Peh Cun Bantul , Tanda Harmoni Dalam Keberagaman Yogyakarta

Festival Barongsai yang diadakan di Bantul tanggal itu merupakan acara yang baru pertama kalinya dilaksanakan di Yogyakarta. Festival Barongsai di Pantai parangtritis ini diikuti oleh 10 kelompok atau grup barongsai.

Sri Sultan Hamengku Buwana X didampingi Bupati Bantul, Hj. Sri Surya Widati Idham Samawi dan segenap panitia tengah memotong tumpeng sebagai tanda diresmikannya Festival Barongsai 2013 di Yogyakarta dengan mengambil tempat di Pantai Parangtritis, Bantul, lokasi: Pantai Parangtritis, difoto: Rabu, 12 Juni 2013, foto: a.sartono
Sri Sultan Hamengku Buwana X didampingi Bupati Bantul, Hj Sri Surya Widati
memotong tumpeng sebagai tanda diresmikannya
Festival Barongsai 2013 di Pantai Parangtritis, Bantul

Peh Cun adalah nama salah satu tradisi masyarakat Tionghoa untuk memperingati atau mengenangkan Qu Yuan (339 SM-277 SM), yakni seorang menteri dari negara/dinasti Chou. Qu Yuan adalah menteri yang sangat berbakat dan setia kepada negaranya. Ia selalu memberikan ide-ide yang baik bagi kemajuan, kemakmuran, ketenteraman, dan kedamaian negeri Chou. Namun sayang, ia sering mendapatkan fitnahan dari mentri lain yang iri atau tidak suka pada kemenonjolan atau kelebihan-kelebihannya.

Oleh karena fitnah itu ia diusir dari negeri Chou oleh rajanya yang termakan hasutan. Suatu ketika rajanya sadar akan kebaikan, komitmen, dan keunggulannya. Ia dipangil kembali ke istana. Namun kali lain ia diusir kembali karena hasutan dari mentri lain yang tidak menyukainya. Oleh karena menteri yang iri ini pula negeri Chou beberapa kali dilanda peperangan dengan negeri lain. Qu Yuan pun dipanggil kembali ke istana. Lalu diusir kembali. Hal ini membuat Qu Yuan putus asa dan sedih karena ia ingin negaranya bisa hidup tenteram, damai, makmur, dan berpemerintahan yang bersih, namun ulah menteri lain yang iri padanya telah membawa Qu Yuan carut-marut.

Dalam keputusasaannya itu Qu Yuan bunuh diri dengan menceburkan diri ke Sungai Miluo. Menurut catatan legenda Tiongkok ia menceburkan diri ke Sungai Mi Luo pada tanggal 5 bulan 5 dalam sistem kalender Tiongkok.

Barongsai dari berbagai kelompok siap meramaikan Festival Barongsai 2013 di Pantai Parangtritis, Bantul, Yogyakarta, lokasi: Pantai Parangtritis, difoto: Rabu, 12 Juni 2013, foto: a.sartono
Barongsai dari berbagai kelompok siap meramaikan Festival Barongsai 2013
di Pantai Parangtritis, Bantul

Rakyat bersedih karena kehilangan Menteri Qu Yuan yang dikenal sebagai pejabat tinggi yang baik dan benar. Mereka pun mencari jenazah Qu Yuan dengan menggunakan perahu. Untuk menghindari agar jenazah Qu Yuan tidak dimakan ikan dan naga rakyat yang mencari itu melemparkan nasi dan makanan lain ke dalam sungai. Namun kemudian muncul gagasan bahwa agar nasi dan makanan tersebut tidak begitu saja habis disantap naga, maka nasi tersebut kemudian dibungkus dengan daun bambu.

Nelayan yang mencari jenazah Qu Yuan dengan menggunakan perahu itulah yang kemudian menjadi cikal bakal dari festival perahu naga dalam setiap perayaan Peh Cun. Sedangkan lahirnya makanan yang disebut bakcang dipercayai juga bermula dari disebarkannya nasi dan makanan lain ke Sungai Miluo. Festival perahu naga juga dilakukan di Yogyakarta dengan mengambil lokasi di Bendung Tegal, Imogiri, Bantul pada hari Minggu, 9 Juni 2013.

Ritual untuk memperingati Peh Cun juga dilakukan dengan mengambil lokasi di Pantai Parangtritis, Bantul, pada hari Rabu, 12 Juni 2013. Ritual dilakukan dengan berdoa, menyalakan hio, membakar uang kertas, dan melabuh sesaji berupa aneka buah-buahan dan makanan, khususnya bakcang. Bakcang yang telah disiapkan panitia pun dibagikan kepada seluruh tamu undangan dan masyarakat umum.

Pada perayaan Peh Cun 2013 di Pantai Parangtritis ini selain dilakukan dengan ritual, makan bakcang bersama, pendirian telur, juga dimeriahkan dengan Festival Barongsai.

Ritual/doa dalam peringatan Peh Cun 2013 di Pantai Parangtritis, Bantul, lokasi: Pantai Parangtritis, difoto: Rabu 12 Juni 2013, foto: a.sartono
Ritual dalam perayaan Peh Cun 2013 di Pantai Parangtritis, Bantul

Festival Barongsai yang diadakan di Bantul tanggal 12 Juni 2013 itu merupakan acara yang baru pertama kalinya dilaksanakan di Yogyakarta. Festival Barongsai di Pantai Parangtritis ini diikuti oleh 10 kelompok atau grup barongsai. Tiga grup berasal dari Yogyakarta dan tujuh grup lain berasal dari luar kota Yogyakarta (Magelang, Semarang, dan Kudus). Festival ini juga dimaksudkan sebagai lomba dengan memperebutkan Piala Raja dan uang pembinaan.

Acara perayaan Peh Cun itu juga dihadiri tidak saja oleh masyarakat umum yang membaur dengan masyarakat Tionghoa, namun juga oleh Bupati Bantul, Hj Sri Surya Widati Idham Samawi, Kapolres Bantul, AKBP Dra Dwi Hartati, Kepala Dinas Pariwisata Yogyakarta Tazbir Abdullah, unsur Tripika, tokoh masyarakat, tokoh masyarakat Tionghoa, dan seluruh jajaran Kabupaten Bantul serta oleh Sri Sultan Hamengku Buwana X selaku Gubernur DIY dan tamu kehormatan.

Dalam sambutannya, Bupati Bantul menyatakan bahwa pada intinya telah terjadi akulturasi budaya antara budaya China dan Jawa dan itu perlu dilestarikan. Harmonisasi antara keduanya perlu terus dipertahankan. Hal demikian memperkuat integritas keindonesiaan kita dengan segala keberagaman. Kegiatan ini menjadi awal membangun kekuatan Indonesia untuk menuju Indonesia yang lebih baik.

Sultan Hamengku Buwana X dalam sambutannya juga mengharapkan agar kegiatan-kegiatan semacam ini menjadi media akulturasi seni budaya. Seniman ditantang untuk memperkaya khasanah Jawa-Tionghoa abad ke-21 yang pada gilirannya dapat memperkaya khasanah seni budaya Yogyakarta. Hal demikian akan memperkuat integrasi sosial. Hal demikian sesuai pula dengan tema yang diusung dalam perayaan Peh Cun dan Festival Barongsai 2013 ini, yakni Mengukuhkan Nasionalisme dan NKRI.

Piala Raja bersepuh emas yang diperebutkan dalam festival sekaligus lomba Barongsai 2013 di Pantai Parangtritis, lokasi: Pantai Parangtritis, difoto: Rabu: 12 Juni 2013, foto: a.sartono
Piala Raja yang diperebutkan dalam Festival Barongsai 2013 di Pantai Parangtritis, Bantul

Harapannya pula, sekat-sekat sosial, ekonomi, dan budaya antara Jawa dan China semakin terbuka. Cerita tentang Menteri Qu Yuan dapat pula dipetik hikmahnya bagi terciptanya pemerintahan yang bersih dan berwibawa.

Naskah & foto:A.Sartono



Artikel ini merupakan Hak Cipta yang dilindungi Undang Undang - Silahkan Mencopy Content dengan menyertakan Credit atau link website https://tembi.net/


Baca Juga Artikel Lainnya :




Bale Inap Bale Dokumentasi Bale Karya Bale Rupa Yogyakarta