Klithikan, dengan Barang Barunya
Seperti kota-kota besar lainnya, di Yogyakarta juga berkembang pedagang klithikan, yang biasanya memasarkan kembali barang-barang bekas. Barang-barang bekas itu biasanya sudah tidak dipakai lagi oleh si empunya lalu dibuang atau dijual kembali, siapa tahu masih bisa digunakan oleh orang lain. Itulah sebabnya, ada sebagian orang yang memang benar-benar menjual barang klithikan, yang sebagian orang telah menganggapnya sebagai barang usang atau bahkan sebagai barang rongsokan.
Para pedagang barang klithikan banyak menyebar di berbagai jalan besar di Yogyakarta, dan menjajakan dagangannya di trotoar. Sehingga tidak ayal kadang keberadaan mereka dianggap menjadi penyebab jalan macet. Selain itu, bagi birokrasi, pedagang ini juga dianggap mengotori wajah kota. Maka beberapa tahun lalu di Kota Yogyakarta ada pasar klithikan yang dinamakan “Pasar Klithikan Pakuncen”. Begitu pula di kabupaten Bantul, juga ada “Pasar Klitikan Niten”.
Pasar-pasar klithikan tersebut menampung para pedagang klithikan yang menyebar di trotoar-trotoar jalan utama di kota. Memang, gagasannya sangat bagus. Namun ketika Tembi bertandang ke dua tempat pasar klitikan minggu lalu, terutama Pasar Klithikan Pakuncen sudah sangat jarang pedagangnya menjajakan barang-barang “lawas” apalagi yang masih mengandung unsur kuno. Mengelilingi area pasar klithikan, hampir sebagian besar yang dijual di lantai atas adalah barang elektronik, terutama HP. Begitu pula yang ada di lantai dasar sampai ke belakang, mayoritas pedagang menjual barang-barang baru, seperti pakaian, sepatu, sandal, kacamata, helm, topi, dan lainnya. Sudah tidak tampak lagi barang-barang bekas dan kuno. Jikalau pun ada pedagang yang menjual barang bekas sudah sangat jarang. Hanya ada satu dua pedagang yang menjual barang bekas yang ditemui Tembi di tempat ini, seperti pedagang yang menjual koleksi uang kuno dan perlengkapan sepeda dan motor. Bahkan perlengkapan motor yang dijual sebagian sudah baru, bukan barang bekas lagi.
Kalau sudah begini, lalu para pedagang yang benar-benar menjual barang klithikan asli berjualan ke mana? Ataukah mereka kembali ke tempat semula? Di trotoar-trotoar di pinggir-pinggir jalan utama? Bisa jadi demikian.
Ketika Tembi ke Pasar Klitikan Niten Bantul, masih mending, masih banyak pedagang klithikan yang menjual barang-barang bekas, seperti otomotif (motor), alat rumah tangga, hingga kaset-kaset bekas. Pasar Klitikan Niten masih lebih bernuansa klithikan, memang senyatanya. Walaupun tetap juga ditemui gerai-gerai yang sudah menjual barang-barang terbilang baru, seperti sepatu, pakaian, atau lainnya.
Jadi jangan kaget, ketika Anda hendak ke Pasar Klithikan Pakuncen untuk mencari barang-barang bekas atau kuno, dipastikan lebih banyak kecewa. Apalagi apabila Anda mencari barang-barang antik, pasti akan susah menemukannya. Yang banyak ditemui adalah barang-barang baru. Itulah kenyataan pasar klithikan yang ada di Yogyakarta.
Suwandi
Artikel Lainnya :
- Tiga Komposisi Tari dari Made Dyah Agustina di Tembi(08/06)
- 12 Oktober 2010, Djogdja Tempo Doeloe - PASAR KLITHIKAN BERINGHARJO TAHUN 1940-AN(12/10)
- DISKUSI DEMOKRASI DI TBY(05/05)
- WARUNG SUNDA, WARUNG SAMBAL(21/04)
- 8 Maret 2010, Klangenan - KULTUR LAMA PADA PERANGKAT MODERN(08/03)
- Cara Baru Mendengarkan Musik Tradisi(20/01)
- 14 Juni 2010, Suguhan - BAKSO KEPALA SAPI(14/06)
- KOBATE, CERMIN KREATIVITAS ANAK-ANAK DARI DESA(27/05)
- ETIKA PUBLIK, UNTUK PEJABAT PUBLIK DAN POLITISI(01/11)
- MUSEUM GEMBIRA LOKA DAN KRATON YOGYAKARTA MASIH TERATAS DALAM MENGGAET PENGUNJUNG(16/11)