Si Tembi Tambun nan Hitam Manis (1)

Selesai diciptakan di Amrik, aku dibawa ke sebuah negeri yang terkenal sangat elok sehingga dijuluki sebagai zamrud katulistiwa. Ah, itulah Indonesia. Pada negeri subur makmur bak surga diriku dibawa atas nama A.A. Smelt yang beralamatkan di Semarang. Tahun kedatanganku ke Indonesia adalah tahun 1949.

Tampangku yang gagah

Banyak orang menjulukiku Si Hitam Manis. Hal ini mengingatkanku pada lagu 'Hitam Manis' lantunan Mus Mulyadi yang pernah populer pada tahun 1978 yang salah satu liriknya demikian, hitam manis, hitam manis, yang hitam manis pandang tak jemu, pandang tak jemu…. Memang demikianlah aku. Bukan dalam arti narsis bila aku mengakui bahwa memang banyak orang memandangku dengan pandangan tiada jemu.

Sosokku sedikit tambun, namun banyak orang mengatakannya sebagai berotot atau bahkan montok. Begitulah aku. Aku memiliki ruang dalam yang cukup lega. Kamu bisa masuk ke dalamnya dan duduk dengan nyaman. Jokku lunak dan empuk, bagaikan ikan salmon (eits, ini penggalan sajak dari almarhum WS Rendra).

Aku diciptakan di Auburn Hills, Michigan, Amerika Serikat pada tahun 1948. Jadi, usiaku telah mencapai 65 tahun. Usia yang tua untuk sebuah produk otomotif. Namun banyak orang mengatakan tua-tua keladi, semakin tua semakin menjadi. Itulah aku si hitam manis yang pada akhirnya dinamakan Si Tembi.

bodiku yang seksi

Nama Si Tembi tidak pernah kusangka-sangka. Semula aku memang tidak tahu akan perjalanan nasib atau hidupku. Selesai diciptakan di Amrik, aku dibawa ke sebuah negeri yang terkenal sangat elok sehingga dijuluki sebagai zamrud katulistiwa. Ah, itulah Indonesia. Pada negeri subur makmur bak surga diriku dibawa atas nama A.A. Smelt yang beralamatkan di Semarang. Tahun kedatanganku ke Indonesia adalah tahun 1949.

Setelah itu aku yang sejatinya dinamai Dodge dengan panjang bodi 470 cm, lebar 170 cm, dan tinggi 167 cm ini kemudian dipindahtangankan kepada Liem Hok Tjoan pada tahun 1954, yang juga beralamatkan di Semarang. Tahun 1961 aku dipindahtangankan pada Tan Kian Thjiang yang beralamatkan di Jalan Widosari 8, Semarang. Selanjutnya aku berpindah tangan lagi pada Mukti Djaja yang merupakan keturunan dari Tan Kian Thjiang. Ya, aku cukup lama bermukim di kota pantai utara Jawa itu.

Ruang dalamku yang lega dan jokku sungguh empuk

Tahun 1993 aku berpindah tangan pada Ramli A yang beralamatkan di Pesing-Poglar RT 001/002 Kali Angke, Jakarta Barat. Di Jakarta inilah aku merasakan bahwa usiaku telah demikian tua. Berbagai penyakit mulai menghinggapi tubuhku, sementara onderdil yang tersedia di pasaran untuk menggantikan anggota tubuhku dan organ dalamku kian langka. Banyak generasi baru yang lebih lincah dan gesit, bahkan juga irit dan berharga lebih murah. Sekalipun demikian, aku tidak boleh kecewa. Setiap zaman memiliki masa-masa keemasannya sendiri. Memiliki produk-produk budaya dan gaya hidupnya sendiri-sendiri.

Akhirnya aku berpindah tangan lagi. Kali ini pada Ramelan yang beralamatkan di Slipi RT 02/09 Slipi, Jakarta Barat pada tahun 2001. Aku pun kian renta. Sekalipun pada masa awal berdirinya republik ini kendaraan sepertiku pernah berjasa menjadi kendaraan dinas Presiden RI pertama, namun kini aku semakin dilupakan. Jakarta telah penuh dengan kendaraan yang beraneka ragam. Kendaraan segenerasiku mulai banyak yang menghilang. Mereka masuk ke barang rongsokan. Ah, aku pun Si Hitam Manis ini, sebentar lagi akan bernasib sama: masuk ke timbunan barang rongsokan. Berkarat, berdebu, dan menjadi sarang serangga.

Kayak bokong katak ya

(bersambung)

A.Sartono

Baca Juga Artikel Lainnya :