Seri Alat Dapur, Tenggok Wadah Multi Fungsi (2)

Author:kombi / Date:03-10-2013 / Tag: Ensiklopedi Aneka Rupa / Aneka Rupa

Seri Alat Dapur, Tenggok Wadah Multi Fungsi (2)

Ada kepercayaan yang diyakini oleh masyarakat Jawa zaman dulu, bahwa tidak boleh menduduki tenggok alias “ora ilok” atau tidak pantas. Karena, menurut para orang tua dulu, tenggok biasa digunakan sebagai wadah bahan makanan, sehingga sudah sepantasnya menghormati wadah tersebut.

Tenggok alat multifungsi, termasuk untuk berjualan jamu gendong
Tenggok masih digunakan oleh penjual jamu keliling di abad ke-21 ini, foto: m.merdeka.com

Tenggok di masa penjajahan dan revolusi sering digunakan oleh para pejuang wanita untuk menaruh alat-alat perjuangan, seperti senjata api, bahan makanan, obat, juga pesan-pesan sandi. Semua alat perjuangan itu ditaruh di dalam tenggok bagian bawah, kemudian di atasnya ditutup dengan sayur mayur.

Hal itu dilakukan untuk mengelabuhi aparat keamanan penjajah yang lalu lalang di jalanan. Cara itu termasuk efektif untuk memasok kebutuhan para pejuang kita yang melakukan gerilya di kota maupun desa.

Tenggok atau senik memang termasuk alat dapur tradisional yang dibuat dengan cara manual. Bahan utamanya adalah bambu, seperti alat dapur tradisional lainnya, besek, cething, kalo, tampah, dan sebagainya. Hanya saja untuk pembuatan alat dapur yang bernama tenggok ini membutuhkan anyaman bambu yang lebih banyak, karena bentuknya lebih besar.

Pembuatan tenggok juga memerlukan bilahan bambu untuk kerangka dan bibir bagian atas. Hal itu dilakukan karena fungsi tenggok adalah untuk wadah barang-barang hasil bumi yang jumlahnya bisa lebih banyak jika dibandingkan dengan wadah-wadah lain yang berbahan sama dan agar lebih kuat.

Hingga saat ini masih banyak dijumpai beberapa perajin maupun penjual tenggok, terutama di pasar-pasar tradisional di Jawa. Pemakainya juga masih cukup lumayan banyak, selain digunakan oleh para ibu di desa untuk keperluan dapur dan belanja ke pasar, juga sering dipakai oleh para pedagang makanan tradisional maupun para penjual makanan di warung-warung sederhana pinggir jalan, utamanya untuk wadah nasi. Tidak ketinggalan pula, penjual jamu gendong keliling juga memakai tenggok sebagai wadah botol berisi jamu.

Di pinggir-pinggir jalan utama di banyak kota, seperti di Yogyakarta, Solo, hingga Surabaya banyak dijumpai para penjual soto, gudeg, nasi liwet, dan sejenisnya, yang menggunakan tenggok sebagai wadah nasi. Harga tenggok cukup bervariasi, mulai Rp 30.000 hingga Rp 60.000 sesuai ukuran dan kualitasnya.

Ada kepercayaan yang diyakini oleh masyarakat Jawa zaman dulu, bahwa tidak boleh menduduki tenggok alias “ora ilok” atau tidak pantas. Karena, menurut para orang tua dulu, tenggok biasa digunakan sebagai wadah bahan makanan, sehingga sudah sepantasnya menghormati wadah tersebut. Sedangkan alasan logisnya, jika tenggok diduduki akan mudah rusak.

Ada cerita lain tentang “kesakralan” tenggok. Menurut hasil penelitian yang dilakukan Balai Pelestarian Nilai Budaya (dulu namanya Balai kajian Sejarah dan Nilai Tradisional) Yogyakarta tahun 1990-1991, para pedagang beras di Kotagede meyakini bahwa sebaiknya jika membeli tenggok dilakukan pada pasaran “Legi” dan perhitungan “Sri”, agar tenggok tersebut memberi keuntungan bagi pemiliknya.

Nah, ternyata alat dapur tradisional yang umurnya sudah lebih seratus tahunan ini ternyata masih eksis hingga saat ini. Itu semua, karena tenggok mempunyai fungsi yang sangat luwes, masih banyak yang membutuhkan, masih ada perajinnya, harganya terjangkau, lebih awet, tahan panas, dan aman untuk wadah nasi.

Suwandi

Sumber: Sumintarsih dkk, 1990-1991, Dapur dan Alat-Alat Memasak Tradisional DIY, Jakarta: Depdikbud.

Ensiklopedi Aneka Rupa Source Link: Jakarta

Latest News

  • 30-12-14

    Outbond SMKN 6 Yogya

    Selama dua hari beturut-turut pada Senin-Selasa, 15-16 Desember 2014, siswa-siswi SMKN 6 Yogyakarta melaksanakan outbond di Tembi Rumah Budaya.... more »
  • 30-12-14

    Keistimewaan Yogya M

    Dalam diskusi ini, para pembicara melihat bahwa keistimewaan yang diributkan bukan hanya persoalan kesenian, lebih dari itu bagaimana kebudayaan... more »
  • 30-12-14

    Numerology Tahun 201

    Untuk tahun 2015 ini hasil penjumlahan angka = 8. Jika dikaitkan dengan peri kehidupan di bumi Nusantara ini, secara kosmologis angka 8 menjadi... more »
  • 29-12-14

    Sega Bancakan dan Es

    Sega Bancakan sangat kental bernuansa Jawa, dengan komponen utama sega abang (nasi merah), ayam kampung, kuah areh, yang dilengkapi dengan krupuk... more »
  • 29-12-14

    Macapatan Malam Rabu

    Saat melakukan perjalanan dari Jawa hingga sampai Negara Ngesam (daerah Suriah) Nabi Isa berhenti di suatu jalan. Di tempat tersebut Ia mendapatkan... more »
  • 29-12-14

    Spirit dari Kedunggu

    Ons Untoro, pegiat budaya dari Yogyakarta dan dikenal sebagai penyair yang aktif menulis puisi sejak akhir 1970-an diminta memberikan pidato... more »
  • 27-12-14

    Menyimak Gending-gen

    RM Palen Suwanda Nuryakusuma mulai menulis dan menyusungendhing-gendhing karawitan sejak berusia 23 tahun. Gendhing karya pertamanya adalah... more »
  • 27-12-14

    Aneka Warangka Keris

    Masyarakat Jawa yang kurang kenal dekat dengan dunia keris biasanya hanya tahu bahwa sarung keris namanya warangka. Padahal sebenarnya setiap bagian... more »
  • 27-12-14

    Orang Sabtu Paing Ku

    Orang Sabtu Paing kurang perhitungan atau kelewat berani, suka pamer, sombong dan panas hati, bergaya sok kaya, kurang rendah hati, jika bertengkar... more »
  • 26-12-14

    Voice of Asmat, Perp

    Pertunjukan musik akustik dibawakan sekelompok anak muda berbakat, yaitu Putri Soesilo, Aji Setyo, Dika Chasmala, dan Alwin. Mereka memadukan rasa... more »