Astu Prasidya, Obsesi Animasi Anak Negeri.

Animasi di Indonesia belum jadi industry, tapi ironisnya banyak produk animasi luar yang sebetulnya dikerjakan oleh animator-animator Indonesia.

Astu Prasidya, Obsesi Animasi Anak Negeri.

Astu Prasidya yang akrab dipanggil Tooliq (baca : Tulik) lahir dari keluarga yang memang dekat dengan dunia seni. Anak pertama dari emat bersaudara yang lahir di Malang 13 Juli 1978 ini dekat dengan kakeknya yang bekerja sebagai seorang Polisi Hutan tapi suka melukis dan mematung. Neneknya suka main alat musik Pianika, sedangkan ayahnya suka menggambar.

Dari merekalah darah seni mengalir, terutama musik dan menggambar. Menggambar jadi hobby yang ia nikmati dari SD sampai SMA. Tangannya selalu “gatal” jika ada halaman kosong yang tidak terpakai pada buku tulis dan buku pelajarannya untuk digambari.

Hobby gambarnya ketika itu masih sekedar hobby, bahkan untuk ikut lomba gambarpun ia nggak Pede. Sepanjang usia sekolahnya cuma ikut sekali lomba gambar. Meskipun menang, bekal prestasi tidak jadi pemicu untuk ikut lomba-lomba berikutnya.

Lulus dari SD Negeri Klonjen Malang, Tooliq masuk SMP Negeri 8 Malang, dimasa ini hobby seni Tooliq bertambah satu, nge-band. Hobby ini terus berlanjut sampai SMAnya di SMA Islam Malang.

Sampai sebelum kuliah, dalam kepala Tooliq pekerjaan menggambar, melukis dan segala bidang seni belum jadi sesuatu yang bisa dijadikan pekerjaan. Maka ketika lulus kuliah yang ada dipikiran Tooliq adalah kuliah ekonomi, kuliah bahasa atau pariwisata. Nggak kepikir sama sekali untuk jadi seniman, karena menurutnya waktu itu, “dadi seniman ki rusuh” (profesi seniman itu nggak jelas). Tapi kalo ditanya mau jadi apa dulu, jawaban sejujurnya juga nggak tau mau jadi apa.

Astu Prasidya, Obsesi Animasi Anak Negeri.

Lucunya, Tooliq tidak diterima di jurusan yang ia inginkan. Bahkan di jurusan Desain dan Komunikasi Visual yang waktu itu baru dibuka di Universitas Negeri Malang, Tooliq cuma diterima sebagai cadangan.

Akhirnya Tooliq lolos setelah jurusan itu menambah kuota mahasiswanya. Tooliq terdaftar sebagai angkatan pertama jurusan DKV/ Diskomvis Universitas Negeri Malang angkatan 97.(catatan : Sebelumnya bernama IKIP Malang)

Kuliah di jurusan yang banyak berkutat dengan computer sempat dibayangkan oleh Tooliq bakal jadi hambatan karena Tooliq buta computer, jangankan program kenal Photoshop, megang computer aja Tooliq sangat jarang. Ironinya, ketika Tooliq masuk ke mata kuliah animasi, dosennya pun tidak ada yang bisa atau bahkan mengerti program “Flash Animation”. Walah!!

Akhirnya Tooliq nekat, ia berinisiatif mengajak 2 teman lainnya untuk belajar “Flash Animation” sendiri. Mereka bertekad harus bisa menguasai program itu dalam waktu 1 minggu untuk nantinya mengajar teman-teman yang lain. Mereka belajar mandiri dari buku. Tooliq berhasil. Ironisnya lagi, Tooliq cuma dapat nilai B untuk mata kuliah yang sebetulnya lebih ia kuasai daripada dosennya.

Tooliq mengaku jiwa pemberontaknya kuat. Ia nggak mau masuk kuliah kalau mata kuliahnya ia nggak suka. Ia lebih suka nge-band. Apalagi di tahun 2001 Tooliq sudah bekerja sebagai pengajar program 3D di sebuah lembaga kursus.

Satu ketika Tooliq ketemu seorang investor yang menawarkan Tooliq untuk membuat games interaktif. Tooliq menerima tawaran itu meski sebetulnya ia belum tau gimana cara membuatnya. Tooliq segera cari tau bagaimana mewujudkan games itu, lagi-lagi Tooliq berhasil.

Astu Prasidya, Obsesi Animasi Anak Negeri.

Lagi-lagi ironi masih mendekat ke diri Tooliq, CD interaktif hasil pemikiran dan hasil olahan yang ia namai “Cyber Kids” tidak bisa ia miliki sama sekali, jika ingin punya Tooliq harus beli. Buat Tooliq si investor tidak bisa menghargai seorang creator. Tooliq malas melanjutkan kerjasama.

Tahun 2001 Tooliq ikut Festifal Film Independen SCTV, karyanya masuk nominasi dan Tooliq diundang ke Jakarta. Pekerjaannya membuat CD interaktif ia tinggalkan. Sekembalinya dari festival, Tooliq membuat usaha sendiri membuat film-film pendek dan video musik.

Tahun 2006 ia ikut Jiffest, naskahnya yang ia kirim berjudul “Positif Plus” menang dan ia dapat dana untuk menjadikan naskahnya dalam bentuk film. Inilah tahun titik balik bagi Astu Prasidya alias Tooliq di dunia film. Ketika di Festival Jiffest ia bertemu dengan Achmad Rofiq, yuniornya di jurusan DKV yang juga jadi peserta festival. Achmad Rofiq yang membawa karya animasinya lolos ke festival mengajak Tooliq untuk menggarap animasi berseri dengan judul “Catatan Dian”. Tawaran diterima Tooliq, ia bergabung di studio K-Deep milik Achmad Rofiq sebagai Head Visual Concept Development, bertanggung jawab akan desain produksi dan style concept untuk produk K-Deep dibawah naungan PT. Digital Global Maxinema. Film animasi Catatan Dian tayang di MNCTV dan diputar kembali di TVRI.

Tahun 2011 Tooliq ikut Festival Film Animasi Hellowfest dan berhasil masuk sebagai nominasi. Film ini ia garap bersama rekan-rekan yunior di SMK Animasi. Ini adalah cara Tooliq untuk membangun para animator yang lebih muda darinya. Disamping itu, Tooliq sangat senang bekerja di studio K-Deep karena studio tempat ia bekerja justru mendorong semua karyawannya berkarya sendiri, salah satunya ikut festival. Menurutnya kesempatan membuat karya sendiri adalah proses penting untuk menjadi pekerja film animasi yang lebih baik.

Tooliq bercita-cita untuk bisa membangun industry animasi yang sebenarnya di Indonesia. Ia prihatin dengan perlakuan industry televisi yang belum bisa menghargai animator Indonesia dengan pantas. Mereka lebih suka membeli jadi dari luar karena lebih murah. Ironisnya, banyak animator Indonesia yang “lari” keluar negeri karena mereka dihargai lebih tinggi. Begitu juga serial animasi seperti Ipin dan Upin dikerjakan oleh animator Indonesia.

Astu Prasidya, Obsesi Animasi Anak Negeri.

Keseriusan Tooliq menggarap dunia animasi memang tidak sia-sia. Serial barunya “Songgo Rubuh” dan “Kuku Rock You” ternyata bisa laku di dalam negeri, bahkan jadi rebutan TV-TV lokal dan nasional. Sekali lagi ia mengajak siswa SMK animasi yang ada di kota Malang untuk menggarap bersama.

Tooliq juga mengajak kerja sama dengan komunitas penulis untuk memperkuat cerita. “Animasi itu nggak bisa berdiri sendiri, karena ini industri. Sebuah karya animasi sama seperti film, melibatkan banyak jenis pekerjaan mulai dari sutradara, editor, tukang gambar, produser, modeler, musik sampai ke marketing dan distribusi”, papar Tooliq serius.

“Aku kepingin Indonesia punya produk animasi yang bisa mendunia, karena potensinya ada, bahkan di daerah-daerah di luar Jakarta. Ini yang aku lakukan bagaimana mempertemukan orang-orang berkompeten yang bisa mewujudkan animasi Indonesia.” ujar Tooliq menutup obrolan bersama Tembi dengan mantap.

Temen nan yuk ..!

ypkris


Artikel Lainnya :


Bale Inap Bale Dokumentasi Bale Karya Bale Rupa Yogyakarta