidak berbuat tegas menyangkut kasus-kasus seperti itu. Artinya, sudah diketehui bahwa yang disangka koruptor, sebelum tindakan hukum akan dilakukan, mereka telah lari ke luar negeri dan tidak menjadi bahan pelajaran untuk mencegah jauh hari sebelumnya.

Selama reformasi bergulir kasua-kasus korupsi bukannya menghilang, malah semakin banyak dan menyebar. Seolah, para pejabat tidak takut terhadap hukum, meski berulangkali pula KPK menangkap basah pelaku korupsi, tetapi pejabat publik tidak menjadi jera. Bahkan, berani menantang akan membuka kasus-kasus korupsi lainya, termasuk yang sudak ’dilupakan’ seperti kasus Century akan dibongkar, kalau yang bersangkutan dikenai hukuman.

Ancaman dari (yang diduga) melakukan korupsi akan membongkar pelakui korupsi lainnya yang ia ketahui, menunjukkan, bahwa negeri kita telah ’berantakan’. Bahwa para pejabat publik melakukan korupsi secara bersamaan sehingga tidak bisa dijerat hukum. Kalau salah satu tertangkap akan membuka yang lainnya, karena mereka melakukan hal yang sama.

Yang khas dari para koruptor, saat akan diperiksa, mengeluhkan akan penyakitnya. Atau memiliki penyakit lupa, sehingga sulit untuk ditanya perihal apa yang disangkakan. Anehnya, meski menderita penyakit lupa, bisa terus menerus pergi ke luar negeri dan ’mengenali’ identitas pasportnya. Jadi, apa sebenarnya yang dimaksud menderita penyakit lupa? Atau barangkali lupa akan apa yang telah dlakukan menyangkut pembagian cek, namun tidak lupa akan hal-hal lainnya.

Selalu saja ada banyak cara koruptor berkilah. Sakit dan periksa kesehatan adalah alasan yang khas. Yang aneh lagi, untuk periksa kesehatan haru pergi ke luar negeri dan rumah sakitnya dirahasikan. Mestinya, yang dirahasikan untuk publik adalah penyakitnya, bukan rumah sakit dimana koruptor berobat.

Kalau kita memperhatikan dan mendengar, penegak hukum melakukan korupsi, dan kenyataannya beberapa penegak hukum telah dijatuhi hukuman lantaran tertangkap basah menerima suap, kita sebagai warga masyarakat, menjadi ragu terhadap penegakkan hukum di Indonesia. Karena, yang mestinya menegakkan hukum malah melanggar hukum.

Negeri kita adalah jenis negeri yang tidak pernah sepi dari korupsi. Lebih hebat lagi, pelaku korupsi tidak memiliki rasa risih hidup ditengah masyarakat dengan kekayaan hasil dari korupsi. Seperti tidak ada sesal menyangkut apa yang telah dilakukan dengan merugikan uang negara. Dan tidak merasa bersalah pada rakyat kebanyakan yang hidupnya menderita akibat ulah para koruptor. Seolah, masyarakat lain tidak dianggap ada.

Yang mengkawatirkan, jika tidak ada tindakakan tegas dari pemerintah. Semua koruptor akhirnya memilih lari ke luar negeri untuk menyelamatkan diri dan hartanya. Jika ini terjadi, artinya para penguasa telah gagal mengelola negara.

Ons Untoro




Artikel Lainnya :



Bale Inap Bale Dokumentasi Bale Karya Bale Rupa Yogyakarta