Vitadewi Baru Kali Ini Melihat Liong
27 Feb 2016
Perhelatan Pekan Budaya Tionghoa Yogyakarta (PBTY) hingga yang ke-11 ini merupakan acara yang ditunggu-tunggu masyarakat Yogyakarta, dan daerah sekitarnya. Demikian juga dengan Jogja Dragon Festival-nya yang pada tahun 2016 ini telah memasuki festival kelima.
Hal ini menunjukkan bahwa acara tersebut bukan saja menjadi penting bagi warga Tionghoa yang memperingati tahun baru Imlek, namun juga dirasa penting dan bermanfaat untuk masyarakat luas. Momentum ini menjadi media bertemunya berbagai unsur budaya yang mungkin bagi masyarakat Yogyakarta dan sekitarnya (Jawa) merupakan sesuatu yang dianggap cukup asing.
Rasa asing ini jika tidak dijembatani atau didialogkan dalam wadah budaya semacam itu bisa menumbuhkan sentimen negatif dan kecurigaan yang kadang tidak berdasar. Hubungan yang cair dan terbuka antarberbagai etnis, latar sosial budaya, agama, dan bahasa ini harus terus dipupuk dan dijaga bersama demi keutuhan, keberagaman, dan pergaulan yang plural. Yogyakarta menjadi salah satu wilayah di Indonesia yang turut mewadahi dialog multikultural itu. Pestival Budaya Tionghoa dan Jogja Dragon Festival menjadi salah satu wahana untuk itu.
PBTY ini juga menjadi agenda wisata di Yogyakarta. Acara yang diselenggarakan masyarakat Tionghoa yang terwadahi dalam JCACC (Jogja Chinese Art and Culture Centre) dan Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta serta Pemerintah Kota Yogyakarta pada tahun 2016 ini juga dimeriahkan dengan kirab naga (liong) terpanjang se-Asia, yakni 159,5 meter, yang menjadi daya tarik tersendiri bagi penonton.
“Saya dari Glondong, Wirokerten, Kotagede, sengaja datang ke Alun-alun Utara ini untuk nonton kirab budaya ini,” tutur Ibu Iwung (51) kepada Tembi, Minggu sore, 21 Februari 2016 di Alun-alun Utara.
“Sudah berapa kali nonton acara seperti ini Bu ?”
“Dua kali. Sekarang saya malah ajak tiga orang anak saya, putri semua.”
“Senang Bu ?”
“Senang, untuk hiburan. Daripada di rumah bengong. Di sini banyak teman, banyak hiburan, tambah wawasan. Piknik murah meriah dan berguna.”
Hal senada juga diutarakan oleh Vitadewi (19) yang beralamatkan di Dayu, Sinduharo, Sleman, Jl. Kaliurang KM 8,5. Ia nonton acara FBTY 2016 di Alun-alun Utara bersama dengan adiknya dan ibunya.
“Mengapa tertarik menyaksikan acara ini Mbak ?”
“Saya belum pernah lihat naga atau liong secara langsung. Pernah lihat hanya di televisi. Saya penasaran dan ingin melihat langsung,” kata Vitadewi sambil tersenyum.
“Baru pertama kali menyaksikan acara ini ?”
“Ya.”
“Apa kesannya ?”
“Pokoknya senang. Meriah banget. Asyik pokoknya. Nggak nyangka bisa semeriah ini,” jawab Vitadewi, karyawati Hartono Mal.
Naskah dan foto:a. sartono
Berita BUDAYA
Baca Juga
- 14-03-16
Rasanya semakin jarang terlihat anak-anak yang bermain layang-layang. Mungkin karena lahan bermain yang semakin sempit, atau desakan hiburan dan...
more »
- 12-03-16
Tari Reog Ponorogo yang dipentaskan di depan hall lantai dasar Grha Sabha Pramana UGM, Yogyakarta, pada Selasa, 1 Maret 2016, mengundang perhatian...
more »
- 11-03-16
Kirab atau pawai senantiasa menjadi acara yang dinanti-nanti masyarakat. Pada setiap kirab selalu saja di sekitar rute yang dilaluinya disesaki...
more »
- 11-03-16
Barongsai kini menjadi pertunjukan ‘live’yang mudah ditonton. Pada masa Orde Baru, seni tradisi ini hanya bisa dinikmati lewat film. Misalnya yang...
more »
- 08-03-16
Sebelum membuka secara resmi pameran Retrospektif “Yang Terhormat Ibu” dari seniman Sri Astari Rasjid yang juga sekaligus duta besar...
more »
- 04-03-16
Seringkali kita melihat orang yang disebut sebagai budayawan, tinggal di kota-kota besar, atau setidaknya kota yang memiliki aktivitas...
more »
- 25-02-16
Muhamad Agus Burhan yang akrab dipanggil Burhan adalah pengajar di jurusan Seni Lukis Fakultas Seni Rupa Institut Seni Indonesia (ISI), Yogyakarta...
more »
- 16-02-16
Yogyakarta mempunyai banyak museum yang menguatkan keberadaannya sebagai kota sejarah dan budaya. Salah satu peran museum adalah menjembatani masa...
more »
- 16-02-16
Dari foto sebenarnya kita tidak hanya diperlihatkan visual, tapi juga bisa melihat (dan membayangkan) persoalan. Maka, ketika kita diajak melihat...
more »
- 11-02-16
Satu pertunjukan yang diberi tajuk ‘Reading Centhini: bukan cinta satu malam,’ menampilkan 4 cerita, di 4 tempat, dalam 4 hari berturut-turut....
more »
Artikel Terbaru
- 14-03-16
Hari Jumat siang, 5 Maret 2016, Tembi Rumah Budaya Yogyakarta dikunjungi oleh 8 mahasiswa dan 2 dosen kedokteran gigi dari Jepang yang...
more »
- 14-03-16
Rasanya semakin jarang terlihat anak-anak yang bermain layang-layang. Mungkin karena lahan bermain yang semakin sempit, atau desakan hiburan dan...
more »
- 14-03-16
Masjid kuno Al Huda Pucung secara administratif terletak di Dusun Dengkeng Pucung, Kelurahan Wukirsari, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul, Daerah...
more »
- 12-03-16
Antologi puisi rupa berjudul ‘Anakku Sayang Ibu Pulang’, karya dari beberapa penyair, yang pernah tampil di Sastra Bulan Purnama, Sabtu malam, 5...
more »
- 12-03-16
Pranatamangsa masuk mangsa Kasanga (9), umurnya 25 hari, mulai 1 s/d 25 Maret, curah hujan mulai berkurang. Masa birahi anjing dan sejenisnya....
more »
- 12-03-16
Koyor atau urat sapi mungkin tidak sepopuler bagian tubuh sapi lainnya. Tapi bagi sebagian orang, koyor justru tampil sebagai primadona. Koyor...
more »
- 12-03-16
Tari Reog Ponorogo yang dipentaskan di depan hall lantai dasar Grha Sabha Pramana UGM, Yogyakarta, pada Selasa, 1 Maret 2016, mengundang perhatian...
more »
- 11-03-16
Setelah menggelar karyanya di ruang pamer Tembi Rumah Budaya, Jupri Abdullah memajang karyanya di Museum Negeri Banten, Jl Brigjen K.H. Syama’un No....
more »
- 11-03-16
Kirab atau pawai senantiasa menjadi acara yang dinanti-nanti masyarakat. Pada setiap kirab selalu saja di sekitar rute yang dilaluinya disesaki...
more »
- 11-03-16
Barongsai kini menjadi pertunjukan ‘live’yang mudah ditonton. Pada masa Orde Baru, seni tradisi ini hanya bisa dinikmati lewat film. Misalnya yang...
more »