Penjual Rumput Awal Abad ke-19

15 Jun 2016 Berikut ini adalah foto tentang dua orang penjual rumput. Di sisi mereka tampak pikulan yang digunakan untuk mengusung rumput. Selain itu, tampak juga ember yang terbuat dari kayu. Latar belakang dari kedua pria dewasa yang berfoto ini adalah dinding, yang mungkin terbuat dari kayu/bambu. Adegan dalam foto ini dibuat di sebuah studio foto.

Rumput menjadi komoditas penting pada masa sebelum maraknya kendaraan bermotor, khususnya sebelum abad ke-19. Pada masa itu orang melakukan mobilitas dengan menggunakan hewan atau kendaraan yang ditarik hewan. Delman, andong, dokar, gerobak, dan sejenisnya adalah kendaraan yang lumrah di masa itu. Oleh karena itu pada masa lalu banyak bermunculankoplakanyaitu semacam terminal/tempat perhentian delman, andong, gerobag, dan sejenisnya.

Pada tempat yang dinamakan koplakan itulah umumnya kemudian muncul warung makan, penginapan, tempat hiburan, tempat memberi minum bagi hewan, tambatan untuk hewan, dan para penjual rumput dan makanan hewan lainnya (dedak/bekatul dan sejenisnya). Pada masa itu pulalah para penjual rumput ini memiliki nilai penting. Rumput biasanya dijual dalam satuan ikatan dengan ukuran tertentu dengan harga tertentu pula.

Di Jawa ada satuan yang dinamakanunting (saunting) yang berarti satu ikat relatif kecil (kira-kira berdiameter satu-dua genggam tangan orang dewasa) dan satu ikatan relatif besar yang disebutbongkok (satu bongkok). Satu bongkok kira-kira berdiameter satu pelukan orang dewasa. Untingan-untingan yang disatukan dalam jumlah besar bisa juga disebut menjadi satu bongkok. Selain itu, ada pula satuan yang disebut pikul. Untuk satu pikul umumnya berisi lebih dari satu bongkok.

Menjadi kelaziman pula para pria dewasa di  Nusantara (Jawa) pada masa lalu bertelanjang dada, bercelana kolor dengan panjang setengah setengah kaki (selutut) dan bagian luarnya dilengkapi dengan kain jarit (batik). Selain itu, mereka umumnya juga mengenakan sabuk lebar yang dilengkapi dengan saku (kantong). Umumnya pula mereka mengenakan ikat kepala yang terbuat dari kain batik.

Sumber:
Wachlin, Steven (with contribution by Marianne Fluitsma and Gerrit Knaap), 1994, Woodbury & Page: Photographies Java, Leiden: KITLV Press.

EDUKASI

Baca Juga

Artikel Terbaru

  • 21-06-16

    Pelajar SMP Bopkri G

    “Kolamnya Indah Banget..!”  Ungkap rombongan pelajar SMP Bopkri Godean yang baru saja diajak keliling ke Tembi Rumah Budaya dalam kunjungannya... more »
  • 21-06-16

    Prabakusuma Remaja y

    Asma kinarya japa, yang artinya bahwa nama adalah ‘media’ orang tua untuk mendaraskan doa serta harapan bagi si anak. Demikianlah selanjutnya ketika... more »
  • 20-06-16

    Pada Rabu Pon Pekan

    Pranatamangsa: mangsa Karolas berakhir pada 21 Juni 2016 dan memasuki mangsa Kasa. Usia mangsa Kasa 41 hari terhitung mulai 22 Juni sampai dengan 1... more »
  • 20-06-16

    Liputan Kongres Orga

    Setelah organisasi Boedi Oetomo (BO) terbentuk di tahun 1908, kemudian di tahun-tahun selanjutnya bermunculanlah organisasi-organisasi pergerakan... more »
  • 18-06-16

    Dewi Nugroho, Pengga

    Keluarga besar Badan Musyawarah Musea (Barahmus) DIY, organisasi museum di Yogyakarta,  kehilangan salah satu anggotanya, yaitu Dewi Nugroho (85... more »
  • 18-06-16

    Ramadhan dalam Puisi

    Sastra Bulan Purnama edisi ke-57 dalam suasana Ramadhan, karena itu tajuk dari acara tersebut memberikan konteks suasana ‘Ramadhan Dalam Puisi’, yang... more »
  • 17-06-16

    Banjaran Ontorejo, G

    Seperti tahun sebelumnya, Paguyuban Dalang-dalang Muda Yogyakarta ‘Sukrakasih’ setiap malam Sabtu terakhir pada setiap bulan, menggelar pentas wayang... more »
  • 17-06-16

    ART|JOG|9, Berusaha

    Yogyakarta merupakan kota dengan segudang aktivitas seni yang tinggi, salah satu perhelatan yang selalu dinanti yaitu  ART|JOG. Pameran seni... more »
  • 16-06-16

    Begini Seluk Beluk P

    Judul              : Bauwarna Kawruh Wajang (Wewaton Kawruh Bab Wayang). Djilid II... more »
  • 16-06-16

    Denmas Bekel 16 Juni

    Denmas Bekel 16 Juni 2016 more »