Prahara Identitas Bali dalam Sabung Ayam
25 Jul 2016 Di sebuah desa terpencil di Bali pada awal April 1958, antropolog asal Amerika Serikat, Clifford Geertz, dan istrinya, dikejutkan oleh kehadiran sejumlah polisi yang membubarkan perhelatan sabung ayam. Kala itu, 13 tahun setelah Indonesia menjadi republik, pemerintah menganggap sabung ayam ilegal karena termasuk dalam kategori judi.Kenangan tentang pengalaman menyaksikan sabung ayam atau yang dikenal dengan istilah “tajen” di Bali itu, diabadikan oleh Geertz dalam salah satu esei antropologisnya yang terkenal, ”Deep Play: Notes on The Balinese Cockfight”.
Apa yang dilihat oleh Geertz dalam eseinya itu adalah benturan antara konsep kekunoan yang ingin dipertahankan oleh masyarakat Bali melaluitajen dan konsep negara yang diinginkan pemerintah. Elit politik mencemaskan petani miskin akan menghabiskan uangnya dalam judi sabung ayam, citra Bali di mata warga asing, serta menganggaptajensebagai sikap membuang-buang waktu di saat negara sedang giat membangun.
“Sabung ayam dianggap primitif, kemunduran, tidak progresif, dan tidak pantas dalam sebuah negara yang ambisius,” tulis Geertz.
Lalu, bagaimanakah nasib tajen di Bali saat ini?
Pada awal Januari 2015, majalah mingguan konservatif Inggris yang didirikan pada 1828,The Spectator,menurunkan artikel tentang sabung ayam di Bali. Artikel tersebut menunjukkan bahwa sabung ayam di Bali ternyata masih marak meski masyarakat tidak mengakuinya secara terbuka sebagai reaksi terhadap aturan hukum yang berlaku.
Tak ada seorang pun bicara tentang sabung ayam di Bali, namun di jalan-jalan masyarakat meletakkan ayam aduan dalam keranjang anyaman untuk dijual. Sabung ayam kini menjadi aktivitas “rahasia” yang diketahui umum. Mereka menggelar sabung ayam di tempat tersembunyi yang dihadiri oleh ratusan hadirin.
Jauh sebelum Indonesia merdeka pada 1945, atau lebih tepatnya sebelum Bali ditaklukkan Belanda pada 1908, membawa ayam dalam pergelaran sabung adalah tugas wajib bagi lelaki dewasa. Pada awalnya,tajenmerupakan bagian dari ritual masyarakat Bali yang dikenal dengan namaTabuh Rah. Darah yang menetes dari luka ayam sabungan dianggap sebagai persembahan bagi dewata.
Sejauh ini, hukum tidak melarang pelaksanaan sabung ayam yang diperuntukkan sebagai ritual kebudayaan. Namun, sebagaimana yang dilihat oleh Geertz, unsur judi menjadi salah satu “hiburan” yang membuat tajen masih bertahan hingga hari ini.
Sebagai bagian dari kebudayaan, sabung ayam di Bali adalah simbol maskulinitas laki-laki Bali. Ayam aduan adalah ekspresi dari kejantanan. Secara sosiologis,tajen merupakan upaya untuk menunjukkan “harga diri” seorang lelaki dalam kehidupan yang dipengaruhi oleh kasta yang berlaku dalam Hindu.
Faktor ekspresi memainkan peran dalam pelestariantajen karena kini masyarakat Bali dianggap sudah tidak punya kekuasaan dalam kehidupan modern di mana tanah mereka kini menjadi salah satu destinasi warga kulit putih yang datang dari seluruh penjuru dunia. Mereka melakukan sabung ayam sebagai cara untuk mempertahankan harga kejantanan di tengah serbuan warga asing yang lebih “jantan” karena lebih memiliki banyak uang.
Demikian mengakarnyatajen dalam masyarakat Bali, kemunduran sabung ayam ini di masa pembasmian orang-orang yang dianggap terlibat Partai Komunis Indonesia di dekade 1960-an – diduga sekitar 100 ribu warga Bali dibantai oleh rezim yang berkuasa – tak membuat mereka berhenti melakukanya. Sabung ayam adalah cara warga Bali untuk mempertahankan kebanggaan lama mereka yang mewakili maskulinitas.
Pada akhirnya, sabung ayam adalah upaya warga Bali untuk mempertahankan identitas kepahlawanan mereka di masa lalu. Bali mengenal masyarakat mereka sebagai komunitas yang tak takut mati dalam peperangan. Empat Puputan (perang sampai mati) yang paling terkenal dalam sejarah Bali dalam rentang 1849-1946, adalah sejarah yang akan selalu mereka ingat.
Meski demikian, warga Bali saat ini tetap masih mencemaskan identitas mereka.Tajen tetap dilakukan, namun serbuan modal asing membuat mereka mulai melihat kembali tanah yang telah mereka jual. Salah satunya adalah isu penolakan reklamasi Teluk Benoa.
Ervin Kumbang
Sumber
http://www.rochester.edu/college/psc/clarke/214/Geertz72.pdf
http://www.spectator.co.uk/2015/01/cockfighting-the-last-hidden-link-to-balis-warlike-past/
http://www.beritabali.com/read/2011/08/17/201107020287/Sejarah-5-Perang-Puputan-di-Bali.html
Baca Juga
- 30-07-16
Kemah Budaya ke-10 Berlangsung di Candi Prambanan
Iringan musik tradisional Jawa yang begitu rancak, bertalu-talu, dan meriah membuat para tamu undangan kemah budaya ikut manggut-manggut dan... more » - 29-07-16
Bincang-bincang dengan Yok Koeswoyo dan Djaduk Ferianto
Yok Koeswoyo adalah salah satu personil grup musik pop Koes Plus yang legendaris di Indonesia. Di masa jayanya, Koes Plus yang beranggotakan Yok, Yon... more » - 21-07-16
Bakda Kupat Pandeyan: Wujud Syukur dan Mengenang Jasa Para Wali
Hal demikian menjadi simbol bahwa orang yang bersangkutan mengakui bahwa dirinya tidak sempurna, lepat (salah/berdosa/lemah/berkekurangan, dan... more » - 20-07-16
Konser Gus Teja, Alunan Seruling dari Surga untuk Bumi
Gus Teja, maestro seruling dari Bali, menyebut kelompok musik yang hari itu bermain bersamanya sebagai “band.” Namun tidak seperti band pada umumnya... more » - 19-07-16
Menikmati Suasana Angkringan Tembi
Apa yang terbersit dalam pikiran ketika mendengar kata ‘angkringan’? Gerobak coklat dengan rentengan minuman sachet berbagai varian, ceret yang... more » - 15-07-16
Sastra Bulan Purnama #58
Rabu, 20 Juli 2016, pukul 19.30: Sastra Bulan Purnama #58 ‘Puisi Wayang dalam Syawalan Sastra(wan)’ Launching buku antologi puisi ‘Tancep Kayon... more » - 23-06-16
In Memoriam Jon Batik Si Pemetik Gitar
Jon, tak pernah lepas dari gitar. Pada banyak pembukaan pameran di Yogya, seringkali dia tampil dengan petikan gitar untuk mengisi acara. Dia banyak... more » - 18-06-16
Dewi Nugroho, Penggagas Museum Batik dan Sulaman Yogyakarta, Telah Berpulang
Keluarga besar Badan Musyawarah Musea (Barahmus) DIY, organisasi museum di Yogyakarta, kehilangan salah satu anggotanya, yaitu Dewi Nugroho (85... more » - 13-06-16
Ini Memoriam Jihad Gunawan Penyair dan Aktivis
Jihad, demikian panggilannya dari nama lengkap Muhamad Jihad Gunawan. Usianya termasuk masih muda, 57 tahun. Tahun 1980-an dia aktif di area sastra... more » - 11-06-16
Irama Nusantara Lakukan Digitalisasi Ribuan Musik Populer Indonesia
Berawal dari kesulitan mencari lagu-lagu Indonesia lama, tercetuslah ide situs musik Irama Nusantara. Para pencetus ide itu adalah David Tarigan,... more »
Artikel Terbaru
- 01-08-16
Macapat ke-148, Peng
Mengikuti macapat malem Rebo Pon di Tembi Rumah Budaya ibarat mengikuti pengembaraan Mas Cebolang yang penuh dengan pengalaman kehidupan baik lahir... more » - 01-08-16
Eksotisme Amphiteate
Amphiteater merupakan salah satu spot luar ruangan yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan. Merujuk pada aspek historisnya amphiteater... more » - 01-08-16
Naura Sang Idola Cil
Terhitung sudah dua album yang diproduksi penyanyi cilik ini, yang bernama lengkap Adyla Rafa Naura Ayu. Di usianya yang ke-8 tahun putri pertama... more » - 30-07-16
Rabu Kliwon Pekan In
Pranatamangsa: memasuki Mangsa Surya II Mangsa Karo. Usia 23 hari hari terhitung mulai 2 s/d 24 Agustus 2016. Candrane: Bantala Rengka, artinya... more » - 30-07-16
Kemah Budaya ke-10 B
Iringan musik tradisional Jawa yang begitu rancak, bertalu-talu, dan meriah membuat para tamu undangan kemah budaya ikut manggut-manggut dan... more » - 30-07-16
Dalem Kanjengan yang
Ada beberapa bangunan penting selain kompleks makam raja-raja Mataram (Surakarta dan Yogyakarta) di Imogiri yang keberadaannya tidak terpisahkan dari... more » - 29-07-16
Bincang-bincang deng
Yok Koeswoyo adalah salah satu personil grup musik pop Koes Plus yang legendaris di Indonesia. Di masa jayanya, Koes Plus yang beranggotakan Yok, Yon... more » - 29-07-16
Ki Suparman Menurunk
Sosok raja yang rendah hati, mencintai rakyatnya dan tidak mempunyai musuh seperti Prabu Puntadewa layak mendapat anugerah Kalimasada dari Batara... more » - 29-07-16
Denmas Bekel 29 Juli
Denmas Bekel 29 Juli 2016 more » - 28-07-16
Buku Peringatan 10 T
Judul : “Boekoe Pengetan” (Gedenkboek) Wanito-Oetomo ing Mataram Penulis ... more »