Valdy Maail, Kecelakaan Itu Indah
Banyak orang beribadah seperti jual beli. Menganggap Tuhan seperti sekuriti berharap Tuhan menjaga dirinya karena sudah rajin berdoa. Mengharapkan Tuhan seperti mesin ATM yang bisa mengeluarkan uang kapanpun diingini karena sudah banyak berbuat baik.
Setidaknya itulah yang dilihat Chrastian Valdy Maail. Pria kelahiran Malang, 19 November 1970 ini. Bagi Valdy, kebaikan Tuhan itu kekal. Jadi kenapa kita tidak mengatakan sesuatu yang menyukakanNya saja tanpa ada embel-embel atau merenek balasan dariNya. Kasih Tuhan itu Mutlak, ia tetap memberi tanpa terpengaruh sikap kita kepadaNya. Itulah inti dari lagu “All I wanna say” bagi Valdy, kata “I Love You dan I need You, Tuhan aku mencintaimu….. itu saja cukup, tanpa keluhan ataupun permintaan.
Bisa jadi cara berpikir dan bersikap Valdy terbentuk dari didikan ayahnya yang keras dan otoriter. Ayahnya seorang tentara, mendidik Valdy dan kedua kakaknya dengan sangat disiplin. Meski Valdy anak bungsu, perlakuan ayahnya tetap sama, keras tidak ada kemanjaan sama sekali. Itu yang menurutnya membentuk dirinya tidak mudah mengeluh apalagi menyerah.
Masa kecil Valdy dilewati di beberapa kota. Sejak lahir sampai umur 4 tahun Valdy tinggal di kota Malang jawa Timur. Umur 5 tahun Valdy dan keluarganya pindah ke Jogja selama 1 tahun. Meski singkat Valdy tinggal di kota ini, namun di sinilah Valdy merasakan pengaruh yang besar bagi dirinya. Di kota gudeg ini Valdy tinggal bersama keluarga besar ibunya. Di rumah Opa dan Oma-nya yang punya usaha rumah kost. Di sini Valdy mulai akrab dengan lagu-lagu the Beatles, Deep Purple dan juga Koes Plus yang sering diputar oleh anak-anak kost. Sementara dari koleksi ayahnya, Valdy mengenal Mat monroe, Pat Boone, Paul Anka, Sinatra, dan juga The Beates. Pengalaman inilah yang memperkaya musikalitas Valdy.
Valdy belajar music secara otodidak. Saat tinggal di kota Pontianak (setelah dari Jogja), saat umur 6 tahun Valdy ikut ibunya latihan vocal group. Valdy begitu tertarik pada pianika yang dimainkan oleh salah satu personil vocal group itu dan minta diajari untuk memainkannya. Ia ingat betul bagaimana senangnya bisa memainkan satu interlude dari salah satu lagu yang meraka bawakan. Dari sini Valdy makin keranjingan dengan music. Valdy tinggal di Pontianak dari sampai dengan kelas II SD. Saat kelas III SD Valdy tinggal di Jakarta, tepatnya di tahun 1979.
Tahun 1980, Valdy tinggal di Biak, Papua. Di usia usia 10 tahun ia mulai belajar main gitar. Valdy diajari oleh sepupunya yang tinggal bersama mereka. Valdy tinggal di kota Biak sampai dengan kelas VI SD. Mulai kelas I SMP Valdy tinggal di Jakarta sampai sekarang.
Valdy sekolah di SMP Vincentius, Otista Jakarta. Di sini ia makin serius mendalami gitar supaya bisa bikin band. Valdy banyak baca buku cara bermain gitar dan belajar dari teman-temannya. Di SMA Kolese Kanisius Jakarta, kecintaannya pada music semakin menemukan medianya. Di sekolah ini setiap bulannya diadakan acara “temu music” yang menampilkan band dari anak-anak sekolah itu sendiri, yang muridnya cowok semua. Di sinilah Valdy menyebutnya mengalami “kecelakaan pertama” dalam bermusik karena ia terpaksa belajar ngebass berhubunga tidak ada pemain bass. Di masa SMA ini juga Valdy belajar nge-drumm.
Sebelum lulus SMA, sempat terbersit juga keinginan untuk terjun ke dunia music professional, alih-alih jika orangtua tidak mampu membiayainya kuliah. Ternyata Valdy bisa kuliah di Perbanas Jakarta. Dan di masa kuliah inilah “kecelakaan” berikutnya terjadi. Valdy ikut dalam satu komunitas kerohanian di kampusnya yang kebetulan butuh pemain piano tapi sayangnya diantara mereka sama sekali tidak ada yang bisa main piano. Maka majulah Valdy belajar piano supaya bisa segera mengisi posisi tersebut.
Ayah tiga anak ini mengakui bahwa dirinya saat ini hidup seperti di “dunia lain” (bekerja sebagai orang kantoran di Bank HSBC) dan bukan di “dunianya” sendiri yaitu music. Musik memang begitu lekat dengan dirinya. Tidak hanya hobi tapi anak ketiganya ia beri nama Jude, yang terinspirasi dari lagu the Beatles band favoritnya Hey Jude. Dalam bahasa Hebrew, Jude berarti juga puji-pujian pada Tuhan. Anak pertama Valencia Maail dan anak kedua Jason Ezra Maail saat ini juga sudah mulai main gitar bersamanya.
Bagi suami dari Elisabeth Rose Marintan Siregar, musik itu media berekspresi. Senang, sedih, marah, malu, cinta kepada kekasih, kepada Tuhan, kepada bangsa. Intinya apa apapun yang ada di hati bisa dituangkan lewat musik, baik itu lewat lirik ataupun hanya instrumental. Itu sebabnya saat ini, Valdy masih aktif bermaini sebagai band kafe.
“Kecelakaan” berikut terjadi saat Valdy diminta oleh seorang temannya untuk membuat album rohani. Teman itu akan mengadakan perjalanan misi ke Amerika dan menjual album tersebut kepada komunitas Kristen Indonesia di sana. Moment tersebut menjadi saat yang berharga karena menemukan kesempatan untuk mendokumentasikan lagu-lagu yang sudah ia tulis sejak masa kuliah dalam bentuk album lagu.
Semua lagu dalam album ini adalah rangkaian cerita tentang dirinya dan orang-orang-orang dekatnya tentang bagaimana pergumulan dirinya bersama mereka untuk tetap memuji Tuhan dalam keadaan apapun. Itu sebabnya albumnya bertajuk Whatever.
Album ini disebut sebagai “kecelakaan” karena album ini semula akan digarap oleh mereka berdua. Valdy menulis lirik dan komposisi musiknya, Valdy juga memainkan semua instrument music dan menyanyikannya. Kesannya serakah, padahal itu karena minimnya dana yang mereka punya. Semula temannya yang akan membantu Valdy sebagai operator rekaman, namun berhubung 3 minggu sebelum keberangkatan temannya sangat sibuk dan tidak bisa bertemu, maka terpaksa semua dikerjakan Valdy sendiri. Dan akhirnya “kecelakaan”pun terjadi karena temannya keburu berangkat sehingga album tidak sempat dibawa ke Amerika.
Tidak ingin sia-sia, penggemar ikan bakar dan sop buah ini memasarkan album rohaninya secara indie. Valdy juga membuat kompetisi band rohani dengan menggunakan lagu karyanya sebagai nomor wajib untuk dibawakan dan dari event ini, Valdy mendapat banyak jaringan pelaku di dunianya, music. Bagi Valdy, apapun kejadian, jika diterima dengan sadar dan positif, ujungnya pasti baik. Itu sebabnya, bagi Valdy menganggap kecelakaan itupun selalu berakhir indah.
Indah seperti dirinya menganggap keluarga sebagai kekayaan yang tidak ternilai, yang diberikan Tuhan dan dipercayakan Tuhan buat kita selama di dunia, untuk kita membangunnya.
Temen nan yuk ..!
ypkris