Jemek Berkisah Tentang Dirinya di Tembi Rumah Budaya
Jemek dalam usia 60 tahun kini adalah salah seorang pantomimer yang dimiliki Yogya. Setiap melihat Jemek, sekaligus tidak bisa meninggalkan ‘cap pantomimer’ pada dirinya.
Jemek Supardi mengawali pertunjukan
Angkringan Tembi Rumah Budaya dibuat menjadi setting panggung, tanpa mengubah struktur angkringan. Di situ dipasang satu poster Jemek, dan di sekitarnya ada hiasan dari foto-foto Jemek yang digantung dengan benang. Poster itu bertuliskan Prof Dr Jemek Supardi yang ‘mengiklankan’ dirinya sebagai calon anggota legislatif.
Pentas “Jemek Ngudoroso’ Senin malam 15 Maret 2013 diawali dengan pertunjukan pantomin untuk ‘mengantar’ Jemek Supardi berkisah mengenai dirinya. Harum hio yang dibawa Jemek memberikan suasana lain di sekitar angkringan tempat dia ‘Ngudoroso’.
Agus Leylor selaku sutradara menyampaikan beberapa pertanyaan mengenai Jemek masa kecil sampai dia dewasa, yang dia sebut sebagai ‘mulai berbudaya’. Dimulai dari kisah Jemek belum berbudaya, sejak masa kecil, yang menurut istilah Jemek, sangat nakal dan kurang ajar.
“Waktu kecil kamu juga sekolah SD?” tanya Agus Leylor
‘Bukan SD, tapi SR, Sekolah Rakyat,” jawab Jemek.
“Lho, kamu lahir tahun berapa, kok sekolah SR?”
“Kalau tidak salah tahun 1953. Mungkin 14 Maret 1953,” kata Jemek.
Jawaban Jemek yang ragu-ragu akan tanggal kelahirannya membuat hadirin yang memadati pendapa Tembi Rumah Budaya tertawa lepas. Tetapi Jemek santai saja.
“Kamu juga lulus dari sekolah SD? Tanya Agus Leylor.
“Ya, lulus, tetapi nunggak tiga kali,” ujar Jemek sambil tertawa.
“Nilai raportmu ya bagus-bagus?” tanya Agus Leylor lagi.
“Ya, banyak angka enam, tapi ada 7, tapi banyak merahnya, karena saya pemberani,” Jemek menjawab dengan tertawa,
Tentu ada kisah-kisah lain dari Jemek, termasuk ‘kegilaan Jemek’ mengambil barang-barang hiasan yang melekat pada jenasah orang Belanda yang dimakamkan di pemakaman Kerkop, tidak jauh dari rumah Jemek. Makam Kerkop dibongkar karena akan dibuat terminal bus, yang di Yogya dikenal dengan nama terminal ‘THR’. Rumah Jemek hanya beberapa ratus meter dari lokasi ini. Bahkan saat membuka pintu rumah, Jemek langsung bisa melihat terminal.
Jemek Ngudoroso
“Tapi yang bongkar kuburan bukan saya, melainkan petugas penggali kubur. Hanya pada dini hari sekitar pukul 2, saya membawa obor memasuki makam dan membuka peti-peti yang sudah dibongkar,” kata Jemek.
Jemek Supardi yang sekarang, bukan lagi Jemek masa 40 tahun yang lalu, yang begitu nakal dan berandal, bahkan dalam istilah dia sendiri sebagai clemer, yang artinya suka mencuri. Jemek dalam usia 60 tahun kini adalah salah seorang pantomimer yang dimiliki Yogya. Setiap melihat Jemek, sekaligus tidak bisa meninggalkan ‘cap pantomimer’ pada dirinya.
Tentu Jemek yang sekarang, yang sudah berbudaya, tidak lagi clemer seperti dulu. Kalaupun dia ‘ngapusi’ temannya bukan karena dia melakukan tindak kriminal, tetapi bentuk dari persahabatan dan sendau gurau. Karena ‘ngapuisi’ dalam kontekes ini bukan menipu, tetapi apa yang dalam bahasa Jawa disebut sebagai ‘gojegan’ (bergurau).
Karena itu, ketika Jemek diminta membelikan pulsa Rp. 50.000 dan dia belikan Rp 30.000, sehingga dia mendapat untung Rp. 20.000 bukan karena dia menipu, tetapi melakukan ‘gojegan’ dengan relasinya.
Rupanya, dunia kesenian telah mengubah hidup Jemek Supardi. Dulu dia sebut sendiri sebagai orang yang, dalam bahasa Jawa ‘ndugal’ (nakal), sekarang, meski performance keseharian seperti orang ‘ndugal’, namun sesungguhnya baik hati dan sayang terhadap anak semata wayangnya. Bahkan Jemek adalah seorang bapak yang penurut pada anaknya, dan membuka karier anak perempuan satu-satunya menjadi seorang penari kontemporer di Yogya.
“Aku ora wani karo anakku, apa meneh anakku luwih pinter tinimbang aku. Sekolahe yo luwih duwur. (Aku menghormati anakku, apalagi anakku jauh lebih pinter dibanding aku. Pendidikannya ya lebih tinggi dari aku),” kata Jemek pada Tembi.
Kapanpun Jemek Supardi diminta untuk bermain pantomim, dimanapun tempatnya, Jemek tidak menolaknya. Maka, ia pun pernah pentas pantomim di sungai, di kuburan, di tempat pembuangan sampah dan dibanyak tempat lain.
Kisah Jemek dalam ‘Ngudoroso’ rasanya merupakan kisah eksotisme kebudayaan yang ada di Yogyakarta.
Dengan seni pantomim Jemek berbudaya
Nonton yuk ..!
Ons Untoro
Artikel ini merupakan Hak Cipta yang dilindungi Undang Undang - Silahkan Mencopy Content dengan menyertakan Credit atau link website https://tembi.net/