Kapel St. Simon Gunturgeni Dibangun Tahun 1929

23 Feb 2016 Kapel Santo Simon Gunturgeni merupakan kapel atau gereja stasi pertama pada saat Schmutzer masih berkarya di Ganjuran, Sumbermulyo, Bambanglipuro, Bantul. Kapel St. Simon ini terletak di Dusun Gunturgeni RT 01, Dukuh VII, Kelurahan Poncosari, Kecamatan Srandakan, Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.    Sosok Schmutzer yang identik dengan Pabrik Gula Gondanglipuro (sudah tidak ada lagi), Rumah Sakit Elisabeth Ganjuran, Gereja Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran, Dam Kamijoro, Gejlig Pitu, 12 sekolahan Kanisius di wilayah Bantul, dan lain-lain itu tidak bisa dilepaskan dari sejarah keberadaan pasangan Stefanus Barend dan Elise Fransisca Wilhelmina Kathaus.   Pasangan ini datang ke Dusun Ganjuran pada tanggal 1 September 1862. Mereka datang ke Ganjuran dalam rangka membeli perkebunan tebu. Dari sanalah kemudian keluarga ini mendirkan Pabrik Gula Gondanglipura, Ganjuran. Namun tahun 1876 Barends meninggal. Empat tahun kemudian (1880) Elise Fransisca Wilhelmina Kathaus menikah lagi dengan orang yang bernama Gottfried Schmutzer. Pernikahan ini dilangsungkan di Surabaya. Perkawinan ini membuahkan 4 orang anak, yakni: Ellise Anna Maria Antonia Schmutzer (1881), Josef Ignas Julius Maria Schmutzer (11-11-1882), Julius Robert Anton Maria Schmutzer (12-12-1884), Eduard William Maria Schmutzer (08-10-1887).   Elise Fransisca Wilhelmina Kathaus meninggal tahun 1912 setelah sebelumnya Gottfried Schmutzer meninggal tahun 1902 dan putra bungsunya meninggal tahun 1905. PG Gondanglipuro akhirnya menjadi milik Josef dan Julius Schmutzer setelah mereka membelinya dari ibu mereka (1912). Sejak tahun 1912, Prof.Dr. Ir. Josef Ignas Julius Maria Schmutzer dan Ir. Julius Robert Anton Maria Schmutzer, selaku pimpinan pabrik gula Gondang Lipuro mulai menjalankan ajaran sosial Gereja.    Di Gondanglipuro para buruh diperlakukan sebagai mitra kerja. Mereka tidak hanya diberi upah, tetapi juga menerima bagian atas keuntungan perusahaan secara adil. Lebih dari itu, sejak tahun 1919 keluarga Schmutzer mendirikan 12 Sekolah Rakyat di desa-desa sekitar pabrik gula Gondang Lipuro.   Awal tahun 1929  Kapel Santo Simon Gunturgeni mulai dibangun, saat Schmutzer masih berkarya di Ganjuran. Pembangunan ini merupkan buah karya pemikiran tokoh Katolik agar mereka memiliki tempat beribadah sendiri. Kapel ini diberkati oleh Mgr. Albertus Soegijapranoto, SJ tahun 1930. Tanah tempat kapel ini dulu dibeli oleh Rm. Van Driessche, SJ atas nama warga setempat karena orang asing tidak diperbolehkan membeli tanah. Pada awalnya bangunan kapel ini hanya sederhana saja, yakni berupa bangunan berdinding gedhek (dinding bambu) dan hanya mampu menampung 20 orang saja. Berkat semangat umat setempat kapel ini pun berkembang.   Kapel ini telah mengalami renovasi berkali-kali. Ketika gempa, 27 Mei 2006 kapel ini rusak cukup berat dan akhirnya dibangun kembali dengan swadaya dan bantuan pemerintah. Kapel diberkati oleh Mgr.Yohanes Pujasumarta pada tanggal 16 Maret 2008.  Bangunan lebih diperluas dari bangunan yang pertama. Bangunan semuanya baru kecuali meja altar, beberapa bangku yang keberadaannya masih dipertahankan hingga sekarang.    Luas keseluruhan bangunan Kapel St. Simon Gunturgeni adalah 7,25 m x 17,5 m. Kapel memiliki arah hadap ke selatan di tengah lingkungan rumah-rumah penduduk setempat.   Naskah dan foto:a.sartono   Meja altar lama yang masih dipertahankan hingga sekarang di Kapel St. Simon Gunturgeni, difoto: Kamis, 18 Februari 2016, foto: a.sartono Profil bangunan Kapel St. Simon Gunturgeni dilihat dari depan, difoto: Kamis, 18 Februari 2016, foto: a.sartono Ruang utama Kapel St. Simon Gunturgeni, difoto: Kamis, 18 Februari 2016, foto: a.sartono ciri khas Kapel St. Simon Gunturgeni, difoto: Kamis, 18 Februari 2016, foto: a.sartono Meja altar lama dan salib utama di dalam ruang utama Kapel St. Simon Gunturgeni, difoto: Kamis, 18 Februari 2016, foto: a.sartono EDUKASI

Baca Juga

Artikel Terbaru

  • 27-02-16

    Di Antara Para Warta

    “Saya bukan penyair dan pernah menjadi wartawan, dan saya terbiasa membaca puisi. Saya sengaja datang di Sastra Bulan Purnama ini karena kangen... more »
  • 27-02-16

    Kamis Paing Ini Hari

    Pranatamangsa masuk mangsa Kasanga (9), umurnya 25 hari, mulai 1 s/d 25 Maret, curah hujan mulai berkurang. Masa birahi anjing dan sejenisnya.... more »
  • 27-02-16

    Mie Ayam Grabyas Rar

    Mie ayam tergolong salah satu menu terpopuler di negeri kita. Ada satu menu mie ayam yang agak unik, namanya mie ayam grabyas. Dulu istilah... more »
  • 27-02-16

    Vitadewi Baru Kali I

    Perhelatan Pekan Budaya Tionghoa Yogyakarta (PBTY) hingga yang ke-11 ini merupakan acara yang ditunggu-tunggu masyarakat Yogyakarta, dan daerah... more »
  • 26-02-16

    Buku Rujukan Seni Or

    Judul   : Ornamen Nusantara. Kajian Khusus tentang Ornamen Indonesia Penulis   : Drs. Aryo Sunaryo, M.Pd. Seni Penerbit... more »
  • 26-02-16

    Kesetiaan Total Nyi

    Sudah selama 28 tahun, Nyi Sri Muryani mengabdi di Museum Dewantara Kirti Griya (DKG) Tamansiswa Yogyakarta. Selama itu pula, ia dengan setia... more »
  • 25-02-16

    Tiga Fungsi Historio

    Muhamad Agus Burhan yang akrab dipanggil Burhan adalah pengajar di jurusan Seni Lukis Fakultas Seni Rupa Institut Seni Indonesia (ISI), Yogyakarta... more »
  • 25-02-16

    Terima Kasih Tanpa B

    Bagi perupa kelahiran Padangpanjang, Sumatera Barat, yakni Stefan Buana, sosok Wardi Bajang (almarhum) merupakan sosok yang unik. Baginya, Wardi... more »
  • 24-02-16

    Dhenok Kristianti Pe

    Ada banyak penyair yang dulu berproses di Yogya, bahkan berasal dari Yogya, untuk kemudian pinda ke kota lain. Di kota tempat tinggalnya itu dia... more »
  • 24-02-16

    Eksplorasi Musik Ge

    Di bidang musik, tak jarang para seniman bereksperimen melalui media dan bunyi-bunyian. Keunikan warna suara yang dihasilkan dari media-media... more »